Pasar dan terminal bus di Blok M diresmikan penggunaannya oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Terminal tersebut akan menggantikan pemberhentian bus Blok A. Pasar yang baru selesai dibangun tersebut terdiri atas tiga lajur memanjang yang dibagi dalam 132 petak berukuran 1,2 meter x 1,6 meter
Ali Topan Pun ”Nongkrong” di Blok M
Empat pemuda berambut gondrong dengan celana cutbrai memarkir motor di depan anak tangga di Pasar Blok M. Mereka, Ali Topan yang diperankan Junaedi Salat dan tiga temannya, kemudian duduk di anak tangga, memandangi orang yang berseliweran di bawah. Itulah sepenggal adegan awal film Ali Topan Anak Jalanan tahun 1977 yang shooting filmnya mengambil lokasi di Pasar Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Sejak diresmikan Gubernur Ali Sadikin pertengahan Juni 1968, Pasar Blok M yang menghabiskan biaya pembangunan Rp 80 juta menjadi lambang aktualisasi diri kalangan remaja, khususnya yang tinggal di daerah Kebayoran Baru. Bisa dibilang belum gaul kalau tak pernah ke Blok M. Aneka barang, termasuk yang bermerek, dijual dan bisa menambah gengsi pembeli. Kios makanan menyajikan beragam pilihan dengan tempat yang bisa buat nongkrong.
Di era Bang Ali, kawasan Blok M dikembangkan menjadi salah satu kawasan bisnis Jakarta. Bahkan, untuk menyambut peserta konferensi Pacific Asia Travel Association (PATA) 1974, Pemerintah DKI Jakarta, khususnya PD Pasar Jaya, menyiapkan lima tempat belanja. Kelima pusat belanja (shopping centre) itu adalah Blok M, Proyek Senen, Pasar Cikini, Pasar Glodok, dan Pasar Baru. Tempat penukaran uang (money changer) juga didirikan sebagai fasilitas pelengkap. Untuk memperlancar transaksi jual beli di Pasar Blok M saat melayani tamu PATA, PD Pasar Jaya menyiapkan pemandu yang bisa berbahasa Inggris.
Selain pasar, Gubernur juga meresmikan terminal bus di Blok M dalam sebuah kawasan seluas lebih dari 2,2 hektar. Terminal bus yang menghabiskan biaya Rp 7,5 juta itu dibangun untuk mengurangi beban arus lalu lintas bus yang sebelumnya terpusat di Blok A.
Sebagai kawasan bisnis yang berkembang, arus lalu lintas di Blok M perlu diatur, termasuk soal parkir. Pemda DKI Jakarta pada 20 Mei 1977 membuat taman parkir di Blok M. Setiap mobil yang masuk ke daerah itu diwajibkan membayar parkir meski sekadar lewat. Warga yang tinggal di sana, tetapi tak punya garasi dan memarkir kendaraan di jalan juga harus membayar. Adapun yang berkantor dan menggunakan pelataran parkir harus berlangganan Rp 300 per hari.