”Doel Hamid anak Jakarta. Betawi asli. Tentang berkelahi jangan tanya: berani dan tak mau kalah. Menangis pantang baginya meskipun betapa keras tinju lawannya.”
Itu kutipan dari novel Si Doel Anak Jakarta karya Aman Datoek Madjoindo terbitan Balai Pustaka yang kemudian menjadi dasar cerita film Si Doel Anak Betawi karya sutradara Sjuman Djaya. Kutipan di atas juga mengingatkan pada lagu tema film Si Doel Anak Betawi dan juga sinetron Si Doel Anak Sekolahan. ”Nih Si Doel Anak Betawi asli.…”
Si Doel Anak Betawi menjadi salah satu contoh film anak yang digarap dengan serius dan berhasil. Film ini mengisahkan tokoh Si Doel yang dibintangi Rano Karno. Oleh orangtuanya, diperankan Benyamin S dan Tutie Kirana, Si Doel dididik dalam budaya Betawi. Sepeninggal sang ayah, Si Doel bekerja keras membantu sang ibu mencari nafkah. Belakangan datang Sang Paman (Sjuman Djaya) yang membantu mengarahkan Si Doel untuk sekolah.
Tiga tahun kemudian, pada 1976, Sjuman Djaya kembali menyutradarai Si Doel, kali ini adalah Si Doel Anak Modern yang dibintangi Benyamin S sebagai Si Doel, didukung Christine Hakim, Farouk Afero, dan Ahmad Albar. Film komedi ini mengisahkan Si Doel yang pulang kampung dan menganggur setelah sekolah di kota.
Tampaknya tokoh Si Doel-lah yang kemudian melekat pada Rano Karno. Sekitar dua dekade setelah Si Doel Anak Betawi, tepatnya pada 1994, Rano kembali membintangi Si Doel Anak Sekolahan dalam bentuk sinetron tayangan RCTI. Cukup panjang, yaitu 162 episode dalam 7 musim. Sinetron ini didukung oleh bintang yang juga tampil dalam Si Doel Anak Betawi, yaitu Benyamin S, Nani Wijaya, dan Tino Karno.
Saat membintangi film Si Doel Anak Betawi, Rano masih berumur 13 tahun. Ia mendapat bayaran sekitar Rp 500.000. Sekadar catatan, harga beras saat itu sekitar Rp 80 per kilogram. Boleh dibilang saat itu Rano sudah menjadi bintang. Pada awal 1970-an Rano bermain dalam film Di Mana Kau Ibu, serta Romy dan Yuli. (XAR)