Putusan MK yang menolak seluruh permohonan sengketa hasil Pilpres 2024 diwarnai pendapat berbeda dari tiga hakim.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Mahkamah Konstitusi atau MK menolak seluruh permohonan sengketa hasil pemilihan presiden yang diajukan calon presiden-calon wakil presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Putusan MK yang diiringi dissenting opinion atau pendapat berbeda dari tiga hakim ini mengabsahkan kemenangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilihan Presiden 2024.
Baru kali ini ada pendapat berbeda dalam putusan MK terkait sengketa hasil pilpres. Dalam putusannya, MK juga menyampaikan catatan untuk perbaikan pemilu ke depan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Atas putusan MK itu, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud menerima serta menghormati. Ucapan selamat bekerja kepada Prabowo-Gibran juga disampaikan. Setelah proses persidangan sengketa hasil pilpres di MK tuntas, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bakal menetapkan Prabowo-Gibran sebagai pasangan presiden-wakil presiden terpilih pada Rabu (24/4/2024).
Selama pembacaan putusan MK, Prabowo berada di kantornya di Kementerian Pertahanan. Senin malam, ia kembali ke kediamannya. ”Kita bersyukur proses di MK sudah selesai dan kita sekarang tentunya lakukan persiapan-persiapan untuk menghadapi masa depan,” ujar Prabowo.
Prabowo menilai, MK telah menjalankan tugas yang berat. Selanjutnya, ia akan datang ke KPU pada Rabu. Prabowo juga mengucapkan terima kasih kepada masyarakat atas dukungannya dan semua pihak yang telah bekerja keras untuk pemenangannya.
Ganjar dan Mahfud pun sepakat menerima putusan MK. ”Kami ucapkan selamat bekerja untuk pemenang dan mudah-mudahan PR (pekerjaan rumah) bangsa ke depan bisa segera diselesaikan,” kata Ganjar.
Sementara itu, Mahfud menyoroti tiga hakim konstitusi yang berbeda pendapat, yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat. Menurut mantan Ketua MK ini, sejarah baru dalam perkembangan hukum terukir karena baru kali ini dalam penanganan sengketa hasil pilpres oleh MK ada yang berbeda pendapat. ”Ini rupanya ndak bisa disatukan sehingga dissenting opinion,” ujarnya.
Melalui rekaman video, Anies dan Muhaimin pun menyatakan menghormati putusan MK. Meski demikian, Anies mengingatkan segenap pihak untuk terus memperkuat demokrasi. Muhaimin secara khusus mengapresiasi tiga hakim yang berbeda pendapat dan menilai ketiganya menjadi harapan bagi tegaknya konstitusi serta kembalinya marwah konstitusi ke depan. ”Putusan MK tak mengejutkan, putusan mengonfirmasi bahwa kita, termasuk MK, tak kuasa menahan laju pelemahan demokrasi di negeri kita,” ujarnya.
Pembacaan putusan dua perkara sengketa hasil pilpres dibacakan secara berurutan, dimulai dari Anies-Muhaimin, kemudian Ganjar-Mahfud. Meski ada unjuk rasa dari kelompok massa yang meminta MK menerima permohonan pemohon sengketa, pembacaan putusan tetap bisa berlangsung hingga tuntas. Massa pengunjuk rasa pun berangsur membubarkan diri setelah putusan dibacakan.
Saat pembacaan putusan oleh delapan hakim konstitusi, hakim Anwar Usman tak berada di Gedung MK. Eks Ketua MK itu dilarang menangani perkara pilpres karena potensi konflik kepentingan dengan Gibran yang merupakan keponakannya. ”Setahuku (Anwar Usman) enggak ke kantor,” kata Juru Bicara MK Fajar Laksono.
Tak terbukti
Dalam pertimbangan hukum MK, hakim menolak seluruh dalil pemohon karena tak terbukti di persidangan. Dalil yang dikelompokkan menjadi enam kluster itu adalah independensi penyelenggara pemilu, keabsahan pencalonan presiden dan wakil presiden, bantuan sosial (bansos), mobilisasi/netralitas pejabat/aparatur negara, prosedur penyelenggaraan pemilu, serta pemanfaatan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Meski menolak seluruh dalil pemohon, hakim memberikan sederet catatan untuk perbaikan pemilu ke depan. Terkait pembagian bantuan sosial saat pemilu, misalnya, Mahkamah berpendapat, perlu pembentukan norma hukum yang mengatur pembatasan atas penggunaan dan pengaitan antara program pemerintah dengan kepentingan pribadi, terutama dalam kaitannya dengan kontestasi pemilu ataupun kepentingan elektoral lainnya.
”Norma hukum demikian perlu segera dibentuk sebelum pelaksanaan pemilu berikutnya, termasuk pemilihan kepala daerah,” ujar hakim konstitusi Ridwan Mansyur. Pada November mendatang, akan digelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Nasional 2024.
Catatan juga diberikan terkait netralitas aparat di pemilu. Mahkamah memandang netralitas aparat adalah aspek penting dari prinsip demokrasi. Tanpa netralitas, demokrasi dapat terancam oleh otoritarianisme. ”Dengan demikian, diharapkan dapat dibentuk sistem yang kuat untuk mengantisipasi ketidaknetralan aparatur negara dalam penyelenggaraan pemilu,” kata hakim konstitusi Suhartoyo.
Selain itu, kinerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga disoroti. Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih mengingatkan, Bawaslu bisa kehilangan eksistensinya jika tidak berubah. ”Jika terjadi pelanggaran pada setiap tahapan pemilu, Bawaslu harus masuk ke dalam substansi laporan atau temuan untuk membuktikan ada tidaknya secara substansial telah terjadi pelanggaran pemilu, termasuk dalam hal ini pemilihan kepala daerah,” kata Enny.
Adapun Saldi dalam dissenting opinion mengemukakan, dalil pemohon yang berkenaan dengan politisasi bansos dan mobilisasi aparat/aparatur negara/penyelenggara negara beralasan hukum. Oleh karena itu, seharusnya Mahkamah memerintahkan pemungutan suara ulang di beberapa daerah. Senada dengan Saldi, Enny dan Arief pun menilai MK seharusnya memerintahkan pemungutan suara ulang di beberapa daerah. Alasannya serupa karena mereka menilai adanya ketidaknetralan pejabat negara. (ANA/SYA/WIL/DYT/TIO/GIO/NIA/BOW/DNA/PDS)