Program Lingkungan PBB, UNEP, memprediksi bahwa tanah pertanian di negara-negara dunia ketiga akan menyusut hingga separuhnya pada pengujung abad. Hingga akhir 1990-an, diperkirakan sekitar 600 juta hektar tanah pertanian akan menjadi tidak produktif lagi karena erosi, proses salinisasi menjadi asam akibat terendam, dan digerogoti perluasan kota. Diprediksi pula kecepatan rusaknya tanah pertanian karena erosi mencapai 2.500 juta kubik per tahun.
Tanah Pertanian Menyusut
Kebutuhan pangan dunia terus meningkat dari waktu ke waktu, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan berubahnya gaya hidup manusia. Dunia disibukkan dengan upaya memenuhi kebutuhan pangan.
Dari waktu ke waktu pertumbuhan produksi pangan dunia tidak sebanding dengan peningkatan kebutuhan pangan dunia.
Berbagai teknologi pertanian dikembangkan untuk meningkatkan produksi bahan pangan. Ironisnya, di sisi lain, lahan pertanian sebagai faktor utama membangun pertanian justru kian menyusut. Penyusutan bukan hanya karena alih fungsi lahan pertanian untuk kepentingan nonpertanian, seperti permukiman, infrastruktur, atau peruntukan lain, melainkan juga karena kerusakan lingkungan.
Penyusutan lahan pertanian telah diprediksi Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP). Pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 1977, UNEP menerbitkan laporan yang menyatakan, pada akhir abad ke-20, sekitar 600 juta hektar tanah pertanian akan tidak produktif lagi akibat erosi, salinisasi, dan karena digerogoti perluasan kota-kota (Kompas, 8 Juni 1977).
Padahal, jumlah penduduk dunia dalam periode yang sama meningkat dari 4 miliar orang (1977) menjadi 6,25 miliar pada 2000. Tanah pertanian baru dalam periode yang sama hanya bertambah 300 juta hektar sehingga penyusutan lahan pertanian secara masif tak terhindarkan. Pertanyaannya, bagaimana umat manusia menanggulanginya? UNEP, 41 tahun lalu, telah mendesak pemerintah di seluruh dunia mengambil tindakan segera menyelamatkan lahan-lahan pertanian. Namun, desakan tinggal desakan.
Di Indonesia, dari periode ke periode penyusutan lahan pertanian terus terjadi. Atas nama pembangunan, sektor pertanian terus terpinggirkan oleh berbagai kepentingan.
Di Kabupaten Karawang, sentra produksi beras utama Jawa Barat, misalnya, lahan pertanian ”lenyap” oleh desakan pembangunan Tol Trans-Jawa. Di Purwakarta, Subang, Indramayu, dan Cirebon, lahan pertanian beralih menjadi kawasan industri. Hal yang sama terjadi di Tuban dan Gresik, Jawa Timur, serta wilayah-wilayah lain negeri ini. Sampai kapan ini akan terjadi? (ely)