Ratu Kampus di Yogyakarta 1971 itu merupakan bagian dari musim ratu-ratuan atau miss-miss-an di Indonesia sejak awal Orde Baru. Sebelumnya, pada 1968, digelar pemilihan Miss Indonesia. Acara ini ”direstui” pemerintah. Setidaknya, Ibu Negara sendiri yang langsung memasangkan mahkota ratu kepada pemenang Miss Indonesia.
Pemilihan ratu-ratuan berkembang di beberapa daerah. Pemenangnya kemudian bisa mewakili ke pemilihan Miss Indonesia. Maka muncul Miss Sumatera, Miss Maluku, Ratu Jabar, Ratu Jateng, dan ratu-ratu dari sejumlah daerah. Tujuannya untuk mendukung pariwisata.
Demam ratu-ratuan berlanjut pada Ratu Kampus. Termasuk Ratu Kampus di Yogyakarta itu. Penyelenggaranya adalah Imajo atau Ikatan Mahasiswa Jogjakarta. Terpilih sebagai pemenang pertama Milasari Listyadewi, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Pemenang kedua adalah Kumoro Puspo, mahasiswi Akademi Kewanitaan, dan Yuliana, mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi UGM. Acara ini juga resmi, yang dihadiri Jenderal Surono dan Rektor UGM saat itu, Soeroso.
Ratu kampus juga digelar di perguruan tinggi lain. Termasuk Miss University alias Ratu Universitas. Antara lain di Jawa Barat. Salah seorang pemenangnya adalah Ayu Bulan Trisna Djelantik, yang dikenal sebagai penari.
Lazimnya pemilihan ratu-ratuan, penyelenggara mensyaratkan peserta untuk mengenakan pakaian nasional seperti kebaya, dan pakaian renang. Di Yogyakarta ada usulan persyaratan lain. Badan Pariwisata Daerah Yogyakarta dan sejumlah organisasi wanita tidak memperbolehkan peserta mengenakan pakaian renang. Tapi, seperti diberitakan, ”peserta harus ahli membuat masakan gudeg, gaplek, dan lain-lain”.
Wabah ratu-ratuan meluas dan lahirlah Ratu Pariwisata, Ratu Pantai, Ratu Kacamata, Ratu Hot Pants, sampai Miss Wadam. Masih dalam mode ratu-ratuan, di Garut digelar Raja dan Ratu Domba. Penyelenggaranya adalah Lembaga Penelitian dan Pengembangan Peternakan Domba Garut. Pemenangnya domba Si Liwung dan si Jimat, yang terpilih sebagai Raja dan Ratu Domba Garut. (XAR)