Mitos Trombosit dalam Demam Berdarah Dengue
Jika terkena demam berdarah, jangan hanya fokus bertanya jumlah trombositnya, waspadai pula peningkatan hematokritnya.
Demam berdarah dengue (DBD), sesuai dengan namanya, disebabkan oleh infeksi virus dengue. Aslinya, DBD merupakan penyakit daerah tropis yang sudah menyebar ke seluruh dunia. Penyebarannya meluas karena adanya mobilisasi penduduk yang sangat cepat, seperti turisme, urbanisasi, dan migrasi antarnegara.
Salah satu contoh penyebaran melalui turisme, seorang turis dari Queensland, Australia, diberitakan terkena DBD ketika berlibur di Bali. Australia bukan negara endemik DBD. Kasus DBD di Australia merupakan impor dari negara-negara lain yang kemudian terjadi penularan lokal.
Indonesia yang dilintasi khatulistiwa menjadi daerah paling nyaman untuk berkembang biak nyamuk Aedes aegypti, nyamuk penyebar virus dengue penyebab DBD. Suatu daerah bisa ditetapkan berstatus kejadian luar biasa (KLB) DBD jika daerah tersebut memenuhi standar parameter Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501 Tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya.
Pada Pasal 4 disebutkan bahwa DBD termasuk dalam penyakit yang bisa mewabah. Pasal 6, 7 kriteria penetapan KLB, antara lain jumlah penderita baru dalam periode waktu satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan pada tahun sebelumnya.
Baca juga: Nestapa Demam Berdarah
Dengue berasal dari bahasa Swahili, salah satu suku di Afrika, yang berarti ’terhuyung-huyung’. Kata ini menggambarkan keadaan pasien yang terinfeksi dengue, berjalan terhuyung-huyung karena demam, sakit kepala, dan nyeri otot. Selama ini diketahui virus dengue memiliki empat serotipe, Denv-1, 2, 3, dan 4. Sekarang terbukti ada 5 serotipe, Denv-5, yang diisolasi pada Oktober 2013 di India.
Di Jakarta, Denv-2, adalah serotipe virus dengue yang paling dominan menginfeksi, diikuti oleh Denv-3, Denv-1, dan Denv-4. Seseorang dapat terinfeksi dua kali atau lebih oleh serotipe virus dengue yang sama (homolog) ataupun berbeda (heterolog), di mana infeksi heterolog berpotensi dapat menyebabkan sindrom shock dengue (DSS).
Keadaan DSS bisa berakibat fatal ketika perawatan adekuat tidak tersedia. Kematian akibat infeksi dengue terjadi karena keterlambatan deteksi dan juga keterlambatan penanganan yang tepat sehingga pasien jatuh dalam kritis.
Pada infeksi dengue yang diwaspadai adalah terjadinya peningkatan hematokrit, disebut dengan hemokonsentrasi, dan penurunan jumlah trombosit yang disebut dengan trombositopenia.
Di Indonesia pada 2022 ada 131.265 pasien infeksi DBD, sebanyak 1.183 pasien meninggal. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), 73 persen korban meninggal adalah anak-anak. Pada 2023 tercatat 114.435 penderita infeksi DBD, 894 di antaranya meninggal. Jika dibandingkan pada 2022, angka kesakitan dan kematian akibat infeksi dengue menurun.
Namun, pada tahun ini, hingga minggu ke-14 atau pertengahan April 2024 berdasarkan catatan Kemenkes, terjadi KLB dengan total infeksi ada 60.296 kasus dan 455 kasus kematian karena infeksi dengue. Jika dibandingkan pada 2023, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, periode yang sama ada 20.502 kasus, terjadi peningkatan angka kesakitan dan kematian sampai tiga kali lipat jumlah kasus infeksi dengue.
Perjalanan tahun 2024 masih panjang. Semua pemangku kepentingan mesti bahu-membahu mengatasi masalah DBD ini. Jangan sampai korban terus berjatuhan.
Pemeriksaan darah
Ketika pasien terinfeksi DBD, pemeriksaan standar yang dilakukan adalah pemeriksaan darah, antara lain pemeriksaan hematologi dan imunologi. Pemeriksaan hematologi yang digunakan untuk monitoring pada infeksi dengue terutama adalah hematokrit dan jumlah trombosit, sedangkan pemeriksaan imunologi yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan NS1 dengue dan/atau IgG/IgM dengue.
