Berbahasa Daerah Itu Keren
Anak muda diajak bangga dan merasa keren menjadi pelestari bahasa daerah yang dimiliki Indonesia.
Berbahasa daerah di kalangan pelajar kian dianggap keren. Gelaran Festival Tunas Bahasa Ibu dari tingkat kecamatan, kota atau kabupaten, provinsi, hingga nasional menjadi ajang bagi anak-anak muda yang mau berbahasa daerah untuk unjuk prestasi.
Talenta pelajar dalam berbahasa daerah diakui manajemen talenta nasional, sama halnya seperti bidang lain di seni budaya, debat bahasa Inggris, olahraga, sains, hingga penelitian.
Navika Rivalna, siswa Sekolah Dasar (SD) Haurpanggung 1 Garut, Jawa Barat, tidak menyangka hobinya bermain borangan, kependekan dari bobodoran sorangan, bisa membawanya ke Jakarta untuk menyaksikan kemeriahan puncak Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI).
Festival tersebut digelar Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Jakarta pada 1-5 Mei 2024. Navika menyemangati pelajar yang tertarik dan suka dengan bahasa dan seni daerah untuk terus mengembangkannya.
”Senang sekali bisa ikut di FTBI. Ini pertama kalinya saya ke Jakarta. Tidak sabar untuk jalan-jalan ke Monas,” ujar Navika bersemangat.
Hal senada disampaikan Asilla Agustina, siswa SD Negeri 007 Kalimantan Timur. Dia tak menyangka, rutinitas berbahasa daerah di rumah dan sekolah bisa membawanya tampil dalam acara puncak FTBI di Jakarta. ”Saya senang berbahasa daerah supaya terus merasa dekat dengan daerah asal saya,” ujar Asilla.
Baca juga: Ikhtiar agar Generasi Muda Gemar Berbahasa Daerah
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa E Aminudin Aziz mengutarakan, penyelenggaraan FTBI merupakan media untuk memberikan apresiasi kepada para pihak yang bertkontribusi secara terus-menerus dalam program revitalisasi bahasa daerah.
Sebagai bagian dari rangkaian program Revitalisasi Bahasa Daerah, festival ini menjadi wadah diseminasi perlindungan bahasa dan sosialisasi kegiatan yang dilaksanakan Badan Bahasa dan pemerintah daerah. Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) tahun 2024 telah dilaksanakan di semua provinsi di Indonesia.
Ajang FTBI Nasional 2024 diikuti 513 peserta, terdiri dari 238 siswa SD dan 275 siswa SMP. Mereka berasal dari 168 kabupaten/kota dari 25 provinsi, didampingi guru, pengawas, kepala sekolah, atau unsur dinas pendidikan.
Selama di Jakarta, mereka menampilkan kehebatan masing-masing dalam tujuh jenis kreasi bahasa dan sastra daerah.
Pelaksanaannya di daerah dilakukan berjenjang, mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten atau kota, hingga provinsi, untuk memilih anak-anak yang memiliki talenta luar biasa pada bidang dan materi yang dilombakan. Para pemenang tingkat provinsi diberangkatkan ke Jakarta untuk mengikuti festival nasional.
Bidang yang dilombakan meliputi membaca dan menulis aksara daerah, menulis cerita pendek, membaca dan menulis puisi, mendongeng, berpidato, tembang tradisi, dan komedi tunggal.
Ajang tersebut merupakan upaya untuk mempromosikan keragaman bahasa daerah, menyebarluaskan semangat kecintaan dan ekspresi kebanggaan terhadap bahasa daerah, serta sebagai bentuk apresiasi kepada para pelaku RBD, khususnya generasi muda.
”Saat ini, FTBI sudah masuk dalam program manajemen talenta nasional. Para juaranya akan memiliki kebanggaan karena talentanya diakui oleh pemerintah,” kata Aminudin.
Kemendikbudristek mengakui talenta berbahasa daerah sebagai bagian dari substansi pengembangan bakat dan minat dalam manajemen talenta nasional. Bahkan, kompetisi FTBI nasional mendapat kategori empat bintang (sangat baik).
Kehebatan para penutur bahasa daerah dalam mengolah sisi-sisi khas berbahasa sehingga menghasilkan kreasi bahasa yang bermutu tinggi disejajarkan dengan kehebatan talenta pada bidang-bidang sains, matematika, olahraga, atau seni lainnya.
Program FTBI bagi para pelajar tersebut bertujuan agar bahasa daerah dapat berkembang optimal. Mereka juga difasilitasi untuk bisa langsung belajar kepada maestro atau para praktisi yang tak diragukan lagi kehebatannya dalam dunia kreasi bahasa dan sastra daerah.
Baca juga: Bahasa ”Walikan” Malang, dari Alat Perjuangan hingga Masuk Dunia Intelektual
Sejumlah talenta muda penutur bahasa daerah itu kini telah menjadi semacam duta bahasa daerah di media sosial atau lingkungan sekolahnya.
”Pelajar yang berminat dengan bahasa dan sastra daerah kini pantas menggaungkan berbahasa daerah itu keren,” kata Aminudin.
Peran keluarga
Ketua Umum Dharma Wanita Persatuan Pusat Franka Makarim mengatakan, orangtua, khususnya ibu, berperan penting menciptakan lingkungan rumah yang menghargai bahasa daerah. Banyak manfaat positif yang dirasakan anak-anak dan keluarga dengan membiasakan penggunaan bahasa daerah di rumah.
Franka menjelaskan, penelitian ilmiah membuktikan, anak-anak yang fasih berbahasa ibu menunjukkan perkembangan kognitif dan peningkatan intelektual lebih cepat. Selain itu, kecakapan berbahasa daerah juga erat kaitannya dengan perkembangan kemampuan literasi dan keterampilan berkomunikasi.
”Keduanya merupakan kemampuan fondasi yang perlu ditumbuhkan sejak usia dini. Pada saat yang sama, berkomunikasi dalam bahasa daerah juga dapat menguatkan ikatan kekeluargaan dan kebersamaan di lingkungan rumah,” ujar Franka dalam pembukaan FTBI 2024 di Jakarta, Kamis (2/5/2024).
Pelajar yang berminat dengan bahasa dan sastra daerah kini pantas menggaungkan berbahasa daerah itu keren.
Franka mengakui, di tengah era globalisasi dan perkembangan teknologi yang makin cepat, bahasa daerah seakan kian kehilangan tempat. Hal ini karena bahasa asing sering dianggap lebih penting dan lebih tinggi derajatnya.
”Perspektif seperti ini yang perlu diubah. Bahasa daerah perlu terus lestari dan dikembangkan karena merupakan bagian penting dari identitas budaya yang kita miliki,” ujarnya.
Baca juga: Ajak Anak Berbahasa Daerah sejak Dini
Pelestarian bahasa daerah melalui peran keluarga, lanjut Franka, dapat dilakukan dengan membiasakan penggunaan bahasa daerah di rumah, mengajarkan bahasa daerah melalui permainan atau lagu, dan melibatkan anak-anak pada peringatan hari besar atau acara budaya.
Selain itu, upaya pelestarian bisa dilakukan dengan mengajarkan pengetahuan lokal melalui cerita rakyat, memanfaatkan berbagai media untuk penguatan bahasa daerah, dan mendorong anak-anak mengekspresikan diri menggunakan bahasa daerah.
Sebagai contoh, menulis puisi, cerita pendek, atau karya-karya lain; melibatkan anak dalam kegiatan komunitas penggerak bahasa daerah; hingga menjalin kolaborasi dengan sekolah terkait pengajaran bahasa daerah.
Sementara Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan, potensi bahasa daerah sebagai ekspresi budaya perlu terus digali dan dieksplorasi ke depan.
Sejauh ini banyak bahasa daerah di Indonesia yang perlu diupayakan bersama dalam hal pelestarian dan pengembangannya guna mengatasi kepunahan serta menjaga pewarisan pengetahuan lokal dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Selain itu, penguatan fungsi dan daya tawar bahasa daerah perlu ditingkatkan. ”Tahun lalu kita membawa bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar persidangan resmi UNESCO. Bahasa daerah bisa mendapat ruang yang sama jika kita dorong keberlanjutan Revitalisasi Bahasa Daerah dan FTBI,” kata Nadiem.
Melestarikan bahasa daerah
Aminudin mengungkapkan, Indonesia sebagai negara dengan kebinekaan bahasa terbesar kedua di dunia menghadapi tantangan serius dalam pelestarian bahasa daerah.
Tren kepunahan yang mengkhawatirkan terjadi akibat munculnya sikap negatif penutur asli terhadap bahasa daerahnya, meningkatnya perkawinan silang antarpenutur bahasa daerah, globalisasi, dan urbanisasi serta kebijakan yang tak selalu berpihak pada pelestarian bahasa daerah.
Faktor-faktor tersebut mengancam keberadaan 718 bahasa daerah yang ada di Indonesia. Data terkini menunjukkan penurunan signifikan vitalitas beberapa bahasa daerah, yang berarti jumlah bahasa yang mengalami kemunduran terus meningkat.
Program RBD dilakukan selama beberapa puluh tahun dengan fokus pada bahasa-bahasa yang terancam punah dan kritis. Pendekatan berbeda dilakukan sejak tahun 2021. Revitalisasi lebih difokuskan pada bahasa-bahasa yang masih banyak penuturnya, termasuk bahasa-bahasa dalam kategori aman.
Baca juga: Kemunduran Bahasa Daerah Diatasi
Kebijakan RBD menggunakan tiga model. Ada model A untuk situasi atau lingkungan kebahasaan dengan dominasi satu bahasa tertentu di dalam masyarakat tuturnya dengan pendekatan berbasis sekolah.
Adapun model B untuk lingkungan kebahasaan yang memungkinkan terjadi persandingan ataupun persaingan dalam kontak beberapa bahasa besar di wilayah ini dengan pendekatan berbasis sekolah dan komunitas.
Kemudian, ada model C untuk lingkungan kebahasaan yang jumlah penuturnya relatif sedikit dan dengan sebaran terbatas dengan pendekatan berbasis komunitas, keluarga, atau pusat-pusat kegiatan masyarakat.
Dalam implementasi RBD yang tertera di Peta Sasaran 2021-2024, tercatat partisipasi meningkat dari berbagai segmen masyarakat, antara lain pemerintah daerah, sekolah, komunitas, sektor swasta, serta pegiat RBD, seperti guru utama dan sejawat, pengawas, kepala sekolah, siswa, sastrawan, dan akademisi.
Target partisipan RBD dalam rencana strategis Badan Bahasa semula ribuan orang. Akan tetapi, hingga akhir 2023, jumlah tersebut telah mencapai 9,6 juta partisipan.