Federasi Malaya yang didirikan 16 September 1963 dan terdiri dari Malaysia, Singapura, Sarawak, dan Borneo Utara akhirnya bubar karena konflik rasial terus terjadi antara kelompok etnis China dan Melayu.
Perdana Menteri Malaysia Tunku Abdul Rahman memutuskan untuk mengeluarkan Singapura dari federasi yang langsung disetujui parlemen pada 9 Agustus 1965.
Deklarasi Singapura merdeka diumumkan melalui radio pukul 10.00 pagi pada 9 Agustus 1965. Televisi Singapura menayangkan langsung konferensi pers yang dipandu Lee Kuan Yew.
Lee menjelaskan mengapa perpisahan dengan Malaysia terjadi meski ia meyakini bahwa bergabung dengan Federasi Malaya merupakan opsi terbaik. Lee yang berlinang air mata meminta rakyat Singapura untuk tetap tenang dan bersatu.
Singapura langsung memperoleh pengakuan kedaulatan dari banyak negara di dunia dan bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 21 September 1965 sebagai negara anggota ke-117. Tanpa membuang waktu, Singapura juga bergabung sebagai anggota kelompok Persemakmuran (negara-negara bekas jajahan Inggris) pada bulan Oktober.
Sinnathamby Rajaratnam terpilih sebagai menteri luar negeri pertama yang memulai fondasi diplomatik Singapura dengan negara-negara lain di dunia. Pada 22 Desember 1965 Undang-Undang Amandemen Konstitusi (Constitution Amendment Act) disahkan oleh parlemen Singapura.
Isi amandemen itu menjelaskan bahwa Kepala Negara akan menjadi Presiden dan negara Singapura resmi menjadi Republik Singapura.
Seperti dikutip Kompas (24/12/1965), RUU itu mengatur pemisahan Singapura dari Malaysia. Sebagai taraf peralihan, RUU itu menunjuk Yang Dipertuan Negara Inche Yusof bin Ishak sebagai ”presiden pertama”.
Untuk memelihara perdamaian di kawasan Asia Tenggara, Singapura bersama Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand, mendirikan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada 8 Agustus 1967 dan Singapura bergabung menjadi anggota Gerakan Non-Blok (GNB) pada 1970. (MYR)