Harga daging sapi yang mencapai Rp 120.000 per kilogram membuat pemerintah ”tergiur” melonggarkan aturan impor daging. Muncul wacana membuka keran impor daging dari negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku, seperti India dan Brasil. Alasannya, harga daging impor dari negara itu relatif murah dibandingkan dari Australia dan Selandia Baru. Selama ini Indonesia mengimpor daging dan sapi dari Australia dan Selandia Baru.
Harga boleh murah, tetapi risikonya tak sebanding dengan devisa yang bisa dihemat. Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit yang paling ditakuti negara pengekspor ternak dan produk ternak. Selain penularannya sangat cepat dan meluas, kerugian yang ditanggung jika penyakit ini mewabah tak tertanggungkan.
Kedahsyatan penyebaran PMK membuat Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) tahun 2000 mengeluarkan peringatan waspada terhadap wabah PMK yang jangkauannya melampaui batas kontinen dan bisa memicu krisis global. Munculnya PMK yang menjadi pandemi oleh FAO disebut Pan Asia.
Pan Asia pertama muncul dari India tahun 1990, lalu menyebar ke utara ke Arab Saudi dan seluruh Timur Tengah. Ke selatan, Pan Asia masuk melalui Turki, lalu ke Eropa. Ke timur dan barat menyebar ke Nepal, Taiwan, Bhutan, Tibet, dan China. Akhir 1999, Pan Asia menyebar ke hampir seluruh Asia Tenggara. Jepang dan Korea Selatan yang dinyatakan bebas PMK sejak 1908 dan 1934 tak luput terkena wabah.
PMK atau Aphthoe epizooticae adalah penyakit menular yang menyerang sapi, kerbau, babi, kambing, rusa, domba, dan hewan berkuku genap lainnya. Kasus PMK pertama di Indonesia dilaporkan tahun 1887 terjadi pada sapi perah di Malang, Jatim. Sejak itu, PMK menyebar ke mana-mana, seperti berita Kompas, 16 Oktober 1979, yang menyebutkan sekitar 600 sapi di Banyuwangi mati terserang PMK. Selama 1974-1985, Indonesia melakukan pemberantasan PMK secara besar-besaran. Hasilnya, Indonesia dinyatakan bebas PMK oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia pada 1990.
Status ini harus dipertahankan dengan menerapkan aturan ketat dalam impor ternak, produk ternak, bahan asal ternak, dan prosedur karantina. Jangan karena kepentingan sesaat, capaian jangka panjang menjadi hancur. (ELY)