logo Kompas.id
Akhir PekanDiplomasi Kuliner Nusantara
Iklan

Diplomasi Kuliner Nusantara

Oleh
Santhi H Serad
· 6 menit baca

"Tell me what you eat, and I will tell you who you are."Itulah ungkapan gastronom Perancis Jean Anthelme Brillat-Savarin. Dapat ditafsir, dari kebiasaan makan seseorang dan jenis makanan yang disantap, dapat diterka dari mana asalnya. Beda negara, berbeda pula kesukaan tehadap suatu makanan. Contohnya di Indonesia, secara umum, jika seseorang yang suka makanan pedas, bisa jadi ia berasal dari Sulawesi Utara atau Sumatera Barat. Jika menyukai makanan yang lebih manis, kemungkinan ia berasal dari Jawa Tengah. Begitu juga jika seseorang menyukai lalapan, bisa dipastikan itu kebiasaan sejak dahulu masyarakat Jawa Barat.Kesukaan terhadap suatu makanan sangat erat kaitannya dengan kebiasaan seseorang. Menurut saya, hal ini juga dipengaruhi oleh referensi rasa dari masakan rumahan (home cooking atau masakan ibu atau masakan daerah yang membesarkan kita). Suatu makanan yang dicecap dengan indera perasa kita dapat mengembalikan memori pada makanan yang pernah disantap di masa lalu atau masa kecil. Mungkin kita sebut sebagai memori lidah karena ingatan tentang rasa itu disimpan oleh lidah kita selama kita hidup. Itulah penjelasan mengapa kebanyakan orang rindu makanan kampung, yaitu karena itu juga mengingatkan dirinya soal seluruh pengalamannya di masa lalu.Lebih jauh lagi, rasa sesungguhnya diproduksi oleh budaya. Penilaian terhadap suatu makanan bisa jadi sangat subyektif, tergantung dari referensi budaya yang memproduksinya. Pengetahuan rasa bisa jadi berasal dari pengetahuan dan pengalaman. Lalu, melalui penilaian sensorik apakah itu enak atau tidak enak, menyenangkan atau tidak, mind set manusia yang terkadang menilai dahulu sebelum makanan masuk ke dalam mulut.Oleh sebab itu, sangat penting impresi penilaian rasa saat pertama kali mencicipi suatu makanan baru karena aroma dan rasa ini yang akan melekat dalam ingatan. Sensorik lidah akan bekerja dan mengirimkannya kepada otak untuk kemudian disimpan sebagai cita rasa atau selera. Bahwa ingatan yang berasal dari pencecapan lidah jauh lebih lama diingat otak dibandingkan ingatan yang berasal dari mata atau hidung masih menjadi rahasia sampai sekarang. Masih terus ingin dikuak dan diteliti, bagian mana dari otak yang terangsang untuk mengingat ketika daya pencecap lidah bekerja sehingga daya ingat akan rasa itu jauh lebih tajam dibandingkan daya penglihatan atau penciuman.IdentitasSeturut perkataan Jean Anthelme Brillat-Savarin, makanan bisa merupakan jati diri dan identitas budaya bangsa. Ia menjadi representasi entitas kultural, yang bisa dikenali dengan sangat mudah lantaran sering kali berkait langsung dengan unsur-unsur dari gaya hidup. Siapa yang tak kenal spageti dari Italia atau hamburger dari Jerman atau juga sushi dari Jepang. Belakangan nama rendang begitu populer di kalangan pencinta kuliner dunia dan dikenal sebagai makanan dari Indonesia. Jenis-jenis makanan itu bahkan kemudian menjadi identik dengan negara tempat masyarakatnya menciptakan spageti, hamburger, sushi, dan rendang. Jadi, identitas sebuah bangsa kemudian tersematkan secara otomatis ke dalam "hanya" satu sajian kuliner di negara bersangkutan. Selain itu, makanan memiliki fungsi sosial, yaitu sebagai pemenuhan kebutuhan hidup, kenikmatan, dan komunikasi lintas budaya. Bahkan, makanan menjadi bahasa ritual agama dan upacara. Sebagai contoh, di Bali, makanan sebagai ungkapan syukur dengan cara menyisihkan sebagian dari hasil masakan, setiap hari, untuk dipersembahkan kepada Sang Hyang Widhi. Orang Bali yakin, dengan cara itu, mereka memanjatkan puji syukur atas pemberian makanan oleh Semesta. Di strata sosial, itu juga cara mereka berbagi dengan orang-orang sekitar, termasuk makhluk-makhluk lain yang mereka yakini hidup bersama mereka.Indonesia merupakan rumah dari 900 lebih etnis yang menyebar di 34 provinsi. Beragamnya etnis dan sumber daya alam menjadikan kuliner Nusantara sangat beragam. Bayangkan kita memiliki 16.000 pulau. Artinya, berbeda pulau, berbeda pula cara mengolah makanan dan beragam juga kearifan lokalnya. Itu juga mengindikasikan betapa kaya dan beragam realitas budaya dan kuliner Nusantara. Kekayaan itu tak habis-habisnya apabila digali secara baik