Sewaktu meresmikan Gedung Pusat Perfilman Nasional di Jalan Rasuna Said, Jakarta, itu pada 22 Oktober 1975, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin menitipkan setumpuk harapan. Bahwa, dari gedung megah itu muncul gagasan, pendapat, dan karya perfilman yang bermutu. Harapannya, gedung itu akan ikut mengangkat perfilman nasional.
Ali Sadikin sekitar 16 tahun kemudian kembali ke gedung yang diresmikannya itu. Saat itu, ia sudah berstatus mantan gubernur. Bang Ali marah besar. ”Saya kecewa Gedung Pusat Perfilman H Usmar Ismail ini tidak terawat. Padahal, insan film terkenal bergelimang uang,” kata Ali Sadikin yang saat itu berusia 63 tahun.
Ketika itu ia menghadiri acara Mengenang 20 Tahun Usmar Ismail Wafat. Lingkungan gedung itu, menurut Bang Ali, bagaikan tak pernah digunakan. Dinding dan langit-langitnya menganga. Taman dibiarkan meranggas. Dan, bau WC sungguh tak tertahankan. Pendeknya, serba kontras dengan artis yang serba gemerlap.
Karuan saja. Ketika diresmikannya, Gedung Perfilman itu dapat dikatakan mewah pada zamannya. Pusat perfilman itu dibangun Juli 1974 di atas tanah 1,8 hektar, dengan luas bangunan 11.550 meter persegi. Pembangunan dilaksanakan PT Pembangunan Jaya dengan biaya Rp 700 juta. Bangunan terdiri dari bangunan induk (perkantoran), ruang pratonton (preview room), bioskop, dan sarana penunjang lainnya.
Memasuki era 2000-an, gedung yang dikenal sebagai Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI) itu menjadi bagian dari kawasan Segitiga Emas, Kuningan. Artinya, kawasan bisnis mahal dan strategis. Gedung itu pun berbenah. Pada Juni 2006 diresmikan Usmar Ismail Hall yang berupa gedung konser sekaligus gedung bioskop.
Usmar Ismail Hall dilengkapi dengan sistem akustik yang representatif. Twilite Orchestra mendapat kesempatan pertama menjajal tampil tanpa bantuan perangkat tata suara. Memang megah. Dengan pengaba Addie MS, Twilite memainkan ”Star Wars: Main Theme” karya John Williams dan ”Mission Impossible”-nya Lalo Schiffrin. (XAR)