Bahagia di Tahun yang Baru
David Niven (2006), seorang psikolog dan ilmuwan sosial yang mengajar di Ohio State University, Amerika Serikat, dalam salah satu bukunya menuliskan 100 rahasia sederhana agar seseorang dapat hidup bahagia. Beberapa pandangannya saya pilihkan untuk renungan menghadapi peralihan tahun baru.
Gunakan strategi untuk mendapatkan kebahagiaan
Kita kadang berasumsi bahwa orang yang bahagia dan tidak bahagia memang sudah dilahirkan seperti itu adanya. Namun, sebenarnya kedua tipe ini dalam kesehariannya melakukan hal-hal yang menciptakan dan memperkuat suasana hati mereka masing-masing. Orang yang bahagia membiarkan diri mereka bahagia. Orang yang tidak bahagia terus melakukan hal-hal yang membuat mereka kesal. Jadi, marilah menentukan apa yang kita inginkan,
lalu gunakan strategi untuk mendapatkannya.
Ironisnya, anak-anak acap kali lebih baik dalam hal berstrategi daripada orang dewasa. Anak kecil tahu kapan rewel akan membuat mereka mendapat es krim, dan kalau terlalu berisik akan membuat orangtua tak akan memberikan apa pun. Mereka mengerti bahwa ada aturan dan pola hidup yang dapat diprediksi dan mereka menggunakan strategi untuk membantu mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Hidup bahagia sebagai orang dewasa sebenarnya sama seperti memperoleh es krim itu sewaktu kecil. Kita perlu tahu apa yang kita inginkan dan menggunakan strategi untuk mendapatkannya. Pikirkan apa yang membuat Anda bahagia dan apa yang membuat Anda sedih, dan gunakan ini untuk membantu mendapatkan apa yang Anda inginkan.
Niven menyitir penelitian Lyubomirsky (1994) yang menyatakan bahwa orang yang bahagia tidak mengalami suatu kesuksesan setelah kesuksesan lainnya dan orang yang tidak bahagia mengalami suatu kegagalan setelah kegagalan lainnya. Sebaliknya, survei menunjukkan bahwa orang yang bahagia dan tidak bahagia cenderung memiliki pengalaman hidup yang sangat mirip. Perbedaannya adalah bahwa rata-rata orang yang tidak bahagia menghabiskan dua kali lebih banyak waktu untuk memikirkan kejadian tidak menyenangkan dalam hidup mereka, sementara orang yang bahagia cenderung mencari dan mengandalkan informasi yang mencerahkan pandangan pribadi mereka.
Hidup hendaknya memiliki tujuan dan makna
Misalkan salah satu tujuan hidup Anda adalah berkeluarga. Apa artinya? Apakah hanya untuk melanjutkan keturunan? Atau ada makna lain, misalnya mengasah kepedulian dan rasa kasih kepada anggota keluarga yang ada. Setiap aktivitas yang Anda lakukan dalam berkeluarga akan memberikan arti penting bagi diri pribadi maupun orang lain. Jika suatu kali sebagai ayah Anda mengambil rapor anak dan kemudian merasa tidak terlalu berguna karena kebanyakan ibu-ibulah yang datang dan terlihat lancar membicarakan prestasi sekolah anak masing-masing, Anda perlu fokus kembali pada makna Anda dalam berkeluarga.
Anda tidak berada di sini dan saat ini hanya untuk mengisi ruang atau menjadi pemain latar pada ”film orang lain”. Cobalah mempertimbangkan bahwa segala sesuatu tidak akan sama jika Anda tidak ada. Ternyata anak Anda sangat bangga bahwa ayahnya telah mengambilkan rapornya, dan itu lalu meningkatkan semangat belajarnya. Setiap tempat yang pernah Anda datangi dan setiap orang yang pernah Anda ajak bicara akan berbeda tanpa Anda. Kita semua saling terhubung, dan kita semua terpengaruh oleh keputusan dan bahkan keberadaan orang-orang di sekitar kita.
Studi tentang orang lansia di Amerika menemukan bahwa salah satu prediktor kebahagiaan yang terbaik adalah jika seseorang menganggap hidupnya memiliki suatu tujuan. Tanpa tujuan yang jelas, tujuh dari 10 individu merasa tidak mantap dengan kehidupan mereka; yang bertujuan, hampir tujuh dari 10 orang merasakan kepuasan hidup (Lepper, 1996).
Memiliki harapan yang realistis
Orang yang bahagia tidak mendapatkan semua yang mereka inginkan, tetapi mereka menginginkan sebagian besar dari apa yang mereka dapatkan. Dengan kata lain, mereka memperbaiki permainan sesuai keinginan mereka dengan memilih untuk menghargai hal-hal yang ada dalam genggaman mereka.
Orang yang merasa tidak puas dalam hidup sering menetapkan tujuan yang tidak dapat dicapai bagi dirinya sendiri, membuat diri mereka gagal. Namun, orang yang menetapkan tujuan yang tinggi dan dapat mencapainya ternyata tidak lebih bahagia daripada orang yang menentukan dan mencapai tujuan yang lebih sederhana.
Apabila Anda tengah menilai posisi penghasilan Anda di tempat kerja atau menilai relasi dengan keluarga Anda, jangan mulai dengan berfantasi tentang orang terkaya di dunia atau keluarga ideal di dunia. Tetaplah melihat kenyataan dan berusaha untuk membuat segalanya menjadi lebih baik, bukan sempurna.
Keselarasan tujuan seseorang dengan sumber daya yang dimiliki berkorelasi kuat dengan kebahagiaan. Makin realistis dan dapat dicapai tujuan hidupnya, semakin mungkin mereka merasa nyaman dengan diri mereka sendiri (Diener dan Fujita, 1995).
Terbuka untuk pandangan atau ide baru
Jangan pernah berhenti belajar dan beradaptasi. Dunia akan selalu berubah. Jika Anda membatasi diri Anda dengan apa yang telah Anda ketahui saja dan pada hal-hal yang telah membuat Anda merasa nyaman dengan kehidupan sebelumnya, Anda akan semakin frustrasi dengan lingkungan sekitar seiring bertambahnya usia. Sebagai contoh, kemajuan teknologi membuat komunikasi sosial dapat dilakukan dengan lebih cepat dan lancar, antara lain melalui Facebook, Instagram, Whatsapp, e-book, online shopping, dan sebagainya. Apabila kita tidak berminat mempelajarinya, maka kita akan banyak tertinggal untuk mendapatkan berbagai informasi.
Dalam penelitian tentang lansia di Amerika, hal yang diprediksi memberikan kepuasan bukan sekadar kondisi keuangan atau keadaan relasi mereka saat ini, melainkan adanya kesediaan mereka untuk beradaptasi. Jika mereka bersedia mengubah beberapa kebiasaan dan harapan mereka, kebahagiaan mereka akan tetap bertahan, bahkan ketika keadaan mereka berubah. Di sisi lain, mereka yang resisten terhadap perubahan, hanya kurang dari sepertiganya yang cenderung merasa bahagia (Clark, dkk, 1996).
Selamat merayakan kebahagiaan di tahun baru.