logo Kompas.id
TajaLapangan Terbang Perintis Buka...

Lapangan Terbang Perintis Buka Akses Kawasan Terpencil Papua

PT Freeport Indonesia
Artikel ini merupakan kerja sama antara harian Kompas dan PT Freeport Indonesia.
· 3 menit baca

Pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan belakangan ini memiliki dampak dan manfaat yang nyata bagi warga sekitar. Apalagi jika dilakukan di daerah-daerah terpencil yang selama ini belum terjamah pembangunan dan belum banyak diperhatikan. Misalnya, di Papua.

Menilik kondisi geografis provinsi paling timur Tanah Air ini, kemauan dan komitmen untuk membangun infrastruktur akan mendapatkan ujian yang berat. Dibutuhkan upaya ekstra yang tidak akan dialami jika dibandingkan pembangunan di kawasan lain.

Betapa tidak? Tengok saja misalnya di Kabupaten Mimika yang konturnya terdiri atas pegunungan yang tinggi dan terjal serta hutan tropis yang lebat. Membangun infrastruktur transportasi darat jelas merupakan pekerjaan rumah yang amat berat dan akan menelan biaya yang sangat besar. Lebih masuk akal jika yang dibangun infrastruktur transportasi udara.

https://cdn-assetd.kompas.id/yYHY72DqTBELMIdpBmpKO8z46s4=/1024x576/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F07%2F2407-FREEPORT-TAJA_1-720x405.jpg
Kompas

FOTO-FOTO: DOKUMEN PT. FREEPORT INDONESIA.

Terkait hal itu, Pemerintah Daerah (Pemda) Mimika meminta PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk membangun lapangan terbang perintis. Survei lapangan pun dilakukan pada 2005 dan Mulu dipilih sebagai tempat membangun lapangan terbang di Desa Tsinga.

Ini menjadi salah satu dari dua lapangan terbang perintis yang dibangun oleh PTFI sebagai bagian dari komitmen sosial melalui Program Pengembangan 3 Desa yang meliputi Waa-Banti, Aroanop, dan Tsinga. Lapangan terbang lainnya yang tengah dibangun melalui program ini adalah lapangan terbang perintis di Desa Ombani, Aroanop.

Datangkan dozer

Setelah menemukan lokasi yang dianggap cocok, pada 24 April 2007 pembangunan dimulai dengan mendatangkan dozer ke lokasi. Mulu terletak pada dataran tinggi dengan ketinggian 1.950 di atas permukaan laut. Tidak ada jalan lain untuk mengangkut dozer kecuali helikopter.

Masalahnya, daya angkut helikopter terbatas sehingga pengangkutan dozer dilakukan dengan terlebih dahulu melepas bagian-bagiannya dan dibawa sesuai daya angkut helikopter. Setiba di lokasi, dozer pun dirakit kembali sebelum digunakan.

Pada Mei 2007, pekerjaan awal berupa cut and fill lahan pun dimulai. Pekerjaan ini memakan waktu sekitar 13 bulan. Setelah selesai, pada 19 Januari 2010 dilakukan uji coba pendaratan pada lapangan terbang perintis ini. Disusul kemudian dengan keluarnya izin operasi sementara oleh Dinas Perhubungan Provinsi Papua.

Lapangan terbang Mulu diresmikan oleh Bupati Mimika Klemen Tinal pada 28 Januari 2011. Peresmian dihadiri para pejabat terkait di lingkungan pemerintahan Kabupaten Mimika, disaksikan para tokoh masyarakat, serta ratusan warga Tsinga.

https://cdn-assetd.kompas.id/uEm6jdfI-CJwBogO3mWYb6R88aQ=/1024x576/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F07%2F2407-FREEPORT-TAJA_2-720x405.jpg

Lapangan terbang Mulu memiliki landasan pacu sepanjang 630 meter dengan lebar 30 meter. Landasan ini dapat didarati pesawat jenis twin otter.

Hadirnya lapangan terbang ini membuka isolasi kawasan-kawasan terpencil yang banyak tersebar di Papua, seperti Desa Tsinga. Terbukanya kawasan-kawasan tersebut juga membuka peluang dan harapan untuk berkembang menjadi mandiri. Hal itu sejalan dengan harapan warga.

https://cdn-assetd.kompas.id/f02mZcfiNTxcp101RxabUPD3lQc=/1024x576/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F07%2F2407-FREEPORT-TAJA_3-720x405.jpg

Seperti diutarakan John Magal, salah satu warga masyarakat Tsinga, lokasi lapangan terbang Mulu memiliki nama asli Naramatei. "Nara" berarti lapangan yang ada pemiliknya dan "tei" berarti besar. "Ini tidak kebetulan lapangan ini bisa ada, suatu waktu lapangan ini jadi besar dan terkenal," ujar John.

Manfaat kehadiran lapangan terbang Mulu sangat terasa oleh warga. Seperti diutarakan Vice President Community Development PT Freeport Indonesia, Nathan Kum, sebelum adanya lapangan terbang Mulu, untuk mencapai Timika dari Desa Tsinga, masyarakat harus melakukan perjalanan dengan berjalan kaki sekitar 3-4 hari. Untuk kebutuhan transportasi, PTFI juga memberikan dukungan transportasi helikopter untuk kebutuhan darurat seperti penjemputan pasien kritis serta dukungan bagi pelaksanaan program pendidikan, ekonomi, dan kesehatan program sosial PTFI.

https://cdn-assetd.kompas.id/IzMYsqy6YXYvOLyZkFg0OHYnprY=/1024x576/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F07%2F2407-FREEPORT-TAJA_5-720x405.jpg

Nathan menjelaskan, hadirnya lapangan terbang Mulu menjadi alternatif akses transportasi bagi masyarakat lokal, khususnya Kampung Tsinga, yang berdampak pada peningkatan akses ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Selain transportasi warga, penerbangan melalui Mulu juga melayani angkutan bahan makanan dan obat yang diperlukan masyarakat sehingga dapat didistribusikan lebih cepat dan lebih baik.

Tiket pesawat diperjualbelikan secara umum oleh maskapai yang melayani penerbangan perintis dengan bantuan subsidi dari pemerintah daerah bagi masyarakat lokal. Sejauh ini, penerbangan yang memanfaatkan lapangan terbang Mulu adalah Susi Air dan Jhonlin Air Transport yang melayani rute Timika–Tsinga–Timika. [ACA]

Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000