Pergelaran mode Muslim Fashion Festival 2020 menyuguhkan koleksi busana sopan dan menunjukkan ketangguhan dalam diri Muslimah. Ketangguhan tecermin dari pemilihan warna tegas, aksen kuat, hingga busana yang androgini.
Oleh
Mawar Kusuma & Riana A Ibrahim
·4 menit baca
Pergelaran mode Muslim Fashion Festival 2020 atau Muffest 2020 berlangsung empat hari, 20-23 Februari 2020, di Jakarta Convention Center. Pergelaran busana pada Kamis (20/2/2020) yang disokong Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian merefleksikan ketangguhan berbalut keindahan lewat karya desainer antara lain Lia Amaliati, Ina Priyono, dan Irmasari Joeda.
Karya Lia yang mengusung label Lia Mustafa kental rasa androgini. Meskipun berupa rok, karakter perempuan kuat mandiri ditonjolkan dengan menggunakan aksen zipper, rantai, hingga shoe lace alias tali sepatu. Sepatu yang digunakan adalah sepatu bot hitam. Belahan di beberapa bagian busana tetap tampak sopan dengan pemakaian stoking tebal dari bahan rajut.
Helaian kain serupa sayap dipakai untuk menutup bagian panggul. Warna hitam mempertegas karakter kuat tersebut. Hijau identik dengan army look atau busana tentara yang merepresentasikan jiwa kemandirian pejuang. Kain dominan polos diberi sentuhan motif serupa mata atau garis-garis lurik.
Koleksi bertajuk ”Nusaibah” ini berkisah tentang perempuan berhati baja yang juga sahabat Nabi Muhammad SAW, Nusaibah binti Ka’ab. ”Hampir setiap karya saya mengusung perempuan dengan peran penting dalam masyarakat. Kalau ingin anak menjadi kuat, kita harus menjadi ibu yang kuat terlebih dahulu,” kata Lia yang mengusung label Lia Mustafa sejak 1999.
Selain tekstil shantung dari Sekar Begawan, Lia juga memakai rajutan dari label miliknya, Ammalee Knitwear. Sesuai tema Muffest 2020 yang mengangkat ”Sustainable Fashion”, bahan tekstil ataupun rajutan ini 100 persen katun dengan pengerjaan zero waste yang ramah lingkungan.
Rumus berbeda
Irmasari Joeda dengan label I Joeda menghadirkan kecantikan dengan rumusan berbeda. Menggunakan teknik manipulation fabric, kain dalam koleksi busana I Joeda terlihat seperti sengaja dirusak. Namun, dalam wujud yang seolah ”rusak” ini, keindahan justru ditemukan.
Koleksi bertema ”Purity” atau kemurnian tersebut memakai bahan denim dominan biru produksi Multi Sandang Tama Jaya. Aksen ruffle pada koleksi juga terbuat dari denim yang diolah dengan teknik manipulation fabric ”Saya ingin bercerita tentang kemurnian. Apa adanya bahwa tidak ada yang sempurna,” kata Irmasari.
Ketidaksempurnaan dalam hidup antara lain diwujudkan dari koleksi celana dengan warna yang tak serupa. Warna potongan celana bagian kiri berbeda dengan sebelah kanannya. ”Karya ini menunjukkan keindahan, kebahagiaan setiap orang mempunyai rumus yang berbeda. Bahkan yang terlihat kusut,” kata Irma yang berlatar belakang pendidikan Jurusan Seni Lukis Institut Teknologi Bandung.
Keindahan yang tidak sempurna juga lahir dari tangan desainer Ina Priyono dengan tema ”Limit Guard”. ”Terinspirasi dari taman cantik yang tertutup oleh pagar yang tinggi, tercetus dalam pikiran Ina bahwa keindahan itu ada batasnya. ”Kesempurnaan milik Tuhan,” ujar Ina yang membangun label Ina Priyono sejak 2013.
Inspirasi tersebut dituangkan dalam koleksi dengan detail kain lurik dan lis horizontal sebagai gambaran pagarnya. Kain lurik ini berpadu dengan kain katun yarn dyed dari Argo Apararel. Kerudung hijau berhias kain tule polos putih yang berkibar ketika si model berjalan di lintasan mode menjadi bagian penting koleksi yang mempertegas gaya.
Koleksi unik lainnya juga hadir lewat inspirasi gaya dari negara-negara tetangga. Pada Jumat (21/2), sebanyak 12 desainer yang tergabung dalam komunitas Hijabers Mom menampilkan beragam koleksi yang disatukan dengan tema bertajuk ”Eastern Belle”. Meski inspirasi datang dari sejumlah negara Asia, ciri khas perempuan yang tangguh menjadi benang merahnya.
Terinspirasi gelombang Korea atau Hallyu, desainer Chaera Lee bermain warna monokrom dipadukan dengan warna toska dan biru tua. Desain tiap koleksinya merupakan kreasi dari Hanbok yang merupakan busana tradisional Korea.
”Dibuat lebih dinamis dengan rok bertumpuk dan rimpel, juga pemilihan warna yang lebih tegas sebagai citra dari perempuan Muslimah masa kini,” kata Chaera.
Desainer Saptalia memilih Jepang sebagai inspirasi. Berasal dari ketertarikannya pada kimono dan budaya Jepang, Saptalia mengubahnya menjadi luaran panjang yang dominan berwarna ungu dengan motif bangunan bersejarah di Jepang, seperti Istana Edo yang ada di Tokyo. Tak hanya pada desain pakaian, Saptalia juga melengkapi enam koleksinya dengan alas kaki khas Jepang, yaitu geta.
Bekas pakai
Pada parade pembuka gelaran Muffest 2020, Kamis, beberapa desainer yang tampil adalah mereka yang pernah menjadi juara dari ajang Modest Young Design Competition (MYDC). Olivia Susanto, pemenang ketiga MYDC, Muffest 2018, menghadirkan karya busana Muslim yang berbeda karena menciptakan fungsi tudung pada luaran atau pada tunik rancangannya sebagai pengganti kerudung.
Ada pula Anggiasari yang menyulap potongan bahan denim yang sebagian merupakan sisa bekas pakai menjadi busana muslim aneka rupa, dari celana berpipa lebar, tunik, kemeja, hingga gamis. Adapun Ayu Dyah dan Cut Eriva menambahkan aksesori topi lebar dipadu dengan kerudung dalam tiap rancangan yang ditampilkan. Pemilihan warna, seperti putih, hitam, dan coklat, juga sengaja dilakukan untuk memberikan kesan tegas dan kuat dalam rancangan kasualnya.
Sementara itu, Aninda Nazmi dan Lania Rakhmawati memilih bermain warna dalam setiap karyanya. Warna merah dan biru tua menjadi andalan dari Aninda pada karya busananya yang beredar dalam bentuk celana palazzo, cape yang dipadu dengan kemeja, hingga terusan yang menggunakan aksen tumpuk.