Ragam Pustaka
Imbas perubahan ini menimpa seluruh aspek, termasuk politik, ekonomi, bisnis, dan norma sosial. Interaksi warga berjejaring, sampai ke pelosok, mendorong terbangunnya pemberdayaan digital, membuat warga memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan masa sebelumnya. Bagi sektor industri, perkembangan teknologi dan interkoneksi mengantarnya ke era globalisasi produk, yang mengandung peluang sekaligus tantangan. Dibutuhkan langkah cepat bagi negara untuk merumuskan dua kebijakan, masing-masing untuk mengelola dunia nyata dan dunia maya.
Dua peradaban itu saling memengaruhi, membentuk keseimbangan. Teknologi, tak terhindarkan, selalu hadir sebagai bagian dari setiap solusi. Namun, Schmidt dan Cohen mengingatkan, teknologi bukan obat mujarab untuk semua penyakit dunia. Masa depan dunia ada di tangan manusia, sebagai pemandu era baru digital. Dengan kecerdasannya, manusia diyakini mampu beradaptasi, mengendalikan, dan memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan dan memperkaya dunia dan lingkungannya. (THA/LITBANG KOMPAS)
Masyarakat di Indonesia, seperti halnya warga lain di dunia, terimbas arus digital. Karakteristik digital yang cepat, luas, dan efisien untuk berkomunikasi memberikan kemudahan untuk tujuan politik ataupun ekonomi. Platform ini digunakan untuk menyalurkan kebebasan berekspresi dan berpendapat, termasuk melakukan aksi protes, kampanye, dan memanfaatkan jejaring media sosial. Ekonomi digital berhasil meningkatkan kinerja perdagangan elektronik dan menumbuhkan iklim yang mendukung terciptanya technopreneurs.
Secara nasional, Indonesia tergolong cepat menyerap teknologi ini. Mengutip data tahun 2016, di Indonesia ada 76 juta pengguna Facebook, keempat tertinggi di dunia. Namun, apabila diperiksa lebih mendalam, akses digital tersebut ternyata tidak merata. Dengan wilayah geografis yang sangat luas, infrastruktur yang terbatas, serta ragam tingkat sosial dan ekonomi, data menunjukkan, tiga perempat pengguna internet di Indonesia berada di Jawa dan Sumatera. Tercatat kurang dari 40 persen penduduk di Papua, dibandingkan dengan sekitar 97 persen warga Jakarta, yang memiliki telepon seluler.
Potret yang disajikan dalam Digital Indonesia: Connectivity and Divergence (ISEAS Publishing, 2017) tersebut menekankan tantangan dalam melakoni era digital. Sejumlah kajian yang tahun 2016 dipresentasikan di konferensi Indonesia Update ini memperlihatkan digitalisasi di Indonesia belum mendorong tumbuhnya partisipasi yang merata dan setara di tengah perkembangan demokrasi saat ini. Indonesia diingatkan harus memastikan teknologi digital tidak justru memperlebar jurang antarkelas sosial, dan mempertajam kesenjangan masyarakat desa dan perkotaan. (THA/LITBANG KOMPAS)