Efek domino pandemi Covid-19 telah mendisrupsi bisnis busana. Rencana pameran busana dan promosi terpaksa ditiadakan. Gerai-gerai milik para pengusaha busana yang ada di Jabodetabek pun terpaksa tutup selama PSBB.
Oleh
sekar gandhawangi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pelaku usaha adibusana memutar otak agar bisnisnya tidak terpuruk selama pandemi Covid-19 masih berlangsung. Mengubah strategi bisnis pun dilakukan untuk menjaga volume transaksi. Ada yang berencana mengubah sementara produk jualannya, ada juga yang beralih ke penjualan daring.
Direktur Kami, salah satu jenama adibusana Indonesia, Istafiana Candarini, saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (13/5/2020), mengatakan, efek domino pandemi telah mendisrupsi bisnis busana yang ia jalani. Rencana pameran busana dan promosi terpaksa ditiadakan. Gerai-gerai yang ada di Jabodetabek pun terpaksa tutup selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Ia kini mengandalkan pemasukan dari gerai yang ada di kota-kota lain, seperti Aceh, Lampung, Pekanbaru, Palembang, Medan, dan Balikpapan. Sementara itu, gerai di Jabodetabek hanya melayani pembelian daring dengan bantuan jasa pengiriman barang.
”Pandemi pastinya berdampak ke pendapatan. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, perbedaannya jauh. Walau ada penurunan, usaha masih bisa jalan dan sejauh ini baik-baik saja,” kata Istafiana.
Selain berpengaruh ke tingkat penjualan, pandemi juga mengubah strategi bisnis. Istafiana terpaksa menunda peluncuran sejumlah koleksi busana baru. Menurut rencana, ia akan mengeluarkan 4-5 koleksi busana muslim terbaru untuk Idul Fitri 2020. Namun, kini hanya 2-3 koleksi saja yang dikeluarkan.
”Penyerapan produk ketika ada koleksi baru anggaplah 50 persen. Sekarang, penyerapannya 20 persen. Minat konsumen terhadap produk kami anggap masih baik,” katanya.
Pandemi juga mendorong Istafiana memperbesar laman internetnya (website). Laman tersebut diharapkan menjadi ”rencana cadangan” untuk merespons situasi sulit, misalnya pandemi. Kolaborasi dengan sejumlah platform e-dagang pun dilakukan. Kolaborasi berupa penjualan koleksi eksklusif bagi setiap e-dagang.
E-dagang
Vice President Fashion Wanita Category Blibli Desey Muharlina Bungsu mengatakan, Blibli berkolaborasi dengan 12 creativepreneur untuk menyediakan koleksi busana jelang Lebaran. Kolaborasi dilakukan untuk mendukung pelaku usaha, khususnya saat pandemi.
”Kami ingin mendukung creativepreneur lokal untuk tumbuh dengan ekosistem yang sudah tersedia di platform kami. Kami harap ini tidak berlaku hanya saat pandemi, tapi untuk seterusnya,” kata Desey melalui keterangan tertulis.
Menurut dia, minat pelanggan untuk belanja masih tinggi. Beberapa koleksi busana eksklusif yang dijual direspons positif oleh konsumen. Adapun beberapa koleksi terjual habis.
Melihat respons tersebut, Blibli memprediksi pesanan di kategori fashion akan meningkat dua kali lipat pada Ramadhan tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu. Hal tersebut didukung pula oleh tren belanja daring yang meningkat selama pandemi.
Menurut riset SurveySensum yang dirilis 6 Mei 2020, 43 persen orang tetap akan belanja produk fashion untuk Ramadhan saat pandemi. Adapun 46 persen orang akan membeli perlengkapan ibadah.
Riset ini dilakukan terhadap 500 responden berusia 18-55 tahun. Responden merupakan masyarakat dari latar belakang ekonomi yang beragam di 10 kota besar di Indonesia.
”Ada beberapa kategori (barang) yang akan dibeli dan yang tidak jadi dibeli konsumen selama Ramadhan. Perlengkapan ibadah dan produk fashion tergolong masih cukup tinggi peminatnya dibandingkan dengan kategori lain. Sebaliknya, konsumen harus membatalkan rencana belanja kategori lain, yaitu perabotan, ponsel, barang elektronik rumah tangga, perhiasan, mainan anak, dan kendaraan bermotor,” ujar CEO SurveySensum dan NeuroSensum Rajiv Lamba.
Produk baru
Para pelaku usaha juga berusaha menyesuaikan produknya dengan perubahan pola aktivitas konsumen selama pandemi. Istafiana berencana membuat busana santai yang bisa digunakan konsumen sehari-hari. Rencana ini akan dilakukan setelah Lebaran 2020.
Adapun Lala, pemilik jenama busana etnik ”Gianti”, berencana membuat apron, bandana, dan sarung tangan kain bagi konsumennya. Ia juga berencana membuat busana kasual yang nyaman digunakan sehari-hari di rumah.
”Saya lihat banyak orang turun ke dapur selama pandemi, lalu eksis di media sosial. Saya akan coba ambil peluang itu dengan membuat produk baru yang relevan. Produksi busana formal akan saya stop untuk sementara karena konsumen tidak perlu pakaian itu di rumah,” kata Lala.
Ia mengakui pendapatan usahanya turun drastis sejak pandemi. Penurunan bahkan mulai terasa sejak Februari. Ia berencana untuk berkreasi agar usahanya tetap berjalan.
Sebelumnya, untuk menjaga relasi dengan konsumen, ia memberi diskon 50 persen atas beberapa koleksinya. Promo tersebut ia tawarkan di lingkungan rumah dan media sosial. Menurut Lala, reaksi konsumen cukup baik.