Peran daerah aliran sungai sebagai koridor hijau yang menyediakan jasa bio-eko-hidrologis mulai diperhitungkan. Di beberapa kota, upaya revitalisasi sungai sudah tampak hasilnya.
Meski demikian, di banyak daerah, bantaran sungai beralih fungsi secara tidak terkendali. Wilayah hulu daerah aliran sungai yang biasanya masih berupa hutan primer dibabat untuk dijadikan lahan perkebunan. Sementara wilayah hilir disulap menjadi kawasan permukiman baru.
Perubahan fisik bantaran sungai mengakibatkan air sungai meluap saat musim hujan, juga menyebabkan penurunan fungsi jasa hidrologis vegetasi bantaran sungai.
Padahal, vegetasi bantaran sungai berfungsi sebagai penyaring materi tanah dan air, penahan kecepatan angin, penyerap polutan, dan pengendali iklim mikro.
Kerusakan biofisik lahan di bantaran sungai memperburuk kualitas air sungai. Semakin ke hilir akan terasa semakin buruk, bukan hanya akibat kejadian alam, melainkan juga karena campur tangan manusia.
Untuk memulihkan kondisi lingkungan di bantaran sungai dibutuhkan restorasi ekologis. Titik berat upaya pemulihan atau restorasi bantaran sungai terletak pada sosialisasi akan pentingnya perlindungan daerah aliran sungai sehingga masyarakat tergugah untuk ikut berperan dalam upaya itu.
Di Jawa Barat, misalnya, penanganan Sungai Citarum dilakukan secara komprehensif oleh sebuah satuan tugas. Satgas Citarum Harum dibentuk bersama-sama oleh Kodam Siliwangi, Kepolisian Daerah Jabar, Pemerintah Provinsi Jabar, dan pegiat lingkungan.
Di DKI Jakarta, Gubernur Anies Baswedan berupaya mengembalikan ekosistem alamiah Sungai Ciliwung. Anies mengajak masyarakat bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mewujudkan apa yang ia sebut naturalisasi Sungai Ciliwung.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini kini bangga dengan Kalimas, sungai yang membelah ibu kota Jawa Timur itu. Kalimas yang bersih telah menjadi obyek wisata baru.(LAM)