Joko Pinurbo, Ujung Puisi Sang Pembaru
Dalam puisi-puisi Joko Pinurbo, barang sehari-hari hadir sebagai jalan masuk untuk membahas beragam tema. Satu kebaruan.
Penyair Joko Pinurbo berpulang sehari sebelum Hari Puisi Nasional. Melalui puisi-puisinya dia menunjukkan kemungkinan-kemungkinan baru dalam lanskap perpuisian Indonesia. Pada titik itu, dia seorang pembaharu.
Joko Pinurbo atau Jokpin meninggal pada Sabtu (27/4/2024) pagi di Rumah Sakit (RS) Panti Rapih, Yogyakarta dan dimakamkan di Kabupaten Sleman, DIY, Minggu (28/4/2024), tepat di Hari Puisi Nasional yang diperingati untuk mengenang kepergian penyair Chairil Anwar.
Istri Jokpin, Nurnaeni Amperawati Firmina, menuturkan, suaminya dirawat di RS Panti Rapih sejak Kamis (25/4/2024). Jokpin dibawa ke rumah sakit karena mengeluh sesak napas. Namun, setelah dirawat selama beberapa waktu, penyair kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, pada 11 Mei 1962 itu mengembuskan napas terakhir, ujung puisinya.
Saya mengenalnya sebagai pribadi yang sederhana, tidak neko-neko.
Jokpin sudah lama sakit. Pada akhir Oktober 2023, dia sedianya mengisi acara Festival Kata Kompas, tetapi urung.
”Belakangan ini kondisi kesehatan saya kurang baik. Penyakit bawaan saya kambuh; untuk sementara tergantung terapi oksigen dan nebulizer. Saya belum yakin bisa datang ke Jakarta. Mohon maaf dan harap maklum ya, Mas,” kata Jokpin pada 17 Oktober 2023.
Setelah itu, Jokpin lebih banyak istirahat untuk perawatan. Awal tahun ini, kondisinya membaik sehingga bisa dirawat di rumah. Kemudian memburuk lagi sehingga harus kembali ke rumah sakit pada 24 April hingga berpulang pada usia 61 tahun.
Dia meninggalkan seorang istri, dua anak, dan dua cucu. ”Saya mengenalnya sebagai pribadi yang sederhana, tidak neko-neko,” ujar Nurnaeni saat ditemui di Rumah Duka PUKJ, Sabtu siang.
Baca juga: Joko Pinurbo, Tamasya Rohani dalam Puisi
Jokpin sebagai penyair dikenal luas setelah dia menerbitkan buku kumpulan puisi pertamanya, Celana (1999). Puisi-puisi Jokpin dinilai menawarkan kebaruan karena banyak bergulat dengan benda sehari-hari, seperti celana, sarung, telepon genggam, dan kamar mandi, yang jarang muncul dalam karya penyair-penyair sebelumnya.
Puisi-puisi Jokpin membuat lanskap pengucapan perpuisian kita menjadi sangat kaya dan luas. Kita jadi melihat banyak kemungkinan.
Dalam puisi-puisi Jokpin, barang sehari-hari itu hadir sebagai jalan masuk untuk membahas beragam tema. Dalam sajak ”Celana, 1” yang dibuat tahun 1996, misalnya, Jokpin memakai celana untuk membicarakan kerinduan seorang anak pada sang ibu:
Lalu ia ngacir/tanpa celana/dan berkelana/mencari kubur ibunya/hanya untuk menanyakan:/”Ibu, kausimpan di mana celana lucu/yang kupakai waktu bayi dulu?”//
Dalam sajak ”Telepon Genggam”, Jokpin menggunakan telepon genggam untuk membicarakan ihwal asmara. Telepon genggam menjadi sarana Jokpin untuk berkisah tentang seorang laki-laki yang merindukan perempuan yang ditemuinya di sebuah pesta.
Kapling tersendiri
Penyair Hasan Aspahani mengatakan, Jokpin merupakan penyair yang berhasil membuka kapling tersendiri dalam lanskap perpuisian Indonesia. Sebab, puisi-puisi Jokpin menghadirkan cara ucap baru yang berbeda dengan karya-karya penyair sebelumnya sehingga ia dinilai sebagai salah seorang pembaharu dalam tradisi perpuisian Indonesia.
”Puisi-puisi Jokpin membuat lanskap pengucapan perpuisian kita menjadi sangat kaya dan luas. Kita jadi melihat banyak kemungkinan,” kata Hasan yang banyak belajar dari karya-karya Jokpin.
Bagi Hasan, karya-karya Jokpin berhasil menghadirkan kesegaran dalam perpuisian Indonesia yang sebelumnya lebih banyak memiliki nuansa muram. Karya-karya Jokpin juga menunjukkan, benda-benda yang biasa kita temui sehari-hari bisa didayagunakan dalam penciptaan puisi.
