Era 1960-an, kebutuhan pangan dunia terus meningkat tajam, sementara peningkatan produksi pangan tak mampu mengimbanginya. Butuh langkah spektakuler untuk mengatasinya, terutama di negara berkembang, yang makanan pokok sebagian besar rakyatnya beras.
Dari kenyataan itulah lahir gerakan Revolusi Hijau, yang bertujuan meningkatkan produksi padi-padian di negara-negara yang menanamnya. Seiring gerakan itu dibangun International Rice Research Insitute (IRRI) di Los Banos, Filipina. Sebagai negara penghasil sekaligus konsumen beras, Indonesia juga melaksanakan Revolusi Hijau.
Berbagai upaya meningkatkan produksi padi gencar dilakukan, termasuk menemukan dan mengembangkan varietas unggul padi. Tahun 1965, misalnya, varietas padi IR-5 dan IR-8 yang ditemukan IRRI ”diadopsi” oleh Indonesia.
Setelah uji coba di lapangan selama 3 tahun, tahun 1968 varietas ini dilepas ke petani dengan nama Peta Baru (PB-5 dan PB-8. Dengan menanam varietas ini secara masif, diharapkan produksi padi Indonesia meningkat 3,5 persen setahun, dan 2 hingga 3 tahun ke depan Indonesia bisa swasembada pangan, khususnya beras.
Keinginan kuat mencapai swasembada beras dilontarkan Presiden Soeharto. Hal itu memacu upaya para peneliti, dan pemangku kepentingan, menemukan varietas-varietas padi unggul, dan cara-cara budidaya padi yang unggul.
Salah satunya adalah ditemukannya jenis padi yang diberi nama Tongsan, yang digemari para petani Karawang, Jawa Barat. (Kompas, 4 Juli 1968)
Target swasembada beras tak setengah hati. Semua persoalan menyangkut peningkatan produksi pangan, khususnya beras, langsung di bawah kendali Presiden.
Ketika Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) menemukan varietas unggul tahan wereng (VUTW) Atomita I, misalnya, Dirjen Batan A Baiquni langsung melaporkannya kepada Presiden Soeharto.
Melalui Keppres Nomor 27 Tahun 1971, Soeharto membentuk Perum Sang Hyang Seri, yang bertugas melipatgandakan bibit padi jenis unggul dan menyebarkannya. Cita-cita swasembada beras sejenak terwujud pada tahun 1984.
Sayangnya, fokus pada beras sebagai bahan makanan pokok membuat diversifikasi pangan menjadi terabaikan, dan bahkan kini nyaris terkikis habis. (ELY)