Pada infeksi dengue yang diwaspadai adalah terjadinya peningkatan hematokrit, disebut dengan hemokonsentrasi dan penurunan jumlah trombosit yang disebut dengan trombositopenia. Pada umumnya hasil laboratorium yang diperhatikan dan diingat pasien serta keluarga adalah jumlah trombosit yang menurun.
Trombosit seolah sudah menjadi standar bagi awam mengukur tingkat keparahan DBD. Trombosit menjadi mitos, terlebih bagi awam yang mengaitkan kematian pasien terinfeksi dengue dengan trombosit yang turun.
Sebaran info dari mulut ke mulut membuat trombosit menjadi tersangka utama penyebab kematian pasien terinfeksi DBD sehingga pasien dan keluarga akan berusaha keras untuk meningkatkan trombosit secepatnya. Mereka akan memberikan susu, makanan yang mengandung zat besi, makan kacang-kacangan, atau makan sumsum tulang.
Baca juga: Demam Berdarah pada Orang Dewasa
Pengobatan tradisional China juga banyak dipakai, seperti mengonsumsi angkak, semacam ragi merah. Tidak salah, hanya saja perlu menginformasikan kepada dokter yang merawat agar mendapatkan pengawasan yang baik.
Sebenarnya, berdasarkan penelitian, problem utama infeksi dengue adalah kebocoran plasma yang dapat mengakibatkan shock dan kematian. Kebocoran plasma adalah keadaan meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah (vaskular) karena terjadinya kerenggangan interendothelial junction dan adhesi fokal yang merupakan respons inang terhadap patogen infeksius. Kebocoran plasma dan seberapa besar kebocoran hanya dapat diidentifikasi melalui efek sekundernya pada volume plasma dan distribusi cairan tubuh, seperti hemokonsentrasi, efusi pleura, dan asites.
Saat ini, metode umum untuk memantau kebocoran plasma pada pasien DBD dan DSS adalah melalui pengukuran serial hematokrit dan albumin yang dapat mengidentifikasi kebocoran plasma. Metode ini masih dianggap kurang memadai karena data dasar kadar hematokrit atau albumin pasien biasanya tidak diketahui.
Metode lain yang digunakan untuk tujuan ini adalah ultrasonografi (USG). Pemeriksaan USG serial dapat mengidentifikasi kebocoran plasma pada fase defervesensi.
Pemeriksaan laboratorium apa saja yang perlu dilakukan pada kasus dugaan infeksi dengue ataupun yang sudah terkonfirmasi? Terutama ada dua pemeriksaan, yaitu hematokrit dan trombosit.
Hematokrit
Hematokrit adalah persentase volume seluruh eritrosit di dalam darah dan nilainya dinyatakan dalam persen, nilai rujukan untuk laki-laki dewasa 39,9–51,1 persen dan untuk perempuan dewasa 34–45,1 persen. Pemeriksaan hematokrit dilakukan menggunakan alat hematologi otomatis.
Pada pasien DBD, nilai hematokrit meningkat karena kebocoran plasma atau keluarnya cairan tubuh dari intravaskular ke ekstravaskular. Diibaratkan pembuluh darah seperti pipa air, apabila dinding pipa bolong-bolong, maka kebocoran plasma dapat kita gambarkan seperti keluarnya air dari bolongan tersebut.
Keluarnya cairan tubuh atau plasma ini ”membanjiri” jaringan sekitar sehingga pasien tampak sembab (edema), juga dapat ”membanjiri” masuk ke ruang tubuh, seperti pleura (lapisan paru) yang disebut dengan efusi pleura, bisa juga ke ruang rongga perut yang disebut dengan asites. Sebagai salah satu kriteria diagnosis DBD adalah adanya kenaikan hematokrit lebih dari 20 persen.
Kebocoran plasma merupakan kejadian yang berakibat fatal pada pasien. Seandainya kebocoran plasma tidak diatasi, sebagaimana kita membayangkan pipa air bocor tadi, maka air yang ada dalam pipa semakin sedikit sehingga ember akan terisi hanya sedikit air.
Sebenarnya, berdasarkan penelitian, problem utama infeksi dengue adalah kebocoran plasma yang dapat mengakibatkan shock dan kematian.
