Tahun 1969, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin menetapkan Pelabuhan Kalibaru, Tanjung Priok, sebagai pelabuhan khusus kapal motor nelayan, untuk membantu pelabuhan Pasar Ikan yang lalu dikenal sebagai Pelabuhan Sunda Kelapa. Di lokasi ini berlabuhlah kapal asal Jambi, Palembang, Banjarmasin, Ujungpandang, Lampung, Bangka, Pontianak, Martapura, dan Madura. Saat itu, pelabuhan ini letaknya terpencil dan masih serba darurat. Hal ini menyebabkan Pelabuhan Kalibaru menjadi salah satu lokasi persinggahan barang ilegal.
Pertengahan Mei 1967, sekitar 50 ton barang kelontong dan bahan makanan asal China, seperti sabun mandi Sinhwa dan Green Leaf, korek api Double Happiness, tapal gigi Maxam, dan ikan sarden, diselundupkan lewat Pelabuhan Kalibaru. Barang ini diangkut dari Bangka dan Belitung oleh kapal bermotor bertonase 50 ton (Kompas, 23/5/1967).
Upaya memperketat pengawasan dilakukan dengan menetapkan penggunaan pas pelabuhan untuk setiap orang yang memasuki Pelabuhan Tanjung Priok, Pasar Ikan, dan Kalibaru. Ada dua macam pas, yaitu harian dan tetap, yang berlaku untuk umum atau karyawan. Biayanya mulai dari Rp 10 hingga Rp 1.200. Pelanggaran terhadap penggunaan pas akan didenda maksimal 10 kali dari biaya pas. Peraturan ini mulai diterapkan pada 1 Januari 1973.
Meski ada pengawasan, ada saja ulah oknum yang mencari celah untuk memperkaya diri sendiri. Keluhan ada pungutan liar (pungli) disampaikan sopir truk di pelabuhan. Sekitar 250 truk sehari-hari mengangkut kayu, kargo, es, ikan, dan garam dengan total volume 2.000 ton. Menurut mereka, setiap keluar pelabuhan harus setor Rp 200 untuk sekali jalan. Menurut ketentuan, pungutan hanya berlaku jika truk memuat barang lebih dari 8 meter kubik. Oknum petugas akan mencari-cari kesalahan sopir yang tidak mau menyetor. Di luar pelabuhan, menanti oknum DLLAJR atau Polantas.
”Daripada makan waktu lama, lebih baik bayar gopek (Rp 500),” kata S, seorang sopir truk. Pelabuhan Kalibaru sejak tahun 1982 dibebaskan dari kegiatan bongkar muat barang, khususnya kayu bangunan, dan dipindahkan ke Pelabuhan Sunda Kelapa. (Kompas, 6/9/1980) (JPE)