Menjadikan Monas sebagai salah satu tujuan wisata di Jakarta merupakan keinginan pemerintah DKI. Karena itu, kawasan Monas dibuat hijau, teduh, dan asri dengan cara penghijauan pada 1973.
Penghijauan tahap pertama dilakukan di sebelah utara dan barat. Penghijauan sebelah selatan dan timur Monas belum bisa dilakukan karena masih menunggu pemindahan arena Jakarta Fair.
Di kawasan taman itu akan dibangun beberapa kolam besar, air mancur, tempat rekreasi anak, serta tempat duduk yang nyaman. Pembangunan fasilitas ini diharapkan selesai akhir 1973.
Kolam-kolam yang dibangun ada yang berbentuk bundar dengan diameter 30 meter. Di tengahnya ada air mancur yang terpancar hingga ketinggian 13 meter.
Kolam yang lain berukuran 45 meter x 80 meter. Istimewanya, kolam ini akan memancarkan air yang bisa bernyanyi menuruti alunan lagu. Pada nada yang meninggi, air akan terpancar tinggi dan sebaliknya. Untuk lebih menyemarakkan, disiapkan lampu warna-warni yang akan menyala mengikuti gerak ”tari-tarian air” yang memancar.
Pada Senin, 10 Juni 1974, Gubernur Ali Sadikin meresmikan Taman Monas sebelah barat yang dihiasi air mancur yang bisa ”menari dan menyanyi” serta sebuah plaza seluas 19.000 meter persegi.
Dalam sambutannya, Bang Ali mengatakan, proyek ini dikerjakan selama empat tahun dan menghabiskan biaya sekitar Rp 760 juta.
Untuk menambah keindahan Monas, pada Januari 1975, Taman Monas sebelah utara mulai dibangun. Sebuah patung Pangeran Diponegoro menunggang kuda dipasang di taman Plaza Monas. Patung perunggu karya pemahat Italia, Prof Cobertaldo, itu merupakan sumbangan Dr Mario Pitto, usahawan asal Italia yang sangat mengagumi Indonesia. (JPE)