Ibu Mengalami Depresi
Ayah saya meninggal setahun yang lalu seminggu sehabis Lebaran. Kepergiannya amat mendadak. Kami masih berkumpul di rumah orangtua kami beserta anak-anak sewaktu hari Lebaran. Kami semua merasa gembira dapat berkumpul bersama dengan orangtua kami.
Ayah berumur 74 tahun dan ibu 71 tahun. Mereka masih mandiri meski ditemani seorang asisten rumah tangga yang membantu di dapur, mencuci, serta mengurus obat-obatan ibu dan bapak. Ayah tiba-tiba mendadak mendapat serangan jantung pada malam hari. Saya sempat membawanya ke rumah sakit. Namun, setelah dirawat dua hari, beliau meninggal.
Kepergian ayah merupakan pukulan besar buat keluarga kami, terutama bagi ibu saya. Ibu masih belum percaya ayah sudah meninggal dan setiap hari selalu bercerita tentang ayah saya, terutama masa mereka muda dulu. Ibu bercerita bagaimana sebagai keluarga muda berjuang menghidupi kami anak-anaknya.
Ayah merupakan pribadi yang kuat dan tegar dan ibu saya sebaliknya ibu yang lembut dan penuh kasih sayang. Dalam kehidupan rumah tangga, ibu bersandar kepada ayah, baik dari segi finansial maupun pengambilan keputusan. Kami bertiga anak-anak ibu memahami kondisi ibu yang kesepian sehingga kami membagi waktu untuk datang bergantian berkunjung ke rumah ibu.
Sebagai anak perempuan satu-satunya, saya paling dekat dengan ibu. Kedatangan kami beserta anak merupakan saat yang dinantikan ibu. Tampak sekali beliau gembira dengan kedatangan kami. Secara finansial, ibu hidup cukup dan kami pun siap membantu jika ada hal yang diperlukan. Sekarang teman ibu sehari hari-hari hanyalah asisten rumah tangga, perempuan berumur 20 tahun. Dia sudah bekerja pada ibu lima tahun ini.
Seminggu yang lalu asisten rumah tangga ibu menyampaikan niatnya untuk menikah di kampung dan kemungkinan tidak kembali bekerja lagi. Saya agak terkejut dengan niatnya. Meski saya memahami bahwa dia memang sudah waktunya berkeluarga, saya khawatir ibu akan kehilangan teman. Tidak mudah mencari asisten rumah tangga yang akan disukai ibu.
Perilaku ibu sejak itu mulai berubah. Ibu menjadi pendiam dan mudah sedih, bahkan tak jarang menangis. Jika kami datang, ibu hanya menemani sebentar dan kemudian merasa lelah dan masuk kamar tidur. Padahal, sebelumnya ibu amat senang bercengkerama dengan cucu-cucunya. Saya menduga perubahan sikap ibu berkaitan dengan asisten rumah tangga yang akan berhenti.
Saya menawarkan ibu agar tinggal bersama saya atau saudara saya yang lain. Semula beliau bersedia, tetapi kemudian berubah pikiran. Dia merasa berat meninggalkan rumah yang menjadi kenangan bersama ayah saya. Ibu juga mulai malas minum obat sehingga darah tingginya mulai tak terkendali.
Akhirnya saya membawa ibu ke dokter dan dokter mendiagnosis ibu mengalami depresi. Menurut dokter, rencana pulang asisten rumah tangga hanya merupakan faktor pencetus karena sebenarnya ibu telah mengalami depresi ringan sebelumnya. Dalam hidup kita tentu pernah menghadapi kesedihan, tetapi biasanya kita berhasil keluar dari kesedihan tersebut. Bagaimana depresi pada orang berusia lanjut? Apakah depresi tersebut akan lebih berat dan apakah dapat menyebabkan penyakit lain ikut menjadi lebih parah? Mohon penjelasan dokter apa yang harus saya lakukan untuk menolong ibu saya.
A di J
Saya terkesan atas perhatian Anda dan saudara-saudara Anda pada ibu. Di tengah kesibukan sehari hari, Anda masih mempunyai perhatian penuh pada ibu. Orang berusia lanjut menghadapi berbagai masalah kesehatan, seperti penyakit jantung, kencing manis, dan sakit sendi.
Sebenarnya di samping risiko berbagai penyakit fisik tersebut, orang usia lanjut lebih sering menderita gangguan emosi, termasuk depresi. Banyak penyebab yang mungkin menimbulkan depresi. Para pakar kejiwaan mengemukakan faktor keturunan, adanya penyakit jiwa dalam keluarga, serta penyakit fisik dapat menimbulkan depresi.
Di samping itu, orang berusia lanjut menghadapi berbagai kejadian dalam hidupnya, seperti kematian pasangan hidup dan ditinggal anak-anak yang sudah hidup mandiri. Anda sendiri sudah mengenal banyak tantangan hidup yang dihadapi oleh ibu Anda. Tindakan yang bijak adalah membawanya berkonsultasi dengan pakar kesehatan jiwa. Di samping itu, beri dukungan dan ciptakan lingkungan yang dapat menyemangati ibu Anda.
Gejala depresi tampaknya memang timbul pada ibu Anda. Gejala depresi di antaranya rasa sedih, kosong, kehilangan minat mengerjakan sesuatu yang semula menjadi hobi, rasa lelah, sukar tidur atau kebanyakan tidur, tak nafsu makan atau banyak makan, merasa nyeri di berbagai bagian tubuh, nyeri kepala, rasa tak enak di perut, bahkan ada yang sampai mempunyai pemikiran bunuh diri.
Diagnosis depresi ditegakkan atas dasar riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan jika perlu pemeriksaan penunjang. Gejala-gejala depresi yang timbul biasanya berlangsung lama paling sedikit dua minggu. Terapi depresi pada prinsipnya dua macam, yaitu terapi kejiwaan (psikoterapi) dan terapi dengan obat. Pada terapi kejiwaan, dokter berusaha memahami masalah kejiwaan pasien dan melakukan wawancara, baik dengan pasien maupun keluarga atau orang sekitar. Kemudian dokter akan melakukan terapi kejiwaan. Obat-obat akan dapat mengurangi gejala yang timbul. Kombinasi kedua terapi ini diharapkan akan dapat mengurangi depresi pada penderita.
Apa yang dapat kita lakukan sebagai keluarga? Selain mengajaknya berkonsultasi kepada dokter, kita dapat memberi dukungan. Usahakan untuk berbicara secara teratur dengan ibu Anda, terutama pada keadaan beliau tidak merasa lelah. Perhatikan baik-baik apa yang diungkapkannya. Berilah nasihat jika dia memintanya. Tunjukkan kepedulian dan empati Anda. Adakalanya orang yang depresi mengatakan bagi dia lebih baik mati daripada hidup. Perhatikan pernyataan tersebut, jangan dianggap sekadar pernyataan main-main. Sampaikan kepada dokter yang mampu menilai kemungkinan pasien melakukan percobaan bunuh diri. Datangi ibu Anda secara teratur atau ajak dia ke rumah Anda dan bercengkerama. Anda perlu optimistis dan menunjukkan bahwa Anda merupakan anak yang akan dapat membantu persolannya. Tunjukkan muka yang cerah dan optimis.
Secara tidak langsung, depresi dapat memperberat penyakit yang ada, seperti darah tinggi, kencing manis, atau penyakit kronik lain. Pada umumnya, penyakit kronik ini memerlukan gaya hidup sehat dan obat yang harus diminum terus-menerus. Penderita depresi mungkin saja tak mengamalkan gaya hidup sehat dan tidak minum obat secara teratur. Seperti yang terjadi pada ibu Anda. Ketika konsumsi obat darah tingginya tak teratur, dapat terjadi kenaikan tekanan darah.
Keluarga di kota besar sekarang memang sudah mulai menjurus ke keluarga inti. Orangtua dan anak sudah mempunyai keluarga sendiri-sendiri, bahkan tak jarang tinggal berjauhan sehingga jarang berjumpa. Ini tentu menyebabkan orang lanjut usia merasa kesepian. Saya bersyukur Anda bersaudara masih dapat mengunjungi ibu dan memberi dukungan. Semoga ibu Anda dapat mengatasi depresinya dan segera mendapat asisten rumah tangga baru yang sesuai.