Pada 3 Desember 1967, Louis Washkansky (55), pasien cangkok atau transplantasi jantung pertama di dunia, dioperasi oleh ahli bedah jantung Christiaan Barnard di Rumah Sakit Groote Schuur, Cape Town, Afrika Selatan. Donor jantungnya adalah Denise Darvall (25) yang meninggal akibat gegar otak parah dalam kecelakaan mobil.
Meski Washkansky hanya bertahan 18 hari dan meninggal karena pneumonia, transplantasi jantung yang dilakukan Barnard menjadi terkenal. Banyak ahli bedah jantung menggunakan prosedurnya. Tahun 1968, tak kurang dari 100 transplantasi jantung dilakukan di berbagai pusat medis.
Namun, karena tingkat harapan hidup pasien rendah, jumlah operasi merosot. Tahun 1970 hanya ada 18 operasi transplantasi jantung.
Diketahui, masalahnya adalah penolakan tubuh pasien terhadap jaringan baru, yakni jantung yang dicangkokkan. Pada masa itu, penelitian kesesuaian darah ataupun jaringan tubuh antara donor dan penerima transplantasi belum semaju saat ini. Penelitian terus dilakukan untuk memperbaikinya.
Tahun 1977, Keith Reemtsma dari Pusat Medis Universitas Columbia berhasil meningkatkan harapan hidup pasien secara signifikan, yakni 14 bulan. Selanjutnya, Agustus 1979, Terence English, dokter bedah jantung dari Inggris, berhasil membuat pasiennya, Keith Castle, hidup lebih dari lima tahun.
Pemahaman terkait kesesuaian jaringan donor dan penerima serta penemuan obat yang mampu menekan kekebalan tubuh untuk mencegah penolakan transplantasi membuat harapan hidup pasien meningkat pesat dari tahun ke tahun.
Kemajuan terpenting adalah penemuan cyclosporine, obat penekan kekebalan tubuh, oleh Jean Borel pada pertengahan 1970-an. Obat ini disetujui penggunaannya secara komersial pada November 1983. Tahun 1994 beredar obat baru, tacrolimus.
Kemajuan dalam ilmu imunologi menjadi kunci keberhasilan cangkok jantung. Obat-obat untuk menekan kekebalan tubuh kini makin berkembang. Penelitian juga dilakukan untuk menghindarkan aterosklerosis, yakni penumpukan plak di dinding pembuluh darah jantung. (ATK)