logo Kompas.id
Akhir PekanMenunggu Program Hepatitis C
Iklan

Menunggu Program Hepatitis C

Oleh
DR SAMSURIDJAL DJAUZI
· 6 menit baca

Sejak tahun 2002, sewaktu saya masih di sekolah menengah atas, saya tertular hepatitis C. Waktu itu, saya ikut teman-teman menggunakan narkoba suntikan. Saya menggunakan morfin dan mengalami kecanduan sehingga susah sekali berhenti. Keluarga saya semua merasa terganggu dengan kebiasaan saya, banyak barang keluarga yang saya jual untuk mendapatkan narkoba suntikan. Saya juga belum memahami bahaya menggunakan jarum bersama sehingga biasa menggunakan jarum bersama penyuntik lain. Ayah saya kemudian membawa saya ke pusat rehabilitasi narkoba. Saya direhab di sana sekitar satu tahun dan kemudian diizinkan pulang secara bertahap. Saya harus tetap mengikuti program rehabilitasi meski sudah pulang. Saya mulai menghindari teman-teman lama dan memulai hidup baru di kota lain. Saya tinggal bersama paman saya, seorang tentara, dan melanjutkan sekolah. Sekarang saya sudah bekerja di sebuah perusahaan swasta. Sebagai lulusan informatika, saya mendapat tugas mengelola sistem informasi, sudah 5 tahun. Penghasilan saya lumayan dan sekarang saya sudah berumur 31 tahun dan sudah mempunyai seorang anak perempuan berumur 2 tahun. Saya bersemangat menghadapi masa depan. Istri saya juga bekerja di bank dan kami merencanakan untuk hidup sehat dan menjauhkan anak dari narkoba dan bahan yang merusak kesehatan lainnya. Saya telah melakukan pemeriksaan lengkap. Hasilnya ternyata saya terkena hepatitis C kronik. Saya amat khawatir tertular HIV, tetapi tes HIV saya menunjukkan hasil negatif. Saya sejak dua tahun ini sudah merencanakan untuk mengobati hepatitis C secara tuntas. Teman saya yang juga menderita hepatitis C kronik menjalani pengobatan dengan suntikan interferon. Dia menceritakan efek samping interferon ternyata cukup banyak dan menyebabkan dia tak dapat aktif bekerja. Namun, yang menyebabkan saya kurang berminat mengikuti terapi interferon adalah keberhasilan terapi masih rendah, yaitu sekitar 50 persen. Teman saya menjalani terapi suntikan selama setahun seminggu sekali, dia beruntung termasuk yang hasil terapinya baik. Setahun belakangan ini, di kalangan penderita hepatitis C ramai dibicarakan obat DAA yang angka keberhasilannya di atas 90 persen, obat hanya diminum tanpa disuntikkan dan lama terapi hanya 3 bulan. Banyak penderita hepatitis C yang membeli obat ini dari India. Saya sebenarnya berminat, tetapi karena cara pembeliannya kurang jelas saya menunda sampai obat tersebut resmi ada di Indonesia. Sementara itu, saya memeriksakan jumlah virus hepatitis C saya yang ternyata tinggi. Sementara keadaan hati saya dinilai dengan pemeriksaan Fibroscan dan hasilnya F2, dokter sudah menganjurkan agar saya menjalani terapi hepatitis C yang baru. Saya mendengar bahwa pemerintah akan melaksanakan program terapi hepatitis C bersubsidi. Bahkan, menurut teman saya, program tersebut akan dilaksanakan tahun ini. Mohon penjelasan lebih lanjut mengenai program tersebut. Apakah saya dapat mengikuti program tersebut? Saya sekeluarga peserta program asuransi BPJS. Apakah istri saya juga harus periksa hepatitis C? Terima kasih atas penjelasan dokter.M di J Hepatitis C masih merupakan penyakit yang sering dijumpai di negeri kita. Sekitar 2,5 persen penduduk Indonesia tertular hepatitis C. Penularan hepatitis C melalui cairan tubuh sehingga dapat menular melalui transfusi darah ataupun hubungan seksual, tetapi penularan yang paling sering terjadi adalah melalui penggunaan jarum suntik bersama di kalangan remaja yang menggunakan narkoba suntikan. Saya senang Anda dan