Wabah Cutbrai dan ”Pecel Lele”

KOMPAS/JIMMY S HARIANTO

Grup Musik Koes Plus

Cutbrai, model celana panjang yang melebar di bagian bawah itu, ”mewabah” tidak hanya di Bandung, tetapi juga di seluruh pelosok negeri pada era 1970-an. Hampir semua penyanyi dan awak band pada era awal 1970-an mengenakan cutbrai dalam penampilan mereka di panggung ataupun pada sampul-sampul album.

Awak Koes Plus, Panbers, The Mercys, dan band-band kondang pada era 1970-an hampir dipastikan mengenakan cutbrai. Begitu pula pelajar, mahasiswa, dan kaum muda, mereka pada umumnya mengenakan cutbrai untuk sekolah, kuliah, pesta-pesta, dan penampilan sehari-hari.

Untuk pria, cutbrai dipadu dengan hem lengan panjang model slim fit yang meramping di bagian pinggang. Biasanya kancing bagian atas dibiarkan terbuka. Ini seperti dikenakan Slamet Rahardjo dalam film Cinta Pertama (1973). Sering pula dikenakan penyanyi Broery Marantika.

Ada yang memilih kedua ujung bawah hem diikat sehingga terkesan bebