Jadi Penyumbang Terbesar Inflasi di Jateng, Harga Bawang Merah Diperkirakan Segera Turun
Kenaikan harga bawang merah jadi penyumbang inflasi di Jateng. Ribuan lahan puso menurunkan pasokan bawang merah.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Bawang merah menjadi komoditas penyumbang inflasi terbesar pada April 2024 di Jawa Tengah. Kondisi itu terjadi karena harga bawang merah selama April mencapai dua kali lipat harga acuan pembelian. Harga bawang merah diperkirakan berangsur turun pada pekan kedua Mei.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi di Jateng pada April 2024 sebesar 0,20 persen secara bulanan. Angka itu lebih rendah daripada inflasi nasional yang sebesar 0,25 persen.
Menurut Kepala BPS Jateng Dadang Hadiwan, ada lima komoditas yang menjadi penyumbang terbesar inflasi pada April 2024, yakni bawang merah, emas perhiasan, angkutan antarkota, bawang putih, dan minyak goreng.
”Komoditas bawang merah menyumbang sebesar 0,20 persen inflasi bulanan di Jateng. Andil (inflasi akibat bawang merah) terbesarnya di Wonogiri, yakni 0,36 persen,” kata Dadang dalam konferensi pers daring, Kamis (2/5/2024).
Selain menjadi komoditas penyumbang inflasi bulanan tertinggi di Jateng, bawang merah juga menjadi komoditas penyumbang inflasi tahunan tertinggi kedua di Jateng. Pada inflasi tahunan April 2024, ada lima komoditas yang menjadi penyumbang terbesar, yakni beras dengan andil 0,72 persen, bawang merah dengan andil 0,19 persen, daging ayam ras dengan andil 0,18 persen, bawang putih dengan andil 0,16 persen, dan emas perhiasan dengan andil 0,13 persen.
Ketua Umum Asosiasi Bawang Merah Indonesia Dian Alex Chandra saat dihubungi, Jumat (3/5/2024), mengatakan, kenaikan harga yang terjadi di seluruh wilayah Jateng menyebabkan bawang merah menjadi penyumbang terbesar inflasi bulanan Apirl 2024. ”Harga bawang merah di April itu memang sedang tinggi-tingginya. Harga di tingkat saja mencapai Rp 60.000 per kilogram,” ujar Alex.
Di tingkat konsumen, harga bawang merah di berbagai daerah di Jateng cukup tinggi, bahkan melampaui harga batas atas-bawah yang ditetapkan. Harga acuan penjualan yang ditetapkan untuk bawang merah yaitu Rp 36.500-Rp 41.500 per kilogram.
Lahan yang terdampak banjir itu sekitar 7.500 hektar dan yang puso sekitar 2.500 hektar. Jika dikalikan 10 ton per hektar saja, sudah 25.000 ton yang hilang. Padahal, itu dibutuhkan untuk memasok kebutuhan Ramadhan dan Idul Fitri.
Berdasarkan data Sistem Informasi Harga Produksi Komoditi Jateng, harga bawang merah tertinggi di wilayah itu pada pekan pertama April mencapai Rp 50.000 per kilogram. Harga itu terus meningkat pada pekan kedua, yakni mencapai Rp 50.000-Rp 58.000 per kilogram. Pada pekan ketiga dan keempat, harga bawang merah tembus Rp 70.000 per kilogram.
Menurut Alex, tingginya harga bawang merah terjadi karena minimnya pasokan akibat banjir yang terjadi di daerah sentra bawang merah Jateng, seperti Brebes, Kendal, Demak, Grobogan, dan Pati. Selain di Jateng, banjir juga melanda sentra bawang merah dari Jawa Timur, yakni di Probolinggo, dan di Cirebon, Jawa Barat.
”Lahan yang terdampak banjir itu sekitar 7.500 hektar dan yang puso sekitar 2.500 hektar. Jika dikalikan 10 ton per hektar saja, sudah 25.000 ton yang hilang. Padahal, itu dibutuhkan untuk memasok kebutuhan Ramadhan dan Idul Fitri,” tutur Alex.
Kalau pas panen raya itu, kan, harga bawang merah jatuh, harusnya pemerintah membeli hasil panen petani untuk kemudian disimpan di cold storage. Kemudian, saat bawang merah langka karena berbagai sebab, barangnya bisa dikeluarkan sehingga harga di pasaran bisa lebih stabil.
Sementara itu, lahan tanam bawang merah yang tidak terdampak banjir mengalami penurunan produktivitas akibat cuaca ekstrem yang terjadi. Dalam kondisi normal, produktivitas lahan tanam bawang merah mencapai 10 ton per hektar. Akibat cuaca ekstrem, produktivitasnya turun menjadi 6-7 ton per hektar.
Berangsur turun
Pada pekan pertama Mei, harga bawang merah di sejumlah wilayah berangsur turun. Di Pasar Surtikanti, Kecamatan Semarang Utara, misalnya, harga bawang merah pada Jumat sekitar Rp 57.000 per kilogram. Sebelumnya harga bawang merah di pasar itu mencapai Rp 60.000 per kilogram.
”Harga bawang merah sudah tinggi sejak dari pemasok. Pasokannya juga sempat berkurang. Saya kurang tahu apa sebabnya,” ucap Hendro (28), pedagang di Pasar Sutikanti.
Alex menambahkan, harga bawang merah di Jateng diprediksi kembali normal pada pekan kedua Mei. Hal itu karena sejumlah wilayah sentra bawang merah, seperti Brebes, sudah mulai panen raya.
Alex berharap, ke depan, fluktuasi harga bawang merah yang memicu inflasi dicegah. Salah satu pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan membangun cold storage untuk bawang merah. Bawang merah bisa bertahan hingga lima bulan jika disimpan di cold storage.
”Kalau pas panen raya itu, kan, harga bawang merah jatuh, harusnya pemerintah membeli hasil panen petani untuk kemudian disimpan di cold storage. Kemudian, saat bawang merah langka karena berbagai sebab, barangnya bisa dikeluarkan sehingga harga di pasaran bisa lebih stabil,” kata Alex, menambahkan.