Begitu sensitifnya isu komunisme—juga Partai Komunis Indonesia—sehingga untuk menyebut sebuah kejadian saja orang tidak bisa melepaskan diri dari preferensi sikap. Untuk peristiwa yang terjadi selepas tengah malam 30 September hingga menjelang subuh 1 Oktober 1965, pemerintah menyebut Gerakan 30 September atau G30S/PKI. Itu istilah paling populer dan resmi dipakai pemerintah serta verbal di berbagai forum dan medium.
Ada istilah lain untuk kejadian itu. Pertama, Gestapu atau Gerakan September Tiga Puluh. Istilah ini berkonotasi atau terpengaruh istilah Gestapo, organisasi polisi rahasia militer Jerman di era Adolf Hitler yang terkenal karena kekejamannya dalam memberantas musuh-musuh Hitler.
Ada pula istilah Gestok atau Gerakan Satu Oktober. Kedua istilah ini kini tidak lagi dipakai. Meski tak ada larangan, orang merasa lebih aman menggunakan istilah yang sama dengan pemerintah, khawatir jika memakai istilah lain bisa dianggap punya preferensi sikap yang tak sejalan dengan pemerintah.
Peristiwa itu merupakan awal dari lembaran baru sejarah di negeri ini yang mengharamkan kehadiran PKI dan ideologi komunisme. Ketetapan MPRS yang membubarkan PKI dan pernyataan PKI sebagai organisasi terlarang serta larangan penyebaran ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme baru keluar setahun kemudian lewat Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966.
Namun, sebenarnya operasi penumpasan G30S/PKI sudah dimulai sejak 1 Oktober 1965 sore hari dan terus berjalan hingga hari-hari berikutnya, bukan hanya di Jakarta, melainkan juga meluas ke seluruh pelosok negeri.
Gedung RRI dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat langsung direbut kembali hari itu tanpa pertumpahan darah oleh pasukan TNI AD. Sehari setelah peristiwa G30S/PKI, Penguasa Perang Daerah (Peperda) Jakarta mengeluarkan jam malam mulai pukul 18.00 hingga pukul 05.00.
Warga Jakarta dilarang berada di luar rumah setelah pukul 18.00 hingga pukul 05.00. Belum pernah Jakarta, yang saat itu berpenduduk sekitar 2 juta jiwa, senyap selepas maghrib hingga subuh. Secara bertahap pemberlakuan jam malam terus diperpendek, sesuai kondisi keamanan Ibu Kota yang dinilai membaik oleh Peperda Jakarta.(NUG)