Ayah saya meninggal dua minggu yang lalu. Sekitar empat bulan yang lalu, ayah saya dirawat di rumah sakit karena batuk-batuk dan penurunan berat badan. Semula kami menduga ayah terkena penyakit tuberkulosis. Maklumlah di Indonesia penyakit ini sering dijumpai, termasuk pada kelompok berpendapatan cukup. Namun, hasil pemeriksaan dokter setelah menganalisis keadaan fisik ayah serta berbagai pemeriksaan penunjang, termasuk laboratorium, radiologi, CT-scan, bronkoskopi, dan cairan pleura, ayah dinyatakan terkena kanker paru.
Ayah saya ingin tahu diagnosis penyakit yang dideritanya. Kami semula ingin merahasiakan, tetapi beliau bersikeras untuk mendapat penjelasan lengkap dari dokter. Akhirnya dokter memberikan penjelasan lengkap kepada ayah yang didampingi oleh ibu dan anak-anak. Ketika ditanyakan berapa lama lagi beliau dapat bertahan, secara diplomatis dokter mengatakan tak dapat memastikannya. Setelah didesak terus, akhirnya dokter menyatakan, berdasarkan statistik, bisanya sekitar tiga bulan. Dokter memberikan informasi tentang obat baru, tetapi ayah menyatakan tidak ingin memakai obat itu. Ayah memilih pulang dan beristirahat di rumah. Tim dokter menghargai permintaan ayah dan ayah diizinkan pulang. Namun, kami mendapat pendampingan tim paliatif dari rumah sakit.
Secara teratur, tim paliatif datang ke rumah serta berkomunikasi dengan kami dan juga dengan penjaga orang sakit. Kami mendapat penjaga orang sakit dari sebuah yayasan. Keberadaan penjaga orang sakit cukup menolong karena keadaan fisik ibu lemah, sedangkan kami, anak-anak, semua bekerja. Di luar dugaan kami, keadaan di rumah menyenangkan bagi ayah. Keadaan ayah kelihatan lebih baik. Nafsu makan meningkat meski berat badannya tak bertambah. Beliau juga dapat membaca surat kabar dan berjemur sinar matahari. Jika malam, beliau menyempatkan diri membaca Al Quran dan berzikir.
Kami semua merasa senang dengan perkembangan ayah. Namun, setelah dua bulan, ayah mulai merasa sesak. Cairan pleura bertambah sehingga harus dikeluarkan. Keluar cairan sekitar 300 cc berwarna merah. Sebenarnya pengeluaran cairan harus dilakukan di rumah sakit, tetapi ayah bersikeras tak mau dibawa ke rumah sakit. Akhirnya tim dokter mengalah dan melakukan tindakan di rumah. Meski sudah cukup banyak cairan pleura dikeluarkan, ayah masih merasa sesak. Kami mempunyai tabung oksigen di rumah dan memberikan oksigen sesuai dengan nasihat dokter. Ayah juga kemudian harus diinfus dan makanan cair dimasukkan melalui selang lambung. Sekitar dua minggu seperti itu, ayah kelihatan sakit berat, tetapi masih mampu berkomunikasi dan menasihati kami agar ikhlas jika beliau pergi dan berpesan agar kami anak-anak menjaga ibu dengan baik. Ayah kemudian tidak sadar. Kami semua berdoa, ibu membacakan surat Yasin dan akhirnya ayah pergi untuk selamanya dengan tenang.
Saya anak perempuan beliau yang pertama. Umur saya 32 tahun. Saya baru mengalami bagaimana orang sakit dirawat di rumah dan juga meninggal di rumah. Sewaktu mertua perempuan saya meninggal, beliau meninggal di ruang ICU. Kami semua hanya dapat menjaga di luar ruangan. Hanya bapak mertua saya yang diizinkan mendampingi ibu yang sedang tak sadar. Kami merasa sedih dengan wafatnya ayah, tetapi kami sekeluarga merasa puas dapat memenuhi permintaan beliau serta merasa puas merawat beliau. Saya baru tahu bahwa di rumah sakit ada tim pelayanan paliatif. Dapatkah dokter menjelaskan pasien yang bagaimana yang mendapat dukungan perawatan paliatif? Jika perawatan dilaksanakan di rumah, apakah BPJS mendukung biaya perawatan di rumah dan perawatan oleh tim paliatif? Terima kasih atas penjelasan dokter.
J di B
Pertama saya mengucapkan belasungkawa atas wafatnya ayah Anda. Saya juga dapat merasakan bagaimana Anda sekeluarga telah berusaha merawat ayah dengan baik. Ayah Anda juga dapat berkomunikasi dengan keluarga sebelum meninggal. Perawatan yang telah diberikan tidak hanya menyangkut perawatan fisik, tetapi juga perawatan yang menyangkut masalah psikis dan spiritual. Perawatan paliatif adalah asuhan yang diberikan kepada pasien dengan kondisi penyakit yang lanjut untuk mencapai kualitas hidup yang optimal bagi pasien dan keluarganya.
Perawatan paliatif dapat diberikan kepada pasien kanker, pasien dengan penyakit neurologi seperti stroke, demensia, parkinson, bahkan juga kepada pasien usia lanjut. Perawatan paliatif dimulai sejak diagnosis ditegakkan dan perawatan ini meliputi aspek fisik, psikis, dan sosial, juga spiritual. Meski keadaan penyakit pasien lanjut, layanan rehabilitatif tetap perlu agar kondisi pasien dapat optimal. Selain memperhatikan kualitas hidup, perawatan paliatif juga memperhatikan kondisi yang mengancam jiwa. Pada penyakit ayah Anda, cairan pleura yang banyak yang menimbulkan sesak dapat mengancam jiwa sehingga cairan pleura perlu dikeluarkan. Perawatan paliatif sedapat mungkin menyediakan dukungan yang menjamin pasien hidup aktif selama mungkin sampai akhir hayat. Selain dukungan untuk pasien, perawatan paliatif juga menyediakan dukungan bagi keluarga agar dapat menerima dan menghadapi berbagai hal terkait pasien. Pilihan pasien tentang pengelolaan penyakitnya harus dihormati, termasuk kesempatan bagi pasien untuk menjalankan ibadah agamanya.
Perawatan paliatif di negeri kita termasuk layanan yang relatif baru. Para pakar kesehatan menyadari, meski penyakit pasien tidak dapat disembuhkan, pasien berhak untuk menikmati kualitas hidup yang baik. Sedapat mungkin pasien hendaknya bebas dari rasa nyeri, sesak, dan depresi. Perawatan paliatif dapat dilakukan di rumah sakit atau di rumah. Jika perawatan paliatif dilaksanakan di rumah, komunikasi tim perawatan paliatif dengan pasien dan keluarga harus baik. Kebutuhan oksigen, makanan, dan obat yang diperlukan harus dapat disediakan di rumah.
Jika terjadi kegawatan, keluarga atau penjaga orang sakit dapat menghubungi tim perawatan paliatif untuk melakukan tindakan menolong pasien. Jika memang diperlukan perawatan segera di rumah sakit, mungkin pasien harus dirawat untuk kegawatannya dan jika sudah teratasi dapat pulang kembali ke rumah. Masyarakat kita sudah semakin menyadari tidak semua penyakit yang lanjut harus dirawat di rumah sakit, apalagi ruang perawatan intensif (ICU). Ruang perawatan intensif memang mempunyai berbagai peralatan untuk menolong pasien dalam keadaan darurat, tetapi kontak pasien dengan keluarga terbatas di ruang perawatan intensif ini. Dokter yang merawat akan mendiskusikan apakah pasien harus dirawat di rumah sakit atau boleh dibawa pulang. Di masa depan akan semakin banyak pasien berpenyakit lanjut dirawat di rumah. Suasana di rumah sendiri di tengah anggota keluarga terasa lebih nyaman bagi pasien.
Sampai saat ini memang perawatan di rumah kebanyakan belum dibayar oleh asuransi kesehatan termasuk BPJS. Di luar negeri perusahaan asuransi sudah menyadari bahwa biaya perawatan di rumah jauh lebih murah daripada di rumah sakit. Keluarga juga merasa lebih nyaman jika pasien dirawat di rumah. Jadi, di masa depan perawatan paliatif akan semakin dibutuhkan masyarakat. Petugas kesehatan dan lembaga pembiayaan kesehatan perlu mendukung perawatan di rumah serta perawatan paliatif ini. Semoga Anda sekeluarga akan tetap dalam keadaan sehat.