dengan penuh perencanaan yang matang."Putte i Parken"Bertempat di taman kota Kungsträdgården, Stockholm, 28-29 Juli 2107, berlangsung festival Putte i Parken. Atas prakarsa Duta Besar Bagas Hapsoro, KBRI Stockholm mengadakan promosi budaya Indonesia dengan tema "Wonderful Indonesia Festival Kampung Indonesia" yang menampilkan kuliner Indonesia, seni budaya angklung, dan tarian Nusantara. Posisi Stockholm yang dikelilingi lautan menjadikannya kaya akan hasil laut, seperti ikan cod, herring, dan crayfish. Sementara daratan yang subur membuat hasil peternakan Swedia sangat unggul. Daging sapi, elk, unggas, dan dairy product (susu, keju, yoghurt, kwark) menjadi makanan favorit bagi masyarakat di sana. Negara ini punya surströmming, fermentasi ikan herring baltic yang dinobatkan sebagai makanan paling bau di seluruh dunia. Hanya masyarakat dari Swedia utara yang mengemarinya karena asal-usul makanan ini dari sana. Adapun di Stockholm banyak yang tidak menyukainya, yang menurut mereka berbau limbah. Mungkinkah ikan dan jenis olahannya dapat dikombinasikan dengan makanan Indonesia? Saatdemo memasak, penekun kuliner William Wongso mengawinkan fermentasi ikan herring dengan nasi goreng kampung. Terciptalah nasi goreng dengan rasa fermentasi ikan yang menyengat dan asin, sebagai pengganti terasi. Surströmming juga ternyata cocok sebagai campuran nasi bakar atau nasi liwet. Menu "baru" ini kemudian menjadi pertemuan dua budaya yang mencerminkan diplomasi antarkultur. Bisa jadi peristiwa pertemuan dalam piring pada acara Putte i Parken melahirkan peristiwa simbolik persahabatan kedua bangsa. Diplomasi budaya, terutama lewat kuliner, terkadang jauh lebih efektif ketimbang pembicaraan di meja perundingan. Diplomasi dengan cara yang lembut ini memungkinkan pertukaran kebiasaan, kesukaan, bahkan adat istiadat antarbangsa berlangsung dalam konteks yang praksis. Bahwa persaudaraan itu dipraktikkan seketika, tepat di saat pertemuan antara nasi goreng dan fermentasi ikan herring: antara masyarakat Indonesia dan Swedia. Sebagai wakil budaya Indonesia, dalam festival juga didemokan asinan buah jakarta dengan cara yang sangat menyenangkan. Kami menggunakan buah-buahan lokal, seperti nectarine, nanas, anggur, dan delima yang belum terlalu matang. Selama menjalankan diplomasi kuliner ke berbagai negara, asinan buah jakarta dengan rasa asam manis segar ini selalu disukai oleh semua yang mencobanya. Tim William Wongso yang terdiri dari saya dan Ade Suherman kemudian menyiapkan sate marangi dari daging elk atau di Amerika Utara dikenal dengan sebutan moose, sate ayam madura bumbu kacang, dan nasi goreng kampung dengan kerupuk udang. Daging elk menjadi pilihan untuk dimasak bumbu marangi karena elk, yang termasuk famili rusa, merupakan salah satu daging yang biasa dikonsumsi dan dijual di pasar. Elk, sejenis rusa besar ini, hidup di Amerika Utara, Asia Tengah, dan Eropa yang memiliki kandungan protein tinggi dan jadi salah satu alternatif pengganti daging sapi. Perlu diketahui, di Swedia setiap tahun 100.000 ekor elk diburu sebagai salah satu pilihan daging merah selain daging sapi. Selama proses penyiapan menu berbasis kuliner Nusantara itu, banyak pengunjung festival, setelah mencicipi menu ini, ingin tahu lebih banyak tentang Indonesia. Singkatnya, kedatangan rombongan kuliner dari Indonesia membawa angin segar dan membuka mata bangsa Swedia tentang flavors of Indonesia. Harapannya, di masa mendatang, penggemar kuliner Nusantara di Swedia dapat dimanjakan dengan mencicipi sajian khas Indonesia di sejumlah restoran di negeri itu. Dan, kapal-kapal pesiar yang melintasi jalur perairan seputar Skandinavia dapat menampilkan seni budaya serta kuliner Nusantara. Masalahnya, tinggal mempermudah akses untuk memperoleh bumbu-bumbu khas Indonesia. Harus diakui, sejauh ini tak mudah memperoleh rempah-rempah dan berbagai jenis bumbu Indonesia di luar negeri. Kita pantas iri dengan Thailand dan Vietnam. Thai Airways menerbangkan bumbu-bumbu khas Thailand ke berbagai penjuru dunia. Saat ini diperkirakan terdapat lebih dari 25.000 gerai rumah makan thai di seluruh dunia. Kapan Indonesia bisa seperti mereka? Itulah pekerjaan rumah bagi kita untuk memperkuat diplomasi kebudayaan melalui kuliner.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000