UMKM dan Kreator Konten Jadi Potensi Wajib Pajak Baru di DIY
Upaya meningkatkan penerimaan pajak di DIY terus dilakukan. Salah satunya dengan menyasar UMKM dan kreator konten.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah serta kreator konten di platform digital menjadi sasaran potensi wajib pajak baru di Daerah Istimewa Yogyakarta. Aktivitas mereka di dunia maya pun terus dipantau.
”Untuk pelaku UMKM, misalnya, kami memantau aktivitas mereka di marketplace,” ujar Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Erna Sulistyowati, Jumat (3/5/2024).
Erna menjelaskan, pemantauan itu dinilai perlu dilakukan karena sebagian pelaku usaha dan kreator konten belum memiliki kesadaran untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Sebagian pekerja di sektor formal yang memiliki usaha sampingan terkadang juga tak serta-merta mendaftarkan badan usahanya sebagai obyek pajak.
Menyikapi kondisi itu, Erna menuturkan, DJP DIY terus gencar melakukan sosialisasi untuk mendorong pelaku UMKM dan kreator konten mendaftarkan diri menjadi wajib pajak serta membayar pajak. Hal itu dilakukan untuk mendorong penerimaan pajak di wilayah DIY.
Menurut Erna, untuk UMKM perorangan, kewajiban membayar pajak dibebankan untuk pelaku usaha dengan omzet Rp 500 juta lebih per tahun. Pelaku usaha dengan omzet di bawah nilai itu tidak dibebani kewajiban membayar pajak.
Erna menambahkan, penerimaan pajak di DIY pada tahun 2024 ditargetkan mencapai Rp 6,484 triliun. Adapun penerimaan pajak hingga April 2024 mencapai Rp 2,198 triliun atau sekitar 33,90 persen dari target.
DJP DIY juga terus mendorong tingkat kepatuhan pelaporan surat pemberitahuan tahunan (SPT). Hingga 30 April 2024, tingkat kepatuhan pelaporan SPT di DIY mencapai 96,63 persen.
Tingkat kepatuhan tertinggi terdapat di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Yogyakarta sebesar 107,39 persen. Adapun tingkat kepatuhan terendah terdapat di KPP Pratama Wonosari, yakni 88,38 persen.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY Syam Arjayanti mengatakan, terdapat 560 UMKM dengan pemasaran berskala ekspor yang menjadi binaan instansi tersebut. Total omzet semua UMKM itu pada tahun lalu mencapai 500 juta dollar AS.
Para pelaku usaha tersebut sudah memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Namun, sebagian di antara mereka berupaya menghindari kewajiban membayar tambahan pajak untuk aktivitas ekspor yang mereka lakukan.
”Karena tidak mau ribet urusan perhitungan terkait pajak dan menghindari membayar pajak tambahan, kebanyakan pelaku usaha tersebut biasanya memilih menitipkan barang produksi mereka untuk diekspor oleh pihak lain,” ujar Syam.
Untuk pelaku UMKM, misalnya, kami memantau aktivitas mereka di marketplace.
Wanto, salah seorang pelaku usaha kuliner di Kabupaten Bantul, DIY, menuturkan, usahanya itu sudah dilaporkan ke dalam SPT. Namun, karena omzetnya masih kurang dari Rp 500 juta per tahun, usahanya itu tak dikenai kewajiban membayar pajak.
Menurut Wanto, selama ini teman-temannya sesama pelaku usaha memang kerap kurang memperhatikan masalah pajak. ”Kebanyakan pelaku usaha biasanya hanya sibuk dan fokus pada aktivitas produksi dan pemasaran produk,” ujarnya.