Telah Diseleksi, Sejumlah Nama untuk Pansel Capim KPK Diajukan ke Presiden
Komisi III DPR berharap agar pansel yang terbentuk jangan hanya mengikuti selera pemerintah.
Oleh
SUHARTONO, NIKOLAUS HARBOWO, PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setidaknya kurang dari 20 nama bakal calon panitia seleksi calon pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi telah diserahkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno kepada Presiden Joko Widodo, Senin (13/5/2024). Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat berharap panitia seleksi yang terbentuk jangan sampai hanya mengikuti selera pemerintah.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, nama-nama bakal calon panitia seleksi calon pimpinan dan Dewas Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (panselcapim dan Dewas KPK) yang diajukan ke Presiden itu telah melalui proses penyaringan dengan menyisihkan sejumlah nama yang sebelumnya mempersoalkan Presiden pada Pemilu 2024. Saat dikonfirmasi, Pratikno mempersilakan Kompas meminta nama-nama yang disisihkan itu ke stafnya.
Pratikno mempersilakanKompas meminta nama-nama yang disisihkan itu ke stafnya.
Sebelumnya, Pratikno mengungkapkan, nama-nama bakal calon pansel capim dan Dewas KPK tersebut disampaikan kepada Presiden di sela-sela kegiatan Presiden melaksanakan kunjungan kerja di Kendari, Sulawesi Tenggara. Pratikno turut mendampingi Presiden melakukan kunjungan kerja ke Kendari sejak Minggu (12/5/2024), dan akan berlangsung hingga Selasa (14/5/2024).
”Pansel KPK sesegera ditetapkan dan dibentuk,” ujar Pratikno saat dihubungi dari Jakarta, Senin (13/5/2024).
Pratikno mengungkapkan, ada belasan nama yang diusulkan ke Presiden. Untuk selanjutnya, sembilan nama akan ditetapkan sebagai anggota pansel dengan komposisi lima dari unsur pemerintah dan empat dari unsur masyarakat.
Menurut sumber Kompas, ada puluhan nama yang mewakili publik yang diusulkan oleh kelompok masyarakat sipil. Selain itu, ada pula nama-nama yang diusulkan dari pemerintahan, seperti direktur jenderal di kementerian, dan lainnya.
”Sejumlah nama (yang diusulkan oleh kelompok masyarakat sipil) bahkan ada yang pernah mempersoalkan Presiden saat pemilu lalu. Tentu (mereka) tidak akan lolos,” ungkap sumber tersebut.
Saat dikonfirmasi terkait dengan nama-nama yang tak lolos tersebut, Pratikno meminta untuk menghubungi stafnya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Trimedya Panjaitan, saat dihubungi dari Jakarta, Senin, mengatakan, rekam jejak pansel capim dan Dewas KPK harus diperhatikan. Mereka harus memenuhi kriteria, di antaranya memiliki rekam jejak yang baik, tidak pernah terlibat dalam perkara korupsi secara langsung ataupun tidak langsung, serta bukan partisan.
Lebih dari itu, lanjut Trimedya, pemilihan nama-nama anggota pansel juga jangan sampai hanya mengikuti selera pemerintah. Sebab, jika demikian, pansel itu sangat mungkin digiring untuk memilih calon-calon tertentu yang sudah dikehendaki pemerintah.
”Bisa saja orang-orang yang menjadi pimpinan KPK nanti sudah ada, sudah dipersiapkan, sesuai kriteria pemerintah. Ini, kan, bahaya. Bahasa saya, ada pengondisian tertentu. Belum pendaftaran (capim KPK) saja, pemerintah sudah tahu siapa yang bakal menjadi pimpinan KPK,” ujar Trimedya.
Karena itu, ia sangat tidak setuju jika anggota pansel capim dan Dewas KPK lebih didominasi unsur pemerintah dibandingkan unsur masyarakat sipil dan akademisi. Menurut dia, hal tersebut sangat tidak lazim karena suara masyarakat sipil dan akademisi akan kalah dalam proses penentuan capim KPK nantinya.
Utamakan akademisi
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Sarifuddin Suding, sepakat dengan Trimedya. Pansel yang dibentuk nantinya harus memahami tentang lahirnya KPK di mana ketika itu semua pihak menghendaki agar pemberantasan korupsi dilakukan secara masif, independen, dan bebas dari campur tangan pihak mana pun.
Untuk itu, menurut dia, anggota-anggota pansel nantinya harus berintegritas tinggi. Unsur masyarakat dan akademisi pun diharapkan lebih dominan dibandingkan unsur pemerintah. Artinya, jangan sampai nanti memunculkan persepsi di masyarakat bahwa ada pengondisian pansel, hingga capim KPK terpilih nantinya.
”Jangan sampai capim KPK yang diloloskan seakan-akan sudah dikondisikan pihak pemerintah. KPK yang tadinya independen dan kredibel, tetapi karena kepentingan di balik itu, membuat kepercayaan masyarakat (kepada KPK) menjadi tergerus. Persepsi publik (terhadap KPK) menjadi jelek,” ucapnya.
Anggota-anggota pansel nantinya harus berintegritas tinggi. Unsur masyarakat dan akademisi pun diharapkan lebih dominan dibandingkan unsur pemerintah.
Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menegaskan bahwa KPK lahir dari UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. KPK merupakan lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif. Artinya, KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya itu bersifat independen serta bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.
Untuk itu, independensi KPK dalam pemberantasan korupsi harus dipastikan dapat ditegakkan. Dengan demikian, KPK dapat bekerja efektif dan memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat. ”Maka, untuk menjaga dan mengawal independensi KPK, salah satunya adalah mengawal pemilihan calon pimpinan dan Dewan Pengawas KPK sedari awal,” ujar Ali.
Tidak maju kembali
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, berdasarkan pengalamannya sebagai pimpinan KPK selama 8-9 tahun, semakin seseorang tidak memiliki afiliasi dengan instansi tempat asal atau mempunyai hubungan dengan para pejabat-pejabat tinggi yang lain, maka itu lebih baik. Artinya, ketika pimpinan KPK ingin melakukan penindakan, tidak ada rasa sungkan.
Memilih pimpinan KPK, lanjutnya, juga perlu memperhatikan profesionalisme dan integritas dari setiap capim KPK. Tak hanya itu, capim KPK juga harus memahami sejumlah isu, mulai dari proses bisnis, celah korupsi, hingga modusnya-modusnya. Jika tidak, pimpinan KPK justru akan dikadali oleh pelaku korupsi.
Alexander pun menegaskan, dirinya sudah tidak berminat lagi untuk maju menjadi capim KPK.