Begitu juga pada kebocoran plasma yang tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan ”kekeringan” pada organ-organ tubuh kita, seperti ginjal yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut, serta pasien dapat jatuh dalam keadaan shock. Cairan yang hilang itu harus diganti.
Apabila belum ada indikasi atau belum dianjurkan dokter untuk dirawat inap, perbanyaklah minum cairan elektrolit isotonis. Dibandingkan air putih, cairan isotonis memberikan efek rehidrasi mirip dengan pemberian melalui infus. Pada saat cairan plasma keluar dari vaskular, maka yang keluar tidak hanya air, tapi juga elektrolit yang biasa disebut dalam bahasa awam dengan garam-garaman tubuh.
Hal penting yang harus dilakukan selama perawatan di rumah adalah setiap hari harus melakukan pemeriksaan darah (hematologi) di laboratorium. Setelah mendapatkan hasilnya, jangan segan mengonsultasikan kepada dokter yang merawat supaya kondisi si sakit tetap terpantau.
Jika ada indikasi atau dianjurkan rawat inap, sebaiknya segera mematuhi anjuran dokter, untuk mencegah jatuh dalam keadaan shock. Selama perawatan kita perlu ikut serta memantau jumlah dan kecepatan pemberian cairan infus, supaya sesuai dengan target terapi yang diberikan oleh dokter.
Pemberian cairan infus pada kebocoran plasma ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, tidak boleh terlalu sedikit supaya target rehidrasi tercapai. Di sisi lain tidak boleh terlalu banyak karena cairan berlebihan dapat ”menenggelamkan” organ tubuh.
Trombosit
Mari menelusuri trombosit yang menjadi mitos di masyarakat apabila berbicara menyangkut DBD. Tugas trombosit dalam tubuh adalah adalah memperlambat atau menghentikan pendarahan, membantu penyembuhan luka, dan ”menambal” kebocoran yang terjadi akibat interendothelial junction dinding vaskular yang merenggang.
Jumlah trombosit yang menurun atau trombositopenia dipengaruhi tiga faktor, yaitu faktor produksi menurun, faktor konsumsi meningkat, dan faktor destruksi yang juga meningkat.
Apabila pasien mengalami penurunan jumlah trombosit, jangan panik. Kemajuan teknik transfusi darah saat ini, jika diperlukan, pasien dapat diberikan transfusi komponen trombosit saja untuk meningkatkan jumlah trombosit di dalam tubuh.
Perlu diperhatikan pada kondisi trombositopenia, pasien dijaga jangan sampai jatuh, seperti ketika perlu turun dari tempat tidur karena perlu ke kamar kecil. Biasanya pasien mengalami pusing dan berjalan terhuyung-huyung (ingat arti kata dengue di bagian awal tulisan) sehingga perlu dituntun. Jika pasien terluka, akan sulit menghentikan perdarahan. Juga pasien perlu makan yang lunak untuk mencegah perdarahan di saluran cerna yang ditandai dengan melena (tinja berwarna hitam akibat perdarahan saluran cerna).
Baca juga: Hidup dengan DBD
Seperti dibahas di atas, ada sebagian orang yang memberikan suplementasi bermacam bahan atau ramuan dengan tujuan meningkatkan jumlah trombosit. Hal ini terjadi karena pada DBD, orang awam hanya fokus pada jumlah trombosit.
Bijaklah dalam mengonsumsi suplemen atau ramuan untuk meningkatkan trombosit karena ada risiko yang disebut dengan masking effect. Sebuah keadaan peningkatan trombosit sesaat karena ”diperasnya” trombosit cadangan ke sirkulasi, tetapi 1-2 hari setelahnya trombosit turun lagi karena sebenarnya tiga faktor penyebab trombosit turun belum teratasi.
Pesan penting
Jangan abaikan jika mengalami demam tinggi, segera periksakan diri ke dokter. Jangan ngeyel kalau diperintahkan dokter untuk dirawat inap. Apabila ada keluarga, tetangga, teman, atau kolega sakit DBD, jangan hanya fokus bertanya jumlah trombositnya. Penting juga ditanyakan berapa nilai hematokritnya.
Stephanie Settrin Ch, Praktisi Laboratorium Klinik, Peneliti di Community Based Dengue Study Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia