Ragam Pustaka
Kekuatan sosial dan ekonomi dengan mudah memberikan pengaruh terhadap konten dan wacana pemberitaan di media massa. Tidak jarang, ”garis kebijakan” media mencerminkan realitas sosial budaya masyarakat dan kekuatan ekonomi politik yang melatari.
Pada era pemerintahan Orde Baru, dominasi penguasa negeri terhadap media massa sangat kentara. Dengan menggunakan otoritasnya, pemerintah ”mencengkeram” media massa. Bukan hanya seputar arah kebijakan redaksi, melainkan juga menembus ke ranah perizinan penerbitan pers.
Buku karya Eduardus Dosi, SVD yang berjudul Media Massa dalam Jaringan Kekuasaan (Penerbit Ledalero, 2012) ini mengungkap wajah media massa yang tidak bisa lepas dari masyarakat dan penguasa yang mengelilinginya. Entitas masyarakat yang di dalamnya terdapat struktur sosial politik, dominasi warna budaya, dan kekuatan modal secara simultan memberikan pengaruh terhadap warna media.
Eduardus melakukan penelitian disertasinya terhadap tiga media cetak lokal, yaitu Pos Kupang, Timor Express, dan Flores Pos, di Nusa Tenggara Timur. Dari studi kasus ini, Eduardus menyimpulkan, wajah media massa dapat menunjukkan citra elite partai dan elite keagamaan yang ada. Mereka berkolaborasi dengan bisnis media untuk menyelamatkan dominasinya.
Partai politik mendominasi para calon anggota legislatif perempuan ataupun pendatang baru. Sementara elite agama mendominasi anggota dan umatnya. Media massa yang berada dalam genggaman kelompok dominan tersebut cenderung memproduksi dan mereproduksi wacana yang menjaga kepentingan penguasa sehingga hanya akan menghasilkan masyarakat yang memiliki kesadaran palsu. (ARI/LITBANG ”KOMPAS”)
Cenderung Jadi Agen Politik
Media massa memiliki peranan penting dalam mengomunikasikan perkembangan politik. Sebagai sumber informasi, media massa mendiseminasikan informasi kepada masyarakat dengan gaya bahasa dan cara penyampaian sesuai ideologi media yang bersangkutan. Media massa memiliki kekuatan dan kemampuan strategis dalam mengonstruksikan realitas politik.
Ibnu Hamad dalam bukunya berjudul Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa (Granit, 2004) menjelaskan dimensi-dimensi pertautan antara media massa dan politik. Media memiliki peran sangat penting dalam komunikasi politik lantaran media pulalah yang sering terlibat dalam pembentukan wacana politik. Media tidak hanya sebagai saluran menyampaikan pesan politik, tetapi sekaligus sebagai agen politik. Selain itu media juga memiliki kapasitas untuk mengemas (framing) sebuah peristiwa dalam upaya menunjukkan citra politik tertentu.
Dengan berbekal hasil analisis wacana kritis terhadap realitas di balik kampanye Pemilu 1999 di sejumlah media cetak, antara lain Kompas, Media Indonesia, Republika, Suara Pembaruan, dan Jawa Pos, Ibnu Hamad ingin menggambarkan bahwa perbedaan ”muatan” berita politik yang terdapat di setiap koran tergantung dari orientasi media yang bersangkutan.
Bangunan konstruksi makna yang disusun oleh media massa terlihat dalam keberpihakan media yang terkait dengan kepentingan yang diperjuangkan. Keberpihakan media dalam pemberitaan masih terbagi dalam dua kepentingan, yaitu ketergantungan dengan kepentingan ideologis dan visi idealis berbangsa. Namun, pada akhirnya, media massa cenderung memosisikan diri sebagai agen politik daripada sebagai saluran komunikasi politik. (ARI/LITBANG ”KOMPAS”)