keluarga bertekad menjalani hidup sehat. Mudah-mudahan tekad tersebut dapat diamalkan terus-menerus. Ada baiknya istri Anda menjalani tes hepatitis C meski risiko penularan hepatitis C melalui hubungan seksual tidaklah tinggi. Memang benar pemerintah sedang menyiapkan bantuan obat hepatitis C untuk penderita hepatitis C kronik, baik yang monoinfeksi (hanya terinfeksi hepatitis Ca) maupun yang infeksi hepatitis C bersamaan dengan HIV. Kita tahu pemerintah sejak tahun 2005 telah menyediakan obat HIV gratis yang disebut ARV. Dewasa ini ada sekitar 70.000 orang yang menggunakan obat tersebut. Sekarang pemerintah memberi subsidi untuk obat hepatitis C kronik yang baru yang disebut direct acting antiviral (DAA). Obat ini cukup diminum dan hasil pengobatan memang rata-rata di atas 90 persen. Lama pengobatan untuk penderita yang belum sirosis hati hanya 3 bulan, sedangkan yang sudah sirosis hati perlu waktu 6 bulan. Pemerintah menyediakan obat DAA, tetapi pasien masih harus melakukan pemeriksaan tes hepatitis C, jumlah virus hepatitis C (HCV RNA), dan Fibroscan dengan biaya sendiri. Anda tampaknya sudah siap mengikuti program ini karena pemeriksaan laboratorium dan Fibroscan telah tersedia. Anda dapat berkonsultasi di rumah sakit yang ditunjuk pemerintah pada tahap permulaan di Jakarta, seperti RS Cipto Mangunkusumo, RS Persahabatan, RS Sulianti Saroso, RSPAD Gatot Subroto, RS Dharmais, RSUD Tarakan, RS Pelni, dan RSKO Cibubur. Dokter spesialis penyakit dalam (konsultan hati) akan menilai apakah Anda termasuk yang memerlukan obat tersebut serta menentukan kombinasi obat DAA yang diperlukan. Ada kemungkinan salah satu obat DAA yang diperlukan belum masuk jaminan pemerintah (yaitu Daclatasvir). Untuk itu, Anda dapat membelinya di apotek yang ditunjuk, yaitu apotek Kimia Farma. Subsidi pemerintah ini cukup berarti. Jika membeli sendiri obat DAA, diperlukan biaya sekitar Rp 18 juta untuk 3 bulan pengobatan. Melalui subsidi ini, mungkin kombinasi obat yang Anda perlukan tersedia dalam program pemerintah sehingga Anda tak perlu membeli obat lagi. Namun, jika pada kombinasi diperlukan Daclatasvir, Anda masih harus membeli untuk tiga bulan sekitar Rp 6 juta. Setelah 3 atau 6 bulan dengan DAA, pemeriksaan jumlah virus hepatitis C (HCV RNA) harus diulang. Jika sudah tak terdeteksi, diulang sekali lagi 3 atau 6 bulan kemudian. Jika tetap tak terdeteksi, Anda dinyatakan sembuh. Jadi, berbeda dengan terapi HIV yang masih harus minum obat ARV meski jumlah virus HIV sudah tak terdetaksi. Memang terapi hepatitis C yang baru ini dapat menyembuhkan hepatitis C. Untuk dapat mengikuti program ini, perlu dipersiapkan hasil tes hepatitis C (anti-HCV), HCV RNA, dan Fibroscan. Bagi yang sudah punya pemeriksaan genotip Hepatitis C harap dibawa. Jika belum ada, tanyakan dokter Anda apakah perlu diperiksa. Jika dokter menggunakan kombinasi Sofosbuvir dan Daclatasvir, kemungkinan tidak perlu pemeriksaan genotip virus yang mahal itu. Program terapi hepatitis C dimulai bertahap di Jakarta dulu, selanjutnya akan disebar ke seluruh Indonesia. Mudah-mudahan subsidi pemerintah juga akan diperluas tidak hanya obat DAA, tetapi nanti akan mencakup pemeriksaan laboratorium juga. Sekali lagi, program ini terbuka bagi mereka yang hanya menderita hepatitis C saja ataupun yang menderita hepatitis C kronik bersama HIV. Jika Anda memerlukan informasi lebih lanjut tentang hepatitis C, dapat menghubungi Lembaga Swadaya Masyarakat Ampuh nomor telepon genggam 0818920270 (Adi) dan e-mail: kracmadi@gmail.com. Saya berharap Anda sekeluarga akan sehat dan bahagia selalu.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000