Praktik sistem kerja kontrak dan alih daya (outsourcing) memicu resistensi dari serikat-serikat buruh. Posisi tawar buruh makin lemah di hadapan pemodal. Hubungan kerja tidak jelas, tanpa kepastian. Perlawanan terhadap kebijakan sistem kontrak kerja dan alih daya dilakukan berbagai serikat buruh, antara lain di Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Karawang
Dalam perspektif Marxian, sistem kerja kontrak dan alih daya merupakan persoalan politik kelas yang memunculkan kelas precariat atau precarious proletariat. Kelas ini tumbuh akibat ketidakpastian yang dialami kaum buruh sebagai korban kebijakan neoliberalisme. Namun, sebagai class on the making, kesadaran individual buruh sebagai satu kelas masih tercerai berai. Mereka berhadapan dengan politics of inferno dan mengalami komodifikasi politik global. Politik dikuasai praktisi pasar sehingga precariat dimandulkan secara politik.
Nasib precariat yang terjebak dalam politik buruk ini belum sepenuhnya berhasil diatasi melalui advokasi anti outsourcing di Karawang dan Tangerang. Upaya politik yang dikupas dalam buku Politik Serikat Buruh dan Kaum Precariat: Pengalaman Tangerang dan Karawang (Puskapol UI, 2014) belum bisa dibilang berhasil. Meski perda anti outsourcing mulai merepresentasikan kepentingan kaum precariat, peraturan tersebut belum menjadikan precariat sebagai subyek karena belum terbentuknya serikat precariat secara lebih luas. Selain itu upaya perlawanan kelas precariat ini berhadapan langsung dengan unsur-unsur aliansi lokal yang lebih kuat.
(IGP/LITBANG KOMPAS)
Dinamika Timpang Kapitalisme Agraria
Pertumbuhan produksi pangan dan populasi dunia, terutama enam dekade terakhir, menimbulkan ketimpangan global skala besar dalam pendapatan, kualitas hidup, dan produktivitas. Produksi pangan di satu sisi lebih dari cukup, tetapi di sisi lain banyak orang kelaparan. Begitu suatu negara menempuh industrialisasi, proporsi tenaga kerja sektor pertanian mengalami penurunan. Kini mayoritas populasi agraria global ada di dunia ketiga. Ironisnya, negara-negara penghasil pangan justru kesulitan pangan.
Memahami perubahan agraria di era modern butuh analisis yang fokus pada kapitalisme dan perkembangannya. Kapitalisme di sini adalah sistem produksi dan reproduksi berdasarkan relasi sosial antara kapital dan buruh. Pemodal cenderung mengeksploitasi buruh guna mengejar laba, sementara buruh harus bekerja untuk bertahan hidup. Kompleksitas dan tantangan mengenai perubahan agraria di era modern ini dijelaskan dalam buku Dinamika Kelas dalam Perubahan Agraria (INSISTpress, 2015) karya Henry Bernstein. Buku ini pembuka Seri Kajian Petani dan Perubahan Agraria yang dikerjakan Initiatives in Critical Agrarian Studies (ICAS).
Karya Bernstein dipilih jadi pembuka karena menyajikan lensa analisis ekonomi politik agraria dalam kajian agraria kontemporer. Bernstein konsisten menggunakan analisis kelas Marxian. Sampai saat ini kemiskinan global dapat disebut sebagai fenomena perdesaan karena tiga perempat penduduk miskin dunia ada di perdesaan. Kunci untuk mengatasi kemiskinan terkait erat dengan perlawanan kelas pekerja perdesaan terhadap sistem yang terus mereproduksi kemiskinan. (IGP/LITBANG KOMPAS)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.