Budiman Sudjatmiko: Pernyataan Prabowo Tidak untuk Mendiskreditkan PDI-P
Pernyataan Prabowo justru mengingatkan kembali kepada publik bahwa pengaruh Bung Karno melampaui sekat-sekat kepartaian.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Budiman Sudjatmiko, menegaskan bahwa pernyataan Prabowo mengenai Presiden pertama RI Soekarno atau Bung Karno bukan milik partai politik tertentu, tidaklah ditujukan untuk mendiskreditkan ataupun menghina Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P. Dengan pernyataan itu, Prabowo justru ingin mengingatkan kembali ke publik bahwa pengaruh Bung Karno melampaui sekat-sekat kepartaian.
Dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai Amanat Nasional (PAN) di Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2024), Prabowo menyampaikan, selama ini ada pihak yang selalu mengklaim seolah-olah Bung Karno hanya miliknya. Ia pun menegaskan, Bung Karno bukan milik partai politik tertentu, melainkan milik seluruh rakyat Indonesia.
Budiman Sudjatmiko saat dihubungi di Jakarta, Jumat (10/5/2024), mengatakan, pernyataan Prabowo tersebut tidak untuk mendiskreditkan PDI-P. Ia meyakini, Prabowo tak pernah sekali pun berniat untuk menyerang PDI-P.
”Enggak (mendiskreditkan PDI-P). Pak Prabowo, kan, terus bicara persatuan dan kerja sama. Saya kira beliau tidak dalam rangka ofensif berbicara seperti itu. Kan, selama ini tidak ofensif,” ujar Budiman.
Menurut Budiman, tujuan Prabowo menyatakan hal itu justru untuk menghargai Bung Karno. Ia mengklaim, Prabowo merasa mendapatkan inspirasi dari para presiden terdahulu.
Prabowo, lanjut Budiman, juga ingin mengingatkan kembali kepada publik bahwa ajaran-ajaran Soekarno tidak hanya dimiliki oleh satu partai, tetapi melampaui sekat-sekat kepartaian. ”Jadi, beliau (Prabowo) mau mengingatkan, jangan mengerdilkan Bung Karno hanya milik satu partai. Bukan dalam rangka menghina PDI-Perjuangan, tidak,” ujarnya.
Budiman juga menepis anggapan bahwa pernyataan Prabowo itu menunjukkan buntunya komunikasi politik antara Prabowo dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Ia justru mengungkapkan bahwa pertemuan di antara keduanya tinggal menunggu waktu yang tepat.
Hanya soal waktu
Budiman lalu mengungkapkan pertemuannya yang secara tidak sengaja dengan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Bambang Wuryanto di suatu momen. Dalam kesempatan itu, Budiman menanyakan ke Bambang mengenai kesediaan Megawati untuk bertemu dengan Prabowo.
”Ha kui (itu) masalah waktu, tetapi aku yakin Ibu Mega pasti mau (bertemu Prabowo). Begitu kata Mas Bambang. Jadi, soal waktu saja,” kata Budiman.
Sementara itu, dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, berpandangan lain. Menurut dia, pernyataan Prabowo itu sangat jelas merupakan serangan politik secara implisit kepada PDI-P.
”Jelas kalimat itu dialamatkan ke PDI-P. Maka, statement Prabowo itu menjadi penanda yang terang benderang bagi arah pola relasi presiden terpilih dengan PDI-P ke depan,” ucap Umam.
Jelas kalimat itu dialamatkan ke PDI-P. Maka, statement Prabowo itu menjadi penanda yang terang benderang bagi arah pola relasi presiden terpilih dengan PDI-P ke depan.
Pernyataan itu, lanjut Umam, tampaknya dimunculkan Prabowo sebagai ekspresi kekecewaan atas buntunya jalur komunikasi politik antara dirinya dan Megawati yang telah diupayakan selama ini. Alhasil, tak heran, pernyataan Prabowo ini menegaskan arah sikap yang berseberangan antara Prabowo dan PDI-P yang akan menjalankan fungsi dan peran oposisi di pemerintahan mendatang.
Kendati demikian, masih ada waktu sekitar lima bulan bagi Prabowo untuk bisa membuka ruang negosiasi dan kompromi kembali dengan PDI-P. Namun, resistensi utama dari komunikasi itu terletak pada keberadaan Gibran sebagai lingkaran terdekat Presiden Joko Widodo ataupun Prabowo, yang menjadi salah satu simbol dalam gerbong besar koalisinya.