Presiden Soeharto meresmikan Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Kamis, 10 Januari 1974. Peresmian ditandai dengan penekanan tombol sirene.
Setelah itu, Presiden naik ke lantai dua gedung, kemudian melalui alat komunikasi memerintahkan pesawat DC-9 Garuda di taxiway untuk maju. Pesawat yang melaju perlahan memutus pita, kemudian pesawat menuju runway dan terus mengudara.
Menteri Perhubungan Emil Salim, saat acara peresmian, menyatakan, pembangunan bandara itu menghabiskan biaya 11,6 juta dollar AS dan sebagian digunakan untuk membeli berbagai sarana penerbangan yang modern.
Fasilitas radar (radio detection and ranging), misalnya, mampu menangkap aktivitas pesawat sampai 180 mil, padahal radar di luar negeri hanya bisa menangkap sampai 100 mil.
Sebelum dioperasikan, Bandara Halim diuji coba dengan penerbangan pesawat pengangkut jemaah calon haji pada 3-28 Desember 1973. Pesawat yang digunakan DC-10 Garuda yang berkapasitas 371 penumpang.
Bandara Halim menggantikan Bandara Kemayoran yang daya tampungnya sudah tidak memadai lagi. Bandara Kemayoran hanya bisa melayani 500-600 penumpang per hari pada tahun 1972.
Padahal, jumlah penumpang yang berangkat dari Bandara Kemayoran pada tahun 1973 mencapai 2.000 orang per hari sehingga ruang tunggu penumpang terasa sesak.
Bandara Halim Perdanakusuma yang baru dibangun ini panjang landasan pacunya 3.000 meter dan lebar 60 meter. Apron atau tempat parkir pesawat seluas 59.000 meter persegi dapat menampung delapan pesawat besar sekaligus, masing-masing dua pesawat Boeing 747, pesawat DC-8, DC-9, dan DC-10.
Bandara Halim Perdanakusuma masih dioperasikan hingga kini. Bandara ini melengkapi Bandara Soekarno-Hatta yang lebih luas dan diresmikan Presiden Soeharto pada 5 Juli 1985. (THY)