Ragam Pustaka
Kedatangan orang Arab ke Nusantara awalnya untuk berniaga. Namun, interaksi mereka dengan warga setempat yang berbeda budaya melahirkan pembauran sosial-budaya. Selain juga menyebarkan agama Islam, kedatangan mereka membawa budaya kuliner yang kemudian diadaptasi tuan rumah sesuai cita rasa lidah warga lokal.
Sebagian besar orang Arab yang datang ke Indonesia berasal dari Hadramaut, Yaman Selatan. Dan sebagian lagi berasal dari Yaman, Hijaz, dan Mesir. Mereka membawa barang dagangan, seperti kain, parfum, dan obat-obatan, untuk kemudian kembali ke negaranya membawa rempah-rempah dari Indonesia.
Melacak asal-usul etnis Arab di Indonesia, Gagas Ulung dan Deerona dalam publikasinya berjudul Jejak Kuliner Arab di Pulau Jawa (PT Gramedia Pustaka Utama, 2014) menyebut, ada enam koloni Arab terbesar di Indonesia, yaitu Jakarta, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, dan Surabaya, yang semuanya merupakan kota pelabuhan. Mereka tinggal di perkampungan dekat pelabuhan sampai berbulan-bulan selama aktivitas bisnis mereka. Banyak di antara mereka yang menikah dengan perempuan lokal. Dari interaksi tersebut lahirlah
beragam kuliner Arab yang banyak digemari, seperti nasi kebuli, nasi kabsah, roti maryam, kue khamir, hingga roti khobus.
Selain menyajikan aneka resep masakan khas Arab, Jejak Kuliner juga berisi puluhan resep masakan Indonesia yang dipengaruhi gastronomi Timur Tengah. Apabila tidak sempat membuat sendiri, buku ini memuat referensi puluhan restoran kelas atas hingga rumah makan kaki lima yang tersebar di enam kota di Pulau Jawa. (TGH/Litbang ”Kompas”)
Kuliner Tradisional Betawi
Hikayat Jakarta tak lepas dari jalinan kisah kehidupan sosial budaya warganya yang antara lain tecermin dalam makanan tradisionalnya. Perubahan dalam masyarakat Jakarta, khususnya warga Betawi, dapat dilacak jejaknya dari beragam kulinernya, baik dari cita rasa, kombinasi bahan, maupun cara pembuatan. Dalam buku berjudul Kuliner Betawi, Selaksa Rasa dan Cerita (PT Gramedia Pustaka Utama, 2016), yang merupakan hasil penelusuran lapangan dan telaah pustaka dari berbagai sumber, tim penulis berupaya memperkenalkan komunitas Betawi melalui rangkaian kisah tradisi kulinernya yang khas.
Beraneka makanan khas Betawi yang populer, seperti roti buaya, laksa, kue pepe, nasi ulam, nasi uduk, dan kerak telor, erat terkait tradisi dalam komunitas Betawi. Roti buaya, misalnya, yang lazim menyertai prosesi pernikahan adat Betawi sesungguhnya sebuah simbol. Roti buaya lambang kemakmuran dan kesetiaan. Tradisi roti buaya mulai ada sejak masuknya bangsa Eropa ke Batavia. Saat itu roti merupakan makanan langka dan mahal, hanya bisa dinikmati bangsawan Eropa. Adapun bentuk buaya merupakan simbol janji setia karena konon buaya hewan paling setia sepanjang hidupnya.
Kuliner Betawi juga punya koleksi minuman yang biasa disajikan dalam keadaan dingin atau panas. Beberapa jenis minuman masih mudah didapat, tetapi ada yang mulai langka dan hanya ditemui di daerah Betawi pinggiran. Dari jenis minuman dingin ada es selendang mayang dan es doger. Untuk jenis minuman panas ada kopi jahe dan bir pletok, minuman khas yang dibuat dari ekstrak rempah yang aslinya disajikan panas.
(TGH/Litbang ”Kompas”)