mereka yang terpapar radiasi dalam upaya penyelamatan dan janin dalam rahim perempuan-perempuan yang menjadi korban bom.
Oleh
LINDA CHRISTANTY
·4 menit baca
TREM nomor 2 berhenti di halte Genbaku Dome pada siang itu, 22 April 2024. Suhu udara 22 derajat celsius, naik 4 derajat dibandingkan hari sebelumnya. Monumen Peringatan Perdamaian berada di seberang halte. Bangunan bergaya Eropa itu dulu balai pameran dan penjualan produk setempat, yang hancur dibom pada 6 Agustus 1945, dan kini dikenal sebagai Kubah Bom Atom. Atap, pintu, dan jendela tinggal rangka. Dinding-dinding tercabik dan terkelupas. Sungai Motoyasu mengalir tenang di depannya, bersisian dengan jalan yang membawa pengunjung memasuki Heiwa Kinen Koen, taman seluas 12 hektar.
Pusat taman adalah tugu yang menyerupai rumah beratap lengkung, terbuat dari beton. Peti granit hitam bernaung di bawahnya, menyimpan nama-nama korban yang tewas akibat pengeboman Hiroshima. Nama dan foto korban juga dipajang dalam aula khusus di sebuah gedung bundar, Hiroshima National Peace Memorial Hall for the Atomic Bomb Victims.
Korban bom atom Hiroshima yang terdaftar hingga tahun 2023 berjumlah 339.227 jiwa. Apa saja kriteria korban bom atom? Mereka yang mengalami pengeboman di Hiroshima pada 6 Agustus 1945 atau di Nagasaki pada 9 Agustus 1945, mereka yang terpapar radiasi di Hiroshima atau Nagasaki dalam dua minggu setelah pengeboman, mereka yang terpapar radiasi dalam upaya penyelamatan, dan janin dalam rahim perempuan-perempuan yang menjadi korban bom atom. Tak semua korban langsung mendaftar. Saya membaca kisah tentang penyintas bom atom atau hibakusha yang trauma dan memilih diam selama bertahun-tahun, karena khawatir anak-anaknya di sekolah mendapat stigma.
Berjalan lurus dari tugu, saya tiba di Museum Peringatan Perdamaian Hiroshima. Tiket masuk 200 yen. Pengunjung berasal dari berbagai negara, mulai dari warga lansia hingga anak-anak.
Ruang-ruang pamer permanen terletak di lantai dua. Foto hitam putih pada dinding ruang pertama menampakkan Kota Hiroshima sebelum pengeboman. Ruang berikutnya memperlihatkan kehancuran kota. Layar bulat berdiameter sekitar 5 meter di tengah ruangan menayangkan rekaman grafis sebelum bom atom meledak dan sesudahnya. Kota yang hidup menghilang, berganti bidang-bidang hitam dan garis-garis putih. Perlahan muncul tulisan di layar: Diperkirakan 140.000 orang meninggal di akhir 1945.
Bom uranium-235 itu dijuluki ”Little Boy”, dijatuhkan pesawat pengebom Amerika Serikat B-29 Enola Gay dari ketinggian 9.467 meter dan meledak sekitar 600 meter di atas kota pada 6 Agustus 1945. Memicu lonjakan suhu hingga 3.871 celsius. Sedetik kemudian, awan jamur raksasa membumbung. Lebih 40.000 orang tewas di Hiroshima di hari tersebut. Pada 9 Agustus 1945 bom atom plutonium-239, ”Fat Man”, dijatuhkan di Nagasaki dan menewaskan 20.000 orang.
Foto kakak beradik kehilangan rambut akibat radiasi, punggung laki-laki yang melepuh, wajah perempuan yang menderita luka bakar, dan korban-korban tak berdaya dengan tubuh atau wajah terbebat perban merupakan sebagian dari foto yang menyayat hati.
Lorong panjang mengarahkan pengunjung menuju bangunan utama museum. Foto hitam-putih seorang anak perempuan melekat pada dinding dekat pintu masuk ruang ”Reality of Atomic Bombing”. Tangan kanannya terbalut perban. Secarik kain kasa menempel pada bagian kiri wajahnya yang terluka. Saya ingin memeluknya erat-erat. Seorang siswa membungkuk hormat di muka foto itu.
Tak seorang pun mengetahui nama anak perempuan tersebut selama 72 tahun hingga suatu hari Tetsunobu Fujii tertegun menatap foto mengenang peristiwa bom atom Hiroshima yang dimuat surat kabar Mainichi Shimbun. Wajah dalam foto tak asing bagi Tetsunobu: ibunya sendiri, Yukiko Fujii. Pada 1977, pada usia 42 tahun Yukiko meninggal karena kanker sumsum tulang yang dipastikan akibat radiasi. Kini foto itu memiliki nama.
Ruang pameran ini berbentuk lorong gelap yang menikung di bagian tertentu. Cahaya berasal dari lukisan, foto, dan tulisan pada kedua sisi dinding, dan kotak-kotak koleksi. Keterangan tercantum dalam Bahasa Jepang dan Bahasa Inggris.
Foto kakak beradik kehilangan rambut akibat radiasi, punggung laki-laki yang melepuh, wajah perempuan yang menderita luka bakar, dan korban-korban tak berdaya dengan tubuh atau wajah terbebat perban merupakan sebagian dari foto yang menyayat hati.
Pakaian-pakaian korban disimpan dalam kotak kaca besar di tengah lorong. Salah satu pakaian yang menjadi koleksi museum ini adalah milik Hajime Fukuoka, pelajar berusia 14 tahun. Dia tidak pernah ditemukan. Ibunya terus mencari Hajime dan mengumpulkan abu dari sejumlah tempat yang diduga berasal dari tubuh sang anak. Suatu hari teman ayahnya menemukan seragam sekolah yang bertuliskan nama Hajime.
Kegelapan berubah terang di ruang pamer terakhir ”The Dangers of Nuclear Weapon”. Daya hancur bom nuklir sekarang berkali lipat dibanding bom atom Hiroshima. Hibakushadan aktivis perdamaian antinuklir gigih menuntut penghapusan senjata nuklir.
Salah satu tulisan di dinding mengungkap bahwa pada 24 Juni 1982, di markas PBB di New York, Walikota Hiroshima Takeshi Araki berbicara tentang program menggalang solidaritas kota-kota untuk penghapusan total senjata nuklir. Wali Kota Hiroshima dan Nagasaki mengundang wali kota di seluruh dunia agar mendukung rencana ini. Jejaring ”Wali Kota untuk Perdamaian" pun berkembang menjadi jejaring dunia. Banyak negara dan kota menjadi anggota. Di Eropa tercatat 41 negara dan 3.365 kota. Di Asia, 39 negara dan 3.355 kota. Di Oceania, 19 negara dan 137 kota. Di Afrika, 49 negara dan 438 kota.
Pada peta Perjanjian Penghapusan Senjata Nuklir di museum ini saya melihat 97 negara anggota PBB telah menandatangani perjanjian itu dan 70 negara telah meratifikasinya, termasuk Thailand, Malaysia, Filipina, Timor Leste, Selandia Baru, Austria, Irlandia, Palestina, Afrika Selatan, Kazakhtan, dan Bolivia. Indonesia sudah menandatangani, tetapi belum meratifikasi.
Pasca Perang Pasifik, pemerintah Amerika Serikat dan Jepang menandatangani perjanjian keamanan. Saat ini 81 pangkalan militer Amerika Serikat beroperasi di Honshu, Kyushu, dan Okinawa.