Saya baru menikah tujuh bulan lalu dan sebulan lalu dokter menyatakan saya hamil. Saya dan suami gembira karena kami memang sudah merencanakan untuk punya anak dalam waktu dekat karena umur saya sudah 27 tahun dan suami 30 tahun. Namun, kegembiraan kami tak lama. Dokter spesialis kandungan meminta saya menjalani serangkaian pemeriksaan laboratorium, termasuk pemeriksaan hepatitis B dan HIV. Menurut dokter, pemeriksaan tersebut penting untuk menjaga agar bayi saya dan saya dapat dipantau dengan baik.
Hasilnya mengejutkan kami, saya ternyata positif tertular HIV. Saya sungguh tak menyangka karena saya merasa tak pernah melakukan perilaku berisiko. Dokter meminta agar suami saya juga menjalani pemeriksaan HIV dan ternyata dia juga positif. Semula kami amat terpukul menghadapi keadaan ini. Namun, setelah mendapat penjelasan panjang lebar dari konselor, semangat hidup kami timbul kembali. Menurut konselor, jika kami menjalani pengobatan antiretroviral (ARV), terbuka kemungkinan bagi kami untuk tetap sehat dan hidup normal. Kami dapat bekerja seperti sekarang, usia harapan hidup juga hampir sama dengan orang yang non-HIV. Kami merasa amat bersyukur ketika mengetahui bahwa anak kami dapat terhindar dari penularan HIV.
Saya harus secepatnya minum obat ARV agar perkembangan HIV dalam tubuh saya dapat dihambat. Menurut dokter, jika saya minum obat teratur, HIV dalam darah saya dapat bersih (tak terdeteksi), namun saya tidak boleh berhenti minum obat ARV. Jika HIV sudah tak terdeteksi lagi, risiko saya terkena infeksi oportunistik akan minimal dan yang penting risiko saya menularkan pada bayi saya juga menjadi amat kecil. Sudah tentu saya ingin segera minum obat ARV, tetapi saya masih ragu apakah obat tersebut mempunyai efek samping yang berbahaya. Apakah obat ARV dapat mengganggu pertumbuhan janin sehingga bayi yang lahir menjadi cacat? Saya juga ingin mengetahui apakah nanti saya dapat melahirkan biasa atau harus dengan operasi caesar. Saya ingin sekali menyusui bayi saya karena saya memahami ASI amat bermanfaat bagi pertumbuhan, termasuk kecerdasan bayi. Bolehkah saya menyusui bayi saya? Terima kasih atas penjelasan dokter.
M di J
Terlebih dahulu saya ingin mengucapkan selamat atas kehamilan Anda. Dewasa ini ibu yang positif HIV dapat melahirkan bayi yang bebas dari infeksi HIV. Banyak negara yang mempunyai program pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi telah menunjukkan bahwa bayi yang lahir dari ibu positif, jika dilakukan pencegahan penularan, hampir tak ada lagi yang tertular HIV.
Selain itu, keadaan kesehatan ibu yang minum obat ARV juga lebih terjaga dan dapat terhindar dari infeksi oportunistik. Obat ARV sekarang di samping untuk terapi HIV juga digunakan untuk pencegahan penularan HIV. Saya berharap Anda bersama suami segera berkonsultasi dengan dokter Anda untuk menyiapkan diri minum obat ARV.
Apakah obat ARV mempunyai efek samping? Sama dengan obat lain, obat ARV juga dapat menimbulkan efek samping. Untunglah persentase orang yang mengalami efek samping biasanya tidak besar dan jika terjadi efek samping, efek samping tersebut dapat diatasi. Efek samping yang mungkin timbul adalah anemia (kurang darah) yang merupakan efek samping Zidovudin, sedangkan obat Nevirapin dan Efavirenz dapat menimbulkan reaksi alergi dan gangguan fungsi hati.
Penderita yang minum obat ARV yang mengandung Tenofovir sebagian kecil dapat mengalami gangguan fungsi ginjal. Itulah sebabnya dokter akan memantau fungsi ginjal secara berkala. Jadi, efek samping umumnya jarang terjadi. Jikapun terjadi, biasanya dapat diatasi dengan baik.