Baca juga: Joko Pinurbo dan Keindahan dalam Dunia Sehari-hari
Selain itu, Jokpin juga mengikuti perkembangan teknologi, seperti internet dan media sosial, untuk memperkaya puisi-puisinya. Bahkan, dia pernah menerbitkan buku berjudul Haduh Aku Di-Follow yang berisi kumpulan puitwit atau puisi-twitter.
Unsur lain yang penting dalam puisi-puisi Jokpin adalah humor. Menurut Hasan, dalam puisi Jokpin, humor dipadukan dengan berbagai unsur lain, misalnya tragedi dan romantisme. ”Karena itu, humor menjadi tampil lain dalam sajak-sajak Mas Jokpin,” ucap sastrawan yang juga menjadi Wakil Ketua 1 Dewan Kesenian Jakarta itu.
Penyair Warih Wisatsana menambahkan, karya Jokpin merekam kehidupan sosial, budaya, dan politik negeri selama 30 tahun terakhir. ”Semua itu menggambarkan kerja intelektual Jokpin yang panjang. itu yang diwariskan ke generasi penyair berikutnya,” tuturnya.
Mari kita buka/apa isi kaleng Khong Guan ini:/ biskuit/peyek/ keripik/ampiang/atau rengginang?//Simsalabim//Buka!// Isinya ternyata/ponsel/kartu ATM/ tiket/ voucer/ obat/jimat/ dan kepingan-kepingan rindu/ yang sudah membatu//
Demikian salah satu puisi karya Jokpin berjudul ”Agama Khong Guan” dalam buku Perjamuan Khong Guan. Buku berisi 80 judul puisi tersebut diluncurkan bersama puluhan orang di toko buku Gramedia, Jakarta, pada 26 Januari 2020.
Kala itu, Jokpin menjelaskan bahwa bukunya bukan sekadar bicara soal merek biskuit, tapi juga soal cinta dan keberagaman.
Inspirasi
Di kalangan sastrawan muda, Jokpin adalah inspirasi. Banyak yang makin aktif berpuisi setelah membaca karya-karya dia. Pembawaanya juga egaliter. Salah satu saksinya adalah Gratiagusti Chananya Rompas, yang sedikitnya telah menulis tiga buku puisi. Karya Jokpin, Celana, menginspirasinya membentuk komunitas Bunga Matahari tahun 2005. Anggota komunitas itu bermain sembari mengasah kemampuan berpuisi saat berkumpul.
Jokpin memengaruhi saya tentang bagaimana memandang puisi.
Dari karya Jokpin pula Anya, begitu dia biasa disapa, belajar soal ekonomi kata. Menurut dia, setiap kata dalam karya Jokpin selalu berfungsi. Itu sebabnya Jokpin mampu membuat puisi pendek yang bermakna besar.
”Puisi-puisi Jokpin di buku Celana sangat segar dan itu membuat saya merasa bahwa puisi tidak harus pakai kata yang berbunga-bunga. Bisa saja pakai kata sehari-hari. Puisi juga boleh galau, tetapi bisa juga bercanda lewat puisi. Jokpin memengaruhi saya tentang bagaimana memandang puisi,” ujar Anya.
Bagi editor penerbit Gramedia Pustaka Utama yang selama ini mengedit buku-buku Jokpin, Mirna Yulistianti, Jokpin merupakan salah satu penyair terbaik Indonesia setelah Sapardi Djoko Damono. Meski begitu, Jokpin selalu bersikap rendah hati saat berinteraksi dengan berbagai pihak.
Jokpin juga selalu bersikap kooperatif dengan penerbit bukunya sehingga selalu hadir saat diminta menjadi narasumber. ”Ada beberapa kali kesempatan, ternyata beliau sedang sakit, tetapi masih mau menyempatkan diri untuk hadir di bedah buku yang kami adakan,” kata Mirna yang sudah 17 tahun menjadi editor buku Jokpin.
Mirna memaparkan, Jokpin pun selalu mendukung para penyair muda di Indonesia. Bahkan, Jokpin sebagai penyair senior bersedia menulis puisi persembahan untuk sejumlah penyair muda, seperti Aan Mansyur dan Adimas Immanuel.
”Mas Jokpin juga sering merekomendasikan beberapa penulis untuk diterbitkan bukunya. Ini penting untuk regenerasi,” ucapnya.
Jokpin berkarya mengikuti arus zaman sehingga selalu relevan. Sang pembaharu itu sudah sampai di ujung puisi untuk mengawali puisi lain pada halaman baru. Pada Hari Puisi Nasional ini, kami mengantarmu. Selamat Jalan. Selamat berpuisi dari tempat terlembut Tuhan!