Anak saya umur 15 tahun, siswa SMP, baru saja dirawat di rumah sakit karena demam berdarah. Meski dia hanya dirawat selama lima hari, sebagai ibu saya amat khawatir. Mula-mula dia demam tinggi dan badannya pegal. Saya bawa ke dokter keluarga kami, dianjurkan periksa darah. Ternyata hasilnya masih bagus, trombositnya masih normal, tetapi dokter meminta agar esoknya diulang.
Barulah pada pemeriksaan kedua trombosit turun, hanya 90.000. Dokter menganjurkan agar anak saya dirawat saja untuk observasi. Sebenarnya keadaannya cukup baik kecuali demamnya masih tinggi dan tak ada nafsu makan. Perutnya sedikit sakit jika ditekan. Dalam perawatan di rumah sakit, anak saya mendapat infus dan mengalami pemeriksaan darah berkali-kali. Ini tentu tak menyenangkan bagi dia. Setiap ditusuk dia merasa kesakitan dan juga ketakutan. Saya sendiri juga merasa khawatir karena hasil trombositnya turun terus 70.000 dan paling rendah mencapai 30.000.
Saya berkonsultasi dengan dokter yang merawat dan dokter menjelaskan trombosit yang turun merupakan perjalanan penyakit. Demamnya menurun, tetapi trombosit masih akan turun, bahkan akan mencapai titik terendah. Dokter akan memperhatikan agar anak saya tidak sampai kekurangan cairan. Ramalan dokter terbukti setelah mencapai angka 30.000, trombosit mulai naik secara bertahap dan akhirnya ketika trombosit 100.000 anak saya diperkenankan pulang.
Saya merasa gembira, tetapi bertanya dalam hati. Apakah Jakarta masih akan mendapatkan serangan demam berdarah tiap tahun? Tahun ini anak saya yang kena, tahun lalu dua kemenakan saya juga dirawat karena demam berdarah. Mengingat demam berdarah masih terus menghantui orangtua, saya ingin mengetahui bagaimana upaya pemerintah memberantas demam berdarah. Saya mendengar upaya pengendalian HIV telah berhasil baik.
Menurut saya yang awam, mestinya memberantas demam berdarah lebih mudah daripada HIV. Kenapa demam berdarah masih terus ada di Jakarta? Kapan Jakarta bebas demam berdarah? Saya membaca sekarang sudah ada vaksin DBD. Kenapa pemerintah tidak memanfaatkan vaksin ini untuk mencegah penularan? Saya rasa pemerintah daerah DKI mampu melakukan imunisasi DBD ini. Mungkin mimpi kita Jakarta bebas DBD dapat dicapai. Apa yang dapat dilakukan warga untuk membantu pemerintah menjadikan Jakarta kota yang bebas demam berdarah? Terima kasih atas penjelasan dokter.
B di J
Anda benar, demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan. Hampir di semua provinsi penyakit ini ditemukan. Tahun lalu tercatat sekitar 200.000 kasus DBD di Indonesia, untunglah pada umumnya pasien dapat diselamatkan, hanya sebagian kecil yang meninggal. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan agar pada tahun 2019 angka kejadian DBD dapat ditekan 25 persen dibandingkan tahun 2010. Kita juga sedang bekerja keras untuk mencapai penurunan tersebut.
Untuk dapat mencegah penularan DBD, upaya yang paling penting adalah dengan melenyapkan genangan air tempat jentik nyamuk berkembang biak. Jika jentik nyamuk dapat kita cegah berkembang biak, nyamuk dewasa tidak akan terbentuk. Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk. Nyamuk yang menggigit pasien DBD yang dalam darahnya ada virus DBD jika mengisap orang lain, maka virus tersebut akan ditusukkan ke orang yang digigit sehingga orang tersebut tertular DBD.
Masyarakat sering menginginkan pengasapan (fogging) untuk membunuh nyamuk dewasa. Sebenarnya pengasapan bukanlah cara efektif mencegah penularan karena jika jentik nyamuk dibiarkan berkembang biak dan tumbuh, jentik tersebut akan menjadi nyamuk dewasa. Selain itu, pelaksanaan pengasapan yang terlalu sering dapat menimbulkan kekebalan sehingga nyamuk dewasa tak dapat dibunuh lagi dengan pengasapan.
Pemerintah sekarang mengampanyekan satu rumah satu juru pemantau jentik (jumantik). Anda tentu masih ingat, dulu setiap Jumat, jumantik akan mendatangi rumah warga untuk memantau apakah di rumah warga terdapat air tergenang yang menjadi tempat berkembangnya jentik nyamuk Aedes aegypti. Jika ada, penghuni rumah akan diberi penjelasan tentang bahaya jentik nyamuk dan bagaimana mencegah agar di rumah dan lingkungan tidak ada jentik nyamuk Aedes ini. Upaya ini memberikan hasil, tetapi tidak maksimal.
Penghuni rumah mengandalkan jumantik untuk memberantas jentik nyamuk di rumahnya. Jika jumantik tidak datang, tidak ada yang memedulikan keberadaan jentik nyamuk ini. Karena itulah, sekarang tanggung jawab untuk memberantas jentik nyamuk justru pada penghuni rumah. Kepala keluarga harus menunjuk salah seorang anggota keluarganya memantau jentik nyamuk di rumah dan sekitar rumah.
Setiap rumah dibekali dengan kartu jentik. Keberadaan jentik harus dicatat pada kartu jentik. Diharapkan, dengan pendekatan satu rumah satu jumantik ini, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk akan lebih efisien. Jika berjalan baik, pemerintah mengharapkan paling sedikit 95 persen permukiman bebas jentik nyamuk. Dengan cara ini, target WHO akan dapat dilaksanakan di Indonesia. Bahkan, Wali Kota Jakarta Selatan berani menargetkan tahun 2020 Jakarta Selatan akan bebas DBD.
Tantangan pemusnah jentik memang banyak. Kebiasaan penduduk yang membiarkan air tergenang, membuang kaleng atau wadah lain yang menjadi tempat genangan air. Bak mandi harus dikuras sedikitnya seminggu sekali. Vas kembang yang berisi air juga dapat menjadi tempat berkembang biaknya jentik nyamuk DBD. Selain permukiman, sekolah, kantor, asrama, dan sejumlah bangunan harus bebas jentik nyamuk.
Di Jakarta, kita sering menyaksikan banyak pembangunan gedung, sebagian pembangunan gedung terbengkalai. Gedung yang tebengkalai ini dapat menjadi tempat berkembang biaknya jentik nyamuk. Karena itulah, perlu upaya terpadu melenyapkan jentik nyamuk ini. Meski banyak tantangan, kita harus optimistis. Beberapa negara berhasil memberantas nyamuk DBD di antaranya tetangga kita Singapura. Melalui kesadaran warga dan peraturan beserta sanksinya, Singapura dapat dikatakan bebas DBD.
Mengenai vaksin DBD memang sejak tahun lalu sudah tersedia di Indonesia. Vaksin ini digunakan untuk anak umur 9 tahun sampai 16 tahun. Vaksin ini bermanfaat untuk mengurangi risiko penularan, mencegah bentuk demam berdarah yang berat, serta mengurangi risiko masuk rumah sakit. Namun, penggunaan vaksin ini baru bermanfaat bagi masyarakat jika penggunaan vaksin ini dilaksanakan secara luas. Jika setiap tahun sekitar 200.000 warga Indonesia, terutama anak-anak, mengalami DBD, dapat dihitung berapa kerugian uang dan waktu akibat penyakit ini.
Kita memang harus punya mimpi agar Indonesia bebas DBD dan Jakarta sebagai ibu kota negara mungkin dapat memeloporinya. Meski sudah ada vaksin, pemberantasan jentik nyamuk masih merupakan upaya yang utama. Pemerintah sekarang mencanangkan strategi satu rumah satu jumantik. Bukan hanya keberadaan jumantik yang perlu, melainkan jumantik tersebut benar-benar memantau keberadaan jentik nyamuk.
Pemerintah juga perlu melakukan pembinaan dan pengawasan agar strategi satu rumah satu jumantik ini dapat berjalan dengan baik. Pemberantasan DBD tidak terlalu mengandalkan pengadaan alat kedokteran dan obat yang canggih, tetapi yang paling penting adalah bagaimana pemerintah bersama masyarakat dapat memberantas jentik nyamuk DBD. Semoga dengan pendekatan satu rumah satu jumantik ini, DBD di Indonesia dapat dikendalikan.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.