Dewasa ini ada sekitar 70.000 orang di Indonesia minum ARV. Sebagian besar telah bersekolah atau bekerja. Mereka dapat hidup produktif seperti teman-teman mereka. Memang benar usia harapan hidup juga hampir sama dengan orang non-HIV. Obat ARV amat bermanfaat. Untunglah pemerintah kita sejak tahun 2004 telah memproduksi obat ARV di Indonesia dan sejak tahun 2005 telah menyediakan obat ARV ini secara cuma-cuma bagi mereka yang memerlukan.
Agar dapat bermanfaat dengan baik, obat ARV harus diminum secara teratur dan tak boleh putus. Bahkan, sebaiknya jadwal minum obat juga teratur untuk mencegah agar kadar obat dalam darah dapat terjaga pada kadar yang dapat menghambat berkembang biaknya HIV. Jika obat ARV dihentikan, virus berisiko akan menjadi banyak lagi, kekebalan tubuh menurun, dan infeksi oportunistik dapat timbul. Selain itu, jika minum obat kembali, ada risiko terjadi resistensi obat sehingga obat ARV mungkin harus diganti.
Pada pemeriksaan ibu hamil, selain pemeriksaan fisik, dokter juga akan menganjurkan pemeriksaan laboratorium. Khusus pada perempuan hamil dianjurkan pemeriksaan HIV dilakukan sedini mungkin. Syukur jika hasil negatif. Namun, jika positif, obat ARV dapat dimulai dini sehingga kemungkinan jumlah virus HIV menjadi tak terdeteksi selama kehamilan menjadi lebih besar.
Bagaimana dampak terapi ARV pada janin? WHO dan para pakar menyimpulkan bahwa obat ARV yang tersedia di Indonesia pada umumnya aman untuk janin dan boleh diminum pada awal kehamilan. Sudah tentu saya menganjurkan Anda agar berkonsultasi lebih mendalam dengan dokter yang memeriksa kehamilan Anda. Meski sudah berkurang, para dokter masih menghadapi ibu yang sudah hamil tua tetapi belum diperiksa tes HIV. Bahkan, masih ada ibu hamil yang didiagnosis HIV setelah melahirkan. Hal ini harus dihindari karena risiko bayi tertular HIV menjadi lebih besar. Jadi, semua ibu hamil sebaiknya menjalani tes HIV untuk kesehatan ibu dan bayi.
Jika Anda nanti dapat mencapai keadaan jumlah virus HIV tak terdeteksi, Anda kemungkinan dapat melahirkan secara biasa (tidak harus operasi caesar). Begitu juga kemungkinan Anda akan diizinkan menyusui, tetapi harus menyusui secara eksklusif. Bayi hanya boleh minum ASI, tak boleh ada tambahan lain selama enam bulan. Sudah tentu Anda harus berkonsultasi dengan dokter Anda untuk memutuskan hal ini.
Kita bersyukur bayi yang tertular HIV dari ibunya di Indonesia sudah semakin berkurang. Kita harus menyusul Thailand yang telah mengumumkan tak ada lagi bayi yang lahir di Thailand tertular HIV. Pencegahan penularan HIV dari ibu positif ke bayinya di Thailand berjalan dengan sukses. Sudah tentu kita juga dapat mencapai keadaan seperti di Thailand jika kita mampu membangun kesadaran semua pihak, baik pemerintah, petugas kesehatan, maupun masyarakat.
Ibu hamil harus cepat memeriksakan diri ke layanan kesehatan. Ibu hamil juga harus menjalani pemeriksaan yang diperlukan dan menjalani serangkaian upaya pencegahan untuk mencegah bayi tertular HIV. Bayi harus minum obat pencegahan dan menjalani serangkaian tes untuk memastikan bahwa bayi tersebut tidak tertular HIV. Nah, sekali lagi saya mengucapkan selamat atas kehamilan Anda. Semoga Anda memperoleh anak yang sehat, cerdas, dan berbakti kepada orangtua dan negara.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.