Pemberlakuan kembali sistem karcis bagi penumpang bus kota, awal Mei 1974, bertujuan membenahi sistem administrasi keuangan perusahaan jasa angkutan. Dengan karcis, uang yang masuk dapat dipantau sesuai jumlah penumpang. Hal ini akan berdampak pada kinerja perusahaan dan kesejahteraan karyawan.
Pemerintah pun membentuk polisi khusus (polsus) untuk mengawasi ketertiban pelaksanaan sistem karcis. Razia kerap digelar dengan sanksi cukup tegas. Denda uang hingga Rp 10.000 bagi penumpang yang tidak punya karcis, sampai hukuman penjara dengan tuduhan penggelapan bagi kondektur yang tidak memberikan karcis.
Namun, akal-akalan oknum untuk melanggar aturan tetap terjadi. Dalam surat pembaca yang dimuat Kompas, Sabtu (10/8/1974), seorang ibu di Cililitan menceritakan pengalamannya naik bus dari Pos Polisi Kebon Nanas ke Terminal Cililitan. Uang koin Rp 25 untuk bayar ongkos sudah siap dimasukkan ke kotak kaleng dekat sopir. Kondektur bilang nanti saja bayarnya kepada setiap penumpang yang naik. Saat turun, baru ongkos ditagih dan karcis tidak diberikan.
Untuk mengurangi dan memberi efek jera, dilakukan operasi gabungan antara polsus, anggota ABRI, dan Tekab (Tim Khusus Antibandit). Akibatnya, penumpang lebih kritis menanyakan karcis dan jarang memberikan karcis bekas kepada kondektur. Para kondektur juga mulai jarang meminta karcis bekas kepada penumpang karena mereka takut kalau penumpang yang diminta karcisnya adalah anggota Tekab yang menyamar.
Ketika karcis berlangganan untuk pelajar dan mahasiswa diberlakukan Agustus 1977, persoalan lain muncul. Firdaus, seorang mahasiswa, mengirimkan keluhannya kepada Kompas yang dimuat di surat pembaca, Senin (8/8/1977). Setiap akan membeli bundel karcis langganan, harus selalu disertai surat keterangan universitas asli, tak boleh fotokopi. Hal ini sangat merepotkan mahasiswa yang harus bolak-balik ke kampus.
Persoalan seputar karcis timbul tenggelam. Ketika tarif bus naik jadi Rp 50, bus PPD sangat tertib menjalankan sistem karcis. Namun, itu tak berlangsung lama. Oknum kondektur mengumpulkan karcis yang ditinggalkan penumpang di bangkunya, lalu karcis bekas itu dijual lagi. (JPE)