Myanmar telah lebih dari setahun menjadi sorotan sehubungan dengan membanjirnya pengungsi kelompok etnis Rohingya dari negara itu ke Bangladesh akibat kekejaman yang dilakukan militer. Dunia mengecam, sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa turun tangan mengirim utusan ke Myanmar dan melihat kondisi ratusan ribu pengungsi di Bangladesh.
Hingga kini, nasib para pengungsi belum jelas. Repatriasi yang dijembatani PBB belum bisa terlaksana, antara lain karena pengungsi merasa tidak ada jaminan keamanan apabila mereka kembali ke Myanmar.
Di mata dunia, Myanmar dicitrakan sebagai salah satu negara pelanggar hak asasi manusia yang parah. Dalam sejumlah kesempatan, pemimpin pemerintahan Myanmar harus melayani tuduhan yang sangat memalukan itu.
Di Singapura, saat berlangsung pertemuan pemimpin ASEAN, Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi yang hadir pada acara itu mendengar langsung kritik tajam dari pemimpin kawasan, juga dari Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence yang ikut hadir.
Suu Kyi yang pernah menerima sejumlah penghargaan dunia sebagai pejuang hak asasi tak berkutik mendengar kecaman pedas. Kendati sipil sudah menjadi pemimpin pemerintahan di Myanmar, demokrasi di negara itu masih jauh tertinggal.
Padahal, Myanmar yang dulu bernama Burma memiliki warga bernama U Thant yang pernah menjadi Sekretaris Jenderal PBB selama dua periode. U Thant pada awalnya terpilih menggantikan Dag Hammarskjold yang meninggal karena kecelakaan helikopter pada 1961. Majelis Umum PBB secara bulat kemudian memberinya mandat memimpin badan dunia itu untuk periode 1966-1971.
Mandat ini diterimanya dengan cukup berat hati karena, berdasarkan pengalaman sebelumnya, dia merasa mendapat hambatan untuk mewujudkan dunia yang aman dan damai. Salah satu yang merisaukannya adalah isu Vietnam yang sampai akhir kepemimpinannya belum juga berhenti berperang. U Thant tercatat dalam sejarah menjadi salah satu dari sembilan orang yang pernah memimpin PBB sejak berdirinya badan itu pada 1945. (AFP/AP/REUTERS/RET)