Fenomena di atas merupakan bagian dari berbagai persoalan media yang ditulis Ignatius Haryanto dalam buku Jurnalisme Era Digital: Tantangan Industri Media Abad 21 (Penerbit Buku Kompas, 2014). Mengutip Guru Besar Komunikasi Universitas Amsterdam Denis McQuail, penulis mengingatkan kita bahwa media berbeda dengan industri atau perusahaan jasa lainnya. Media memiliki tanggung jawab untuk berpihak kepada kepentingan publik, bukan hanya kepentingan pemilik media. Jurnalisme yang mengemban kepentingan publik itulah yang menjadi tantangan utama industri media kini.
Pesatnya kemajuan teknologi informasi yang ditandai dengan menjamurnya media daring pun seharusnya tidak mengubah sifat yang harus dimiliki media, yaitu media yang dipercaya publik. Para pelaku media di era digital harus sadar akan dampak berita daring yang lebih besar dibandingkan media cetak karena kecepatan dan jangkauannya. Tidak boleh asal cepat. Akurasi, verifikasi, cover all side, juga konteks peristiwa, tetap punya makna penting bagi khalayak. Media harus tetap menjadi pedoman bagi publik. (AEP/Litbang Kompas)
Pedoman Mencari dan Menampilkan Kebenaran
Tumbangnya rezim Orde Baru pada 1998 dan kemajuan teknologi informasi telah membawa jurnalisme di Tanah Air dewasa ini tampil berbeda. Kini, sedikitnya ada ratusan media cetak dan radio, puluhan stasiun televisi, serta kemunculan media baru (new media). Meski demikian, kita melihat jurnalisme di era digital bak bola liar yang bergulir tanpa arah yang jelas. Banyaknya media massa yang muncul tidak serta merta diikuti dengan mutu pemberitaan yang baik. Hal itu diperkuat data statistik yang menunjukkan, selama tahun 2013, Dewan Pers menerima 780 pengaduan dari masyarakat.
Zulkarimein Nasution, dalam bukunya yang bertajuk Etika Jurnalisme: Prinsip-prinsip Dasar (Rajawali Pers, 2015), mengatakan bahwa pelanggaran yang dilakukan media massa disebabkan ketidakpahaman para jurnalis akan etika jurnalisme. Padahal, etika jurnalisme dianalogikan seperti sebuah kompas di sebuah kapal. Media dan para jurnalis layaknya nakhoda yang membutuhkan navigasi agar tidak tersesat dalam melaksanakan misinya yang mulia: mencari dan menyampaikan kebenaran.
Buku ini memberi pedoman untuk melaksanakan misi mulia tersebut. Penulis memperkenalkan sejumlah konsep dan pengertian dasar etika dalam ranah jurnalisme. Pada bagian akhir buku, penulis mengangkat wacana menarik tentang tantangan etika jurnalisme pada masa kini. Disebutkan, industrialisasi pers menyebabkan media kerap mengabaikan etika jurnalisme demi keuntungan komersial. Padahal, etika tetap dibutuhkan jurnalisme agar terus hidup karena pada hakikatnya publik mengharapkan sesuatu yang bernilai atau bermakna bagi hidup mereka. (AEP/Litbang Kompas)