Smes keras dari Liem Swie King mengakhiri pertandingan all Indonesian final nomor tunggal putra All England ke-68 tahun 1978 antara King dan legenda bulu tangkis Rudy Hartono. Kemenangan tersebut sekaligus menjadikan King sebagai orang Indonesia ketiga yang menjadi juara tunggal putra All England setelah Tan Joe Hok (1959) dan Rudy Hartono (1968, 1969, 1970, 1971, 1972, 1973, 1974, dan 1976).
Publik bulu tangkis sebenarnya tak menyangka King yang masih muda bisa mengalahkan Rudy Hartono dengan mudah, dua set langsung, 15-10 dan 15-2. Bahkan, King pun mengatakan tak percaya bisa mengalahkan Rudy Hartono dan merasa kemenangan itu pemberian.
Dalam turnamen Inggris Terbuka sebenarnya King sudah merintis jalan sebagai juara All England sejak tahun 1974, tetapi gagal di perdelapan final setelah dikalahkan atlet Denmark, Svend Pri, dan tahun 1975 gagal pada perempat final di tangan atlet Denmark, Flemming Delfs. Pada tahun 1976 dan 1977, King sudah mulai lolos ke babak final, tetapi kalah dari Rudy Hartono dan Flemming Delfs.
Bintang dari Semarang ini sebenarnya sudah merebut perhatian jauh sebelum menjuarai All England, yakni pada Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Bulu Tangkis 1974 di Kota Semarang. Saat di final, King dalam usia 17 tahun 11 bulan berhasil merebut gelar juara tunggal putra tingkat nasional.
Dalam kejurnas, King muda merontokkan Tjuntjun yang sudah punya nama dan pengalaman jauh lebih tinggi dengan skor luar biasa, 15-0 dan 18-14. King menyelesaikan pertandingan dengan sekuat tenaga agar tidak lanjut ke set ketiga. Harian Kompas menulis artikel dengan judul ”Liem Swie King, Suatu Demonstrasi Spirit yang Menonjol” (Kompas, Rabu, 23 Januari 1974).
Bakat King terlahir dari keluarga bulu tangkis: dua kakak perempuannya, Megah Inawati dan Megah Idawati, adalah pemain tim Uber Cup Indonesia. Kakak iparnya, Agus Susanto, adalah pemain tim Thomas Cup. Nama King kini melegenda dengan julukan yang melekat, ”King Smash”. (BOY)