Di Balik Bantuan Persenjataan AS untuk Ukraina
Setelah berjuang enam bulan, bantuan untuk Ukraina sebesar 60,84 miliar dollar AS akhirnya mendapat persetujuan DPR AS.
Pengumuman persetujuan bantuan luar negeri (foreign aid bills) itu dilakukan Ketua DPR AS James Michael (Mike) Johnson, politisi Partai Republik, Sabtu (20/4/2024). ”Ini bukan proses legislasi biasa, ini luar biasa. Kami tak memberikan cek kosong seperti sebelumnya. Bantuan ini harus dipertanggungjawabkan setiap dollarnya,” kata Mike di tengah kerumunan wartawan.
Dari sebuah tayangan laman X pada 20 April 2024 terlihat, sejumlah orang muda berkumpul sebuah di bar menunggu pengumuman dari ruang sidang DPR AS. Mereka seketika bersorak riuh rendah ketika Mike Johnson mengumumkan angka hasil voting yang menyetujui bantuan persenjataan AS tersebut.
Dari 410 voting anggota United States House of Representatives alias The House atau DPR AS terhadap keseluruhan paket bantuan, sebanyak 316 anggota menyatakan setuju dan 94 orang lainnya menjawab tidak. Sementara voting khusus untuk paket bantuan terhadap Ukraina, dari 424 anggota The House sebanyak 311 menyatakan setuju dan 112 menyatakan tidak. Pada bagian inilah massa bersorak gembira.
Ada alasan yang kuat mengapa mereka bergembira. Sebagian besar warga AS terpantau sudah resah dengan minimnya bantuan persenjataan bagi Ukraina sehingga saat ini makin terdesak oleh serangan Rusia. Terlebih kini serangan udara Rusia semakin masif dengan menggunakan bom layang berhulu ledak besar, yaitu di atas 500 kg yang dapat meninggalkan jejak kerusakan besar.
Mereka menilai Pemerintah AS kurang cukup dalam membantu persenjataan bagi upaya Ukraina melawan Rusia. Dua tahun lebih setelah Rusia menginvasi Ukraina, masyarakat Amerika terpecah mengenai apakah dukungan Amerika terhadap Ukraina telah mencukupi. Namun, mayoritas masih percaya bahwa membantu merebut kembali wilayah Ukraina adalah upaya yang layak dilakukan, betapapun lama hal tersebut dilakukan.
Hasil survei lembaga Gallup pada 1-17 Maret 2024 menemukan fakta 55 persen warga Amerika berpendapat AS harus terus mendukung Ukraina dalam merebut kembali wilayahnya. Meskipun hal tersebut memerlukan keterlibatan yang berkepanjangan, dibandingkan mengakhiri konflik secepat mungkin, apalagi jika mengakhiri konflik, berarti menyerahkan wilayah kepada Rusia.
Survei Gallup juga menemukan, responden berlatar belakang Partai Demokrat lebih mendukung bantuan Ukraina dibandingkan Partai Republik. Enam puluh persen responden pemilih Partai Demokrat mengatakan dukungan AS terhadap Ukraina tidak cukup, sedangkan responden Partai Republik hanya 15 persen yang mengatakan demikian. Bandingkan pula responden berlatar belakang pemilih independen, yaitu sebanyak 34 persen yang menyatakan bantuan AS tidak cukup.
Sementara itu, dari komposisi persetujuan (angka voting) anggota DPR terhadap paket-paket bantuan AS ke sekutu pun terlihat sulitnya mendapat persetujuan politik di DPR AS. Dibandingkan dengan proporsi jawaban ”menolak” anggota DPR AS terhadap bantuan ke Israel dan ke Taiwan, proporsi jawaban penolakan anggota parlemen AS terhadap bantuan ke Ukraina terpantau lebih besar.
Tekad Presiden Joe Biden membantu Ukraina
Hal tersebut mengindikasikan beratnya perlawanan anggota DPR AS dalam membahas usulan tersebut menjadi undang-undang. Sebelumnya, banyak pihak yang memperjuangkan paket bantuan pembiayaan persenjataan itu. Mulai dari anggota parlemen dari Partai Demokrat, sebagian anggota dari Partai Republik, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, hingga Presiden AS Joe Biden sendiri.
Tak heran, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berterima kasih kepada Kongres AS atas pengesahan RUU bantuan tersebut. ”Saya berterima kasih kepada Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat, kedua partai, dan secara pribadi kepada Ketua DPR AS Mike Johnson atas keputusan yang menjaga sejarah tetap berada di jalur yang benar,” tulis Zelensky dalam postingan di laman X, Minggu (21/4/2024).
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengatakan, pada Sabtu (20/4/2024) di Russian Foreign Ministry Press bahwa undang-undang AS yang memberikan bantuan militer kepada Ukraina, Israel, dan Taiwan akan memperdalam krisis di seluruh dunia.
Ketua DPR AS Mike Johnson sendiri dengan susah payah meyakinkan anggota partainya yang sebetulnya ingin memprioritaskan anggaran untuk menangani persoalan dalam negeri AS, seperti isu perbatasan negara dan imigran. Mike bahkan berpotensi terancam dicopot dari Ketua DPR karena menentang suara partainya sendiri.
Oleh karena itu, sesaat mendengar DPR AS telah menyetujui paket bantuan itu, Presiden Joe Biden tak sabar segera menandatangani usulan undang-undang itu. Maklum, Presiden Biden sudah memohon persetujuan Kongres AS terhadap bantuan sejak akhir Oktober 2023.
”Hari ini, anggota DPR dari kedua partai memberikan suara untuk memajukan kepentingan keamanan nasional kita dan mengirimkan pesan yang jelas tentang kekuatan kepemimpinan Amerika di panggung dunia.”
”Pada titik perubahan kritis ini, mereka bersatu untuk menjawab panggilan sejarah, dengan mengesahkan Undang-Undang Keamanan Nasional yang sangat dibutuhkan yang telah saya perjuangkan selama berbulan-bulan.”
”Kepada teman-teman kita di Ukraina, kepada sekutu kita di NATO, kepada sekutu kita di Israel, dan kepada warga sipil di seluruh dunia yang membutuhkan bantuan, yakinlah bahwa Amerika akan memberikan bantuan lagi,” seru Presiden Joe Biden sebagaimana dilaporkan voaindonesia, Minggu (21/4/2024).
Presiden AS Joe Biden sangat yakin langkahnya mengeluarkan uang rakyat AS sekitar sepuluh kali anggaran pertahanan tahunan Indonesia itu akan menjadikan dunia menjadi lebih aman dan demokratis.
Alasan pemberian bantuan AS untuk Ukraina
Total bantuan yang dicakup dalam RUU Foreign Aid itu mencakup 95 miliar dollar AS atau sekitar Rp 1.520 triliun. Bantuan tersebut terdiri 61 miliar dollar AS untuk Ukraina, 26 miliar dollar AS untuk Israel dan bantuan kemanusiaan untuk warga sipil di zona konflik termasuk Gaza, dan 8 miliar dollar AS untuk kawasan Indo-Pasifik khususnya Taiwan.
Presiden AS Joe Biden dalam pidato pada Rabu (24/4/2024) saat pengesahan UU Foreign Aid itu menggambarkan bantuan itu ”sangat-sangat diperlukan” demi menjaga kepentingan AS dan sekutunya di seluruh dunia. Hal itu karena ”Rusia telah bekerja sama dengan Iran dan Korea Utara, tiga poros kejahatan dalam pandangan AS, menyerang dan mengganggu kepentingan AS dan sekutunya di berbagai penjuru dunia,” ujar Biden.
Dalam perang di Ukraina, misalnya, Iran dan Korut dituding terbukti menyuplai Rusia dengan persenjataan, teknologi, misil dan amunisi, yang dipergunakan Rusia untuk menyerang fasilitas sipil di seluruh wilayah Ukraina. Hal itu dilakukan di tengah menurunnya persediaan amunisi dan persenjataan pasukan Ukraina yang menyebabkan mereka harus terpukul mundur di sejumlah garis depan, seperti Bakhmutdan Avdiivka.
Di sisi lain, persetujuan pemberian bantuan militer bagi Ukraina itu sebenarnya telah turut terbantudalam konteks geopolitik oleh peristiwa serangan drone dan rudal besar-besaran yang dilakukan Iran pada 14 April 2024 lalu. Serangan Iran itu seakan mengonfirmasi bahaya geopolitik-militer yang mengincar AS setelah Israel menjalankan operasi memerangi Hamas di Gaza.
Serangan paling masif selama dekade ini membuka mata kaum legislator dan publik umum di AS bahwa musuh-musuh mereka telah bekerja sama dan secara serius mengembangkan senjata untuk menyerang sekutu-sekutu AS. Ambil contoh kemampuan Iran mengembangkan rudal balistik berukuran jumbo Emad-1 yang mampu membawa hulu ledak bermanuver (MaRv) di lapisan stratosfer.
Hanya saja, hampir seluruh serangan drone, rudal jelajah, dan sebagian besar rudal balistik Iran mampu ditangkal Israel dan koalisi AS. Jika saja drone dan rudal-rudal itu tak mampu ditepis sistem pertahanan udara Israel, Amerika Serikat dan koalisinya bisa dipastikan daratan wilayah dan manusia di Israel bakal mengalami kehancuran yang membawa konsekuensi geopolitik teramat rumit bagi AS.
Pro Israel, Palestina di AS
Faktor lain dari pengesahan bantuan ini adalah konteks geopolitik dan suasana kebatinan dalam AS pascaserangan Hamas ke Israel 7 Oktober 2023 di mana reaksi publik AS cenderung negatif kepada Hamas dan Palestina.
Pada umumnya orang AS menilai Hamas harus bertanggung jawab dalam perang Israel-Hamas ketimbang sebaliknya. Data dari Survei Pew Research pada Februari 2024 menyatakan 65 persen responden menyatakan hal ini. Hamas dianggap sebagai pihak yang ”memancing” peperangan dengan tindakan teror warga Israel.
Baca juga: Tahun Ketiga Perang Rusia-Ukraina (I): Menunggu ”Godot” F-16
Menyikapi serangan pada 7 Oktober 2023, separuh lebih orang muda (58 persen) AS menyatakan tak bisa menerimanya. Sementara di mata hampir kelompok pemilih tua berusia 65 tahun ke atas, sebanyak 85 persen menyatakan serangan pada 7 Oktober 2024 terhadap Israel itu tak dapat diterima.
Meski publik AS condong membela Israel, tetap ada nuansa berbeda ketika ditelusuri lebih dalam. Terkait peperangan antara Israel dan Hamas, reaksi reaksi publik AS relatif terbagi. Ada sebagian kecil publik AS yang bersimpati kepada Palestina, bahkan Hamas, meski itu tak menggambarkan pandangan secara umum.
Kalangan muda, misalnya, cenderung lebih bersimpati ke Palestina ketimbang kalangan tua yang lebih simpati ke Israel. Dalam hal Hamas yang memerangi Israel, di mata pemilih muda AS Hamas memiliki legitimasi berperang melawan Israel sebesar 34 persen atas alasan apa pun.
Data survei Pew Research tersebut juga menunjukkan pemilih partai Republik lebih pro Israel daripada Palestina dengan proporsi 28 persen berbanding 12 persen. Sebaliknya, pemilih Partai Demokrat lebih cenderung pro Palestina ketimbang Israel dengan proporsi 47 persen berbanding 7 persen.
Baca juga: Tahun Ketiga Perang Rusia-Ukraina (II): Benarkah F-16 Mengatasi Kelemahan Ukraina?
Jika mengacu pada hasil survei tersebut dengan apa yang terjadi di DPR AS, artinya ada kesesuaian antara apa yang menjadi perhatian dan sikap publik pemilih Partai Republik yang kurang kuat mendukung Ukraina mendapat ”kompensasi” dengan persetujuan bantuan ke Israel. Dengan menggelontorkan bantuan keuangan untuk persenjataan Israel, Partai Republik mendapat pula bagian ”kue” politik.
Sementara itu, dalam konteks bantuan pendanaan persenjataan AS untuk Ukraina, wakil rakyat dari Demokrat yang memang lebih gigih memperjuangkan bantuan perang ke Ukraina ketimbang koleganya dari Republik juga beroleh porsinya. Bantuan tersebut sesuai dengan sikap politik Partai Demokrat yang memang lebih kuat menyuarakan dukungan ke Ukraina.Itulah hal-hal di balik alasan pengesahan bantuan AS saat ini. (LITBANG KOMPAS)