Keinginan membuat pabrik roket sendiri untuk kepentingan militer sudah dirintis sejak 1957. Karena itu, lahan seluas 75 hektar yang berada di tengah sawah disiapkan di Cibeureum, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Disiapkan pula lahan seluas 75 hektar di Dukuh Menang (yang kemudian dijadikan nama proyek), Desa Kuwiran, Kecamatan Dungus, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.
Namun, keterbatasan anggaran dan kesibukan militer melakukan Operasi Trikora di Irian Barat menyebabkan keinginan itu tidak segera terwujud.
Proyek baru digarap oleh Angkatan Udara RI (AURI) pada Agustus 1963 setelah Trikora selesai. Diputuskan pula, pabrik dipindahkan dari Madiun ke Pangkalan Angkatan Udara Tasikmalaya.
Berdasarkan Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Udara tahun 1963, Dahana menangani tiga proyek, yakni pabrik roket yang disebut Proyek Menang I, pabrik dinamit sebagai Proyek Menang II, dan Side Line Production sebagai Proyek Menang III.
Produksi roket diturunkan sesuai kebutuhan, dari 20.000 menjadi 9.000 roket setahun, sedangkan produksi dinamit menjadi 1.200 ton setahun.
Selain tiga unit tersebut, diselesaikan pula pabrik fuses (sumbu) api dan sumbu ledak dinamit yang peresmiannya dilakukan pada 22 Oktober 1968, bersamaan dengan ulang tahun kedua pabrik Dahana (Kompas, 12 November 1970).
Pabrik terbesar di Asia Tenggara tersebut pernah pula mengalami catatan hitam ketika gudang pabrik di Tasikmalaya meledak pada Jumat, 5 Maret 1976, sekitar pukul 18.00. Ledakannya menyebabkan empat 4 tewas, 30 orang terluka, 16 sekolah rusak, serta sekitar 400 rumah rusak.
PT Dahana terus berkembang. Kini barang dan jasa dari perusahaan BUMN ini digunakan berbagai industri di Indonesia, mulai dari sektor pertambangan umum, kuari dan konstruksi, minyak dan gas, hingga pertahanan.
Produk Dahana juga diekspor ke negara-negara ASEAN, Kanada, Mesir, China, Oman, Iran, Australia, dan negara lainnya. Tidak kurang dari 20 penemuan anak-anak bangsa sudah dipatenkan. (THY)