Maraknya calo karcis di stasiun di wilayah Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) Eksploitasi Barat memunculkan upaya penertiban Stasiun Gambir, DKI Jakarta, sebagai proyek percontohan. Setiap orang yang masuk Stasiun Gambir harus melalui gerbang yang dijaga dan berbayar. Beberapa hari sebelumnya, 23 ”tukang catut” ditangkap. Tindakan tegas PNKA itu menuai reaksi dari kelompok yang merasa dirugikan. Mereka merusak gembok pintu keluar stasiun dan melakukan aksi corat-coret.
Calo Tinggal Cerita
Dulu kereta api identik dengan calo dan penumpang yang berdesak-desakan. Setiap hari, menjadi pemandangan yang biasa jika kereta api komuter Jakarta menuju kota sekitarnya, seperti Depok, Bogor, dan Bekasi, dijejali penumpang, bahkan hingga ke atap kereta.
Berbagai upaya dilakukan, mulai dari sekadar imbauan, menyemprotkan air kepada penumpang yang berada di atas gerbong, hingga memasang paku-paku di atap gerbong. Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil.
Untuk kereta jarak jauh, sudah lazim pula penumpang kereta kelas ekonomi berdesak-desakan di bordes, lesehan di lantai kereta, bahkan hingga memenuhi toilet. Penderitaan penumpang makin lengkap karena kereta kelas ekonomi tidak dilengkapi penyejuk ruangan (AC) dan bahkan sering tidak dilengkapi penerangan listrik pada malam hari. Untuk tiket, penumpang kereta api ekonomi cukup membayar kepada kondektur di atas kereta.
Untuk kereta kelas eksekutif, kondisinya sedikit berbeda. Penumpang tidak berdesak-desakan karena jumlah mereka sesuai dengan jumlah kursi, tetapi tiket dikuasai para calo. Menjelang musim liburan, calo makin merajalela. Harga tiket pun bisa melonjak sampai tiga kali lipat dari tarif resmi. Kompas 25 Mei 1972 memberitakan, 23 calo atau ”tukang catut” ditangkap di Stasiun Gambir.
Kini kondisi kereta api sudah jauh berbeda. Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) 2009-2014 Ignasius Jonan melakukan perombakan manajemen kereta api secara besar-besaran. Penjualan tiket, misalnya, dilakukan secara daring sehingga kongkalikong antara calon penumpang dan oknum petugas tidak bisa lagi dilakukan dan calo tiket tak berkutik.
Penjualan tiket sesuai dengan jumlah kursi, termasuk kereta kelas ekonomi, dan bahkan kereta kelas ekonomi dilengkapi AC. Jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta juga umumnya tepat waktu.
Tiket kereta komuter sangat murah, tetapi harus menggunakan tiket elektronik sehingga bisa meminimalkan kecurangan. Frekuensi perjalanan kereta api ditambah sehingga, walaupun padat penumpang, tidak ada penumpang yang naik ke atap kereta.
Semoga pelayanan kereta api bisa semakin baik di masa yang akan datang. (THY)