Kekerasan Berbasis Jender, Bukan Cuma Hasyim Asy’ari, KPU Daerah Pun Dituding
Kekerasan berbasis jender yang melibatkan penyelenggara pemilu tak hanya di tingkat nasional, ada juga di daerah.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kekerasan berbasis jender dalam penyelenggaraan pemilu diduga tidak hanya terjadi dalam kasus yang melibatkan Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy’ari. Sejumlah kasus yang melibatkan relasi kuasa hingga peraturan yang tidak adil jender telah dilaporkan dan masuk dalam pemantauan beberapa institusi.
Komisioner Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Siti Aminah Tardi mengatakan, pihaknya mendefinisikan kekerasan berbasis jender dalam pemilu melalui berbagai contoh kasus. Misalnya, berbentuk rayuan dan komentar terkait ujaran seksual yang tidak diinginkan. Intimidasi dan ancaman juga termasuk bagian dari kategori kekerasan berbasis jender itu.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Merujuk laporan yang disampaikan masyarakat ke Komnas Perempuan sepanjang tahun 2020 hingga April 2024, kasus kekerasan berbasis jender yang masuk dalam pemantauan lembaga tersebut bisa dikategorikan ke dalam beberapa kelompok. Pertama, berdasarkan keterkaitannya dengan peraturan kepemiluan. Kedua, terkait dengan terduga pelaku.
Kasus yang terkait dengan terduga pelaku, contohnya, melibatkan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari. Hasyim sebelumnya kembali dilaporkan oleh masyarakat ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Kamis (17/4/2024), atas dugaan tindak asusila terhadap anggota panitia penyelenggara pemilu luar negeri (PPLN). Itu merupakan laporan kedua setelah Hasyim dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir oleh DKPP pada April 2023. Tahun lalu, Hasyim dilaporkan melakukan tindak asusila kepada Hasnaeni, Ketua Umum Partai Republik Satu.
”(Ada pula) pelecehan seksual dalam pemeriksaan kesehatan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) di sejumlah daerah,” katanya dalam diskusi daring ”Mewujudkan Ekosistem Penyelenggara Pemilu yang Adil Gender”, Jumat (18/4/2024).
Terjadi di KPU daerah
Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati, yang juga hadir sebagai pembicara di diskusi tersebut, mengatakan, kekerasan berbasis jender yang melibatkan penyelenggara pemilu tidak hanya terjadi di tingkat nasional. Pihaknya pun menerima laporan kasus serupa yang melibatkan pejabat di KPU Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Sumatera Utara. Dalam kasus tersebut, pelaku diduga merayu dan mengintimidasi korban dalam konteks relasi kuasa yang timpang.
Dalam konteks yang lebih besar, rupa-rupa pelecehan seksual, guyonan seksis, itu sangat sering terjadi. Itu seolah-olah seperti kultur yang sulit diubah dalam lingkup penyelenggara pemilu.
Oleh karena itu, kata Mike, pelaporan kedua terhadap Hasyim Asy’ari semestinya menjadi catatan keras bagi penyelenggaraan pemilu. Harus ada keputusan tegas karena kasus kekerasan berbasis jender yang melibatkan penyelenggara pemilu sudah berulang kali terjadi. ”Dalam konteks yang lebih besar, rupa-rupa pelecehan seksual, guyonan seksis, itu sangat sering terjadi. Itu seolah-olah seperti kultur yang sulit diubah dalam lingkup penyelenggara pemilu,” ujarnya.
Selain yang melibatkan penyelenggara, merujuk ke laporan yang masuk ke Komnas Perempuan, kekerasan berbasis jender juga terjadi terkait dengan peraturan kepemiluan, misalnya, menyangkut Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Peraturan tersebut sempat digugat oleh masyarakat sipil karena mengurangi pemenuhan kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam pemilihan anggota legislatif.
Perbaiki perekrutan
Baik Siti Aminah maupun Mike melihat, ekosistem penyelenggara pemilu harus dibangun kembali agar bebas dari kekerasan berbasis jender. Hal itu perlu dimulai dengan memperbaiki perekrutan terhadap para calon anggota KPU, baik di tingkat nasional maupun daerah. Perspektif adil jender harus sudah menjadi bagian dari penilaian sejak awal proses seleksi.
”Calon harus bersih dari rekam jejak (kekerasan berbasis jender dalam bentuk) fisik, psikis, sosial, dan ekonomi,” kata Siti Aminah mencontohkan salah satu syarat yang diperlukan saat merekrut calon anggota KPU.
Bukan hanya pada calon anggota KPU, kata Mike, hal serupa juga perlu diberlakukan terhadap tim seleksi atau panitia seleksi. Rekam jejak tim seleksi yang diperhitungkan semestinya tidak hanya terkait profesionalitas mereka, tetapi juga etika dan moralitas.
”Proses seleksi selama ini juga menjadi problem karena panitia seleksi banyak yang isinya laki-laki, (umumnya) mereka menilai calon perempuan (dengan perspektif yang tidak adil jender) dan memunculkan masalah-masalah keperempuanan (yang tidak terbukti), misalnya perempuan sering capek dan lain-lain,” kata Mike.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Anis Hidayah, mengatakan, kasus yang melibatkan Hasyim Asy’ari menjadi salah satu poin yang didiskusikan pihaknya saat mengevaluasi penyelenggaraan pemilu. Komnas HAM berempati terhadap korban serta berpedoman pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) untuk menggunakan perspektif adil jender, salah satunya mendengarkan dan memercayai korban. Semangat UU TPKS itu juga seharusnya digunakan pada semua institusi, tidak terkecuali penyelenggara pemilu.
Menurut Anis, prinsip penyelenggaraan pemilu sudah diatur secara komprehensif, termasuk memuat ketentuan agar penyelenggara pemilu harus memiliki integritas, jujur, dan adil. Dalam konteks tersebut, adil yang dimaksud termasuk pada adil jender sehingga penyelenggara pemilu harus bisa mengantisipasi kasus-kasus kekerasan seksual.
”UU TPKS mengandung pesan kuat bahwa UU itu harus diinternalisasi di institusi negara dan nonnegara untuk dipastikan setiap penyelenggaraan pemerintah harus dipastikan tidak ada abuse of power dan kekerasan seksual. Peraturan internal di setiap instansi harus didorong untuk menginternalisasi nilai-nilai di dalam UU TPKS,” kata Anis.