Tak banyak yang menyadari, Indonesia memiliki PT Bio Farma yang khusus memproduksi vaksin. Berdiri sejak 6 Agustus 1890, badan usaha milik negara ini telah memenuhi kebutuhan vaksin lebih dari 130 negara.
Dalam perjalanan panjangnya, Bio Farma bahkan sukses membantu dunia bebas dari penyakit cacar (smallpox). Vaksin cacar yang berhasil dibuat tahun 1965 itu dinamai vaksin Dwikora. Vaksin tersebut masuk program eradikasi cacar global mulai 1967. Berkat program imunisasi intensif, dunia berhasil dibebaskan dari penyakit cacar pada 1978.
Dunia memang berharap banyak pada vaksin. Bisa dikatakan, imunisasi adalah cara paling efektif, tepat sasaran, dan murah dalam memutus rantai penularan penyakit. Prinsip imunisasi adalah memasukkan mikroba yang dilemahkan untuk mengaktifkan sistem kekebalan tubuh.
Ditemukan oleh Edward Jenner—dengan menularkan cacar sapi (cowpox) pada anak untuk mencegah cacar (smallpox)—dan dipublikasikan tahun 1797, metode ini mengilhami Louis Pasteur membuat vaksin pencegah antraks dan Robert Koch untuk tuberkulosis. Kini, pelbagai penyakit infeksi bisa dicegah dengan imunisasi: polio, difteri, campak, hingga yang terbaru flu dan demam berdarah.
Meski demikian, munculnya pandangan konservatif belakangan ini memicu pandangan anti-imunisasi. Sumber penolakan adalah maraknya isu bahwa vaksin mengandung bahan haram, berefek samping buruk pada anak, sampai konspirasi untuk kepentingan negara-negara Barat. Akibatnya, cakupan imunisasi jauh dari target.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, cakupan imunisasi nasional tahun 2014 mencapai 86,8 persen dari target 90 persen. Cakupan imunisasi bahkan hanya 82 persen di tingkat perdesaan. Akibatnya, kejadian luar biasa campak dan difteri muncul di sejumlah daerah.
Keadaan ini menjadi ironis karena vaksin-vaksin produksi Bio Farma juga dikirim ke 50 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Dengan kapasitas produksi sekitar dua miliar dosis per tahun, Bio Farma merupakan industri vaksin terbesar di Asia Tenggara.
Sayang, vaksin yang sukses melindungi kesehatan masyarakat di banyak negara lain itu justru menjadi kontroversi di negeri sendiri. (nes)