Sampan Terbalik Saat Memancing, Dokter di Lombok Tengah Belum Ditemukan
Seorang dokter hilang setelah sampan yang ia gunakan saat memancing terbalik dihantam gelombang di Lombok Tengah.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Sampan yang digunakan tiga warga saat memancing di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, terbalik dihantam gelombang. Dua orang selamat, tetapi satu orang lain yang merupakan seorang dokter dinyatakan hilang.
Peristiwa itu terjadi di perairan Lancing, Dusun Tampah, Desa Mekar Sari, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah, Rabu (17/4/2024) sekitar pukul 15.00 Wita. Kawasan perairan yang berjarak sekitar 18 kilometer barat Sirkuit Mandalika itu memang kerap digunakan warga untuk memancing.
Kepala Kantor SAR Mataram Lalu Wahyu Efendi dalam keterangan pers di Mataram, Jumat (19/4/2024), mengatakan, korban yang hilang itu bernama Lalu Wisnu Aditya Wardana (27). Wisnu berasal dari Desa Kateng Pendem, Praya Barat.
Koordinator Rescuer Kantor SAR Mataram, I Kadek Agus Ariawan, menjelaskan, berdasarkan penuturan salah seorang pemancing yang selamat, tiga orang itu memancing pada Rabu sekitar pukul 09.00 Wita. Mereka terdiri dari Wisnu, seorang pemancing lain, dan kapten atau pemimpin rombongan.
”Sampan mereka terkena gelombang dan terbalik. Kapten meminta dua orang lain untuk tetap berpegangan di sampan, lalu dia ke pinggir untuk mencari bantuan,” kata Kadek.
Saat tiba di pinggir perairan, sang kapten masih bisa melihat Wisnu dan satu rekannya. Namun, tak lama kemudian, Wisnu berenang dengan bantuan kotak peralatan memancing. Saat dicek kembali, hanya satu orang yang berada di sampan, sedangkan Wisnu hilang.
Wisnu sehari-hari bekerja sebagai dokter. ”Dia bertugas di RS Praya (Lombok Tengah). Dia memang hobi memancing ke laut,” kata Lalu Erwin, salah seorang rekan Wisnu.
Sejak menerima laporan kejadian itu, tim SAR gabungan mulai mencari. Pencarian melibatkan TNI, Polri, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), nelayan, warga setempat, pihak keluarga, dan unsur lainnya. ”Sampai siang ini, hasilnya masih nihil,” kata Kadek.
Menurut Kadek, seperti pada kejadian-kejadian sebelumnya, pencarian itu menggunakan sejumlah metode. Pencarian di permukaan dilakukan dengan perahu karet, kapal nelayan, serta sarana lain. Selain itu, tim SAR juga menerjunkan penyelam untuk membantu pencarian.
Selain itu, tim SAR juga menyisir area pesisir hingga kawasan Selong Belanak yang berjarak sekitar 6,8 kilometer dari perairan Lancing. ”Kami juga mencari lewat udara menggunakan drone. Drone ini dilengkapi sensor pendeteksi suhu,” ujar Kadek.
Dia menambahkan, proses pencarian di laut terkendala cuaca berupa gelombang tinggi. Sementara itu, pencarian dengan drone terkendala sinyal karena di kawasan tersebut terdapat banyak perbukitan.
Kami juga mencari lewat udara menggunakan drone. Drone ini dilengkapi sensor pendeteksi suhu.
Berdasarkan pantauan Kompas, Jumat siang, gelombang tinggi tampak di kawasan Pantai Lancing. Meski begitu, operasi SAR terus berlangsung. Tim gabungan sempat mengadakan rapat untuk membagi diri menjadi tim-tim kecil untuk menyisir sejumlah titik.
”Selain menerjunkan personel dan siaga di lokasi sejak kejadian, kami juga sudah berkoordinasi dengan unsur terkait lain untuk proses pencarian. Termasuk menyiagakan ambulans dari Palang Merah Indonesia jika nanti korban ditemukan,” kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Lombok Tengah Harjono.
Waspada
Untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, Harjono mengimbau masyarakat untuk selalu waspada saat beraktivitas di kawasan perairan. Warga juga diimbau selalu memantau informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
”Selain menggunakan perlengkapan keselamatan, mohon agar tetap memperbarui informasi cuaca dari BMKG. Apalagi BMKG rutin menyampaikannya melalui kanal resmi mereka,” kata Harjono.
Prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi Zainuddin Abdul Madjid, Nur Siti Zulaichah, juga mengimbau masyarakat untuk mewaspadai gelombang yang tingginya mencapai 2 meter atau lebih.
Kondisi yang diperkirakan berlangsung pada 19-20 April 2024 itu berpotensi melanda Selat Lombok (selat antara Lombok dan Bali) bagian selatan, Selat Alas (selat antara Lombok dan Sumbawa) bagian selatan, dan Samudra Hindia selatan NTB.