Percepatan pemberdayaan desa sejak Undang-Undang Desa genap berlangsung sepuluh tahun. Apa saja yang telah dicapai?
Oleh
SIWI NUGRAHENI, PENGAJAR FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
·4 menit baca
Tanggal 15 Januari 2014 adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Januari 2024 ini genap sepuluh tahun undang-undang yang memberikan kewenangan cukup besar kepada desa untuk mengatur dirinya. Bukan hanya wewenang yang diberikan, pemerintah pusat juga memberikan modal finansial tambahan berupa dana desa.
Selama periode 2015-2023, dana APBN sebesar Rp 538 triliun digelontorkan ke desa dalam bentuk dana desa. Nilai yang diterima mulai dari Rp 600 juta sampai dengan Rp 1,9 miliar per desa per tahun, bergantung sejumlah faktor.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Selama periode 2015-2023, dana APBN sebesar Rp 538 triliun digelontorkan ke desa dalam bentuk dana desa.
Undang-Undang (UU) Desa memberikan kewenangan lebih besar kepada desa untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk desa. Dari sisi kesejahteraan ekonomi, angka kemiskinan sering dianggap sebagai indikator penting dalam menilai efektivitas dana desa.
Sebelum adanya dana desa, angka kemiskinan di wilayah perdesaan adalah 13,76 persen per Maret 2014. Pada Maret 2023, angka kemiskinan di perdesaan adalah 12,22 persen.
Di atas kota
Meskipun terjadi penurunan, tingkat kemiskinan di perdesaan masih di atas tingkat kemiskinan di perkotaan. Persentase penduduk miskin di perkotaan pada Maret 2023 adalah 7,29 persen.
Hal yang perlu ditambahkan ketika berbicara tentang kemiskinan di perdesaan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan di perdesaan. Faktor ini menyebabkan kemiskinan ekstrem di desa juga lebih tinggi ketimbang di perkotaan. Kemiskinan ekstrem adalah kondisi miskin pada penduduk yang memiliki pengeluaran lebih kecil dari Rp 345.355 per bulan.
Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pemerintah menargetkan nol kemiskinan ekstrem di Indonesia, termasuk di wilayah perdesaan, pada 2024.
Dalam pidatonya di pembukaan rapat terbatas Strategi Percepatan Pengentasan Kemiskinan, 4 Maret 2020, di Jakarta, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pemerintah menargetkan nol kemiskinan ekstrem di Indonesia, termasuk di wilayah perdesaan, pada 2024. Target mulia, tetapi masih panjang perjalanan yang harus ditempuh.
Bukan hanya dari sisi ekonomi, pembangunan di perdesaan juga harus memperhitungkan dimensi sosial dan kelestarian lingkungan. Pemerintah menciptakan kriteria untuk menilai kinerja pembangunan desa dengan Indeks Desa Membangun (IDM).
Tertinggal hingga mandiri
IDM disusun didasarkan pada kerangka kerja pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, indikator-indikator yang tercakup di dalam IDM meliputi tiga komponen pembangunan berkelanjutan, yaitu Indeks Ketahanan Ekonomi, Indeks Ketahanan Sosial, dan Indeks Ketahanan Ekologi.
IDM disusun dengan tujuan untuk menetapkan status kemajuan dan kemandirian desa. Indeksasi ini sekaligus dapat digunakan sebagai data dan informasi dasar bagi pembangunan desa.
Jumlah desa mandiri meningkat dari 2.894 desa pada 2014 menjadi 11.456 desa pada 2023.
Berdasarkan IDM, desa-desa di Indonesia dikelompokkan ke dalam kategori: sangat tertinggal, tertinggal, berkembang, maju, dan mandiri. Tentu saja UU Desa diharapkan mengurangi jumlah desa tertinggal dan sangat tertinggal, dan menambah jumlah desa dengan status mandiri.
Data BPS mencatat, dari 74.961 desa di Indonesia, terdapat 19.750 desa masuk kategori tertinggal pada 2014. Jumlahnya menyusut menjadi 9.238 desa pada 2023. Sementara itu, jumlah desa mandiri meningkat, dari 2.894 desa pada 2014 menjadi 11.456 desa pada 2023.
Pekerjaan tersisa
Angka-angka pada bagian sebelumnya menggambarkan pekerjaan yang masih harus diselesaikan di usia sepuluh tahun UU Desa. Menjadi pertanyaan kemudian adalah perlukah UU Desa direvisi agar lebih efektif?
Per Januari 2023, ribuan kepala desa menyampaikan usulan revisi atas UU Desa. Mereka kompak menyuarakan perubahan ketentuan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun. Alasannya adalah agar kepala desa yang baru terpilih memiliki waktu cukup untuk melaksanakan program-program yang direncanakan.
Desa akan mendapat manfaat maksimal dari perpanjangan masa jabatan kepala desa ketika pemimpin pemerintahan desa berkualitas.
Usulan revisi masa jabatan kepala desa bisa relevan bisa tidak ketika dikaitkan dengan persoalan yang masih tersisa. Kepemimpinan desa memang salah satu aspek penting dalam pembangunan desa.
Akan tetapi, perlu dicatat, desa akan mendapat manfaat maksimal dari perpanjangan masa jabatan kepala desa ketika pemimpin pemerintahan desa berkualitas. Kasus-kasus penyelewengan dana desa, yang menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) melibatkan banyak kepala desa, memberikan gambaran bahwa tak semua kepala desa memliliki integritas.
Perlu dicari mekanisme pemilihan kepala desa yang mampu menjaring pemimpin desa berkualitas sebelum memperpanjang masa jabatan kepala desa. Dalam pembangunan desa, termasuk penggunaan dana desa, juga perlu dicari cara-cara untuk meningkatkan partisipasi semua warga desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan.
Pendek kata, kita kembalikan tujuan awal UU Desa, yaitu mendorong proses pembangunan desa yang bersifat bottom-up, tak lagi top-down. Pembangunan dari bawah artinya mewadahi partisipasi semua warga desa, bukan hanya kelompok elite desa.
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan kedaulatan kepada desa untuk menentukan arah pembangunan wilayahnya menuju kesejahteraan yang berkelanjutan bagi semua warganya. Sepuluh tahun usia UU Desa, masih ada beberapa persoalan yang perlu dicari penyelesaiannya.
Pembangunan dari bawah artinya mewadahi partisipasi semua warga desa, bukan hanya kelompok elite desa.
Revisi UU Desa barangkali diperlukan antara lain untuk menguatkan peran warga desa dalam proses pembangunan wilayahnya. Di antaranya pembangunan dengan orientasi bebas dari kasus kemiskinan ekstrem, menuju desa mandiri yang inklusif bagi warganya, dan tak seorang pun tertinggal untuk ikut menikmati manfaat dari pembangunan desanya.
Usulan revisi masa jabatan kepala desa bisa jadi justru jauh panggang dari api. Semoga pemimpin nasional hasil Pemilu 2024 yang baru saja berlalu, baik eksekutif maupun legislatif, melihat dan mempertimbangkan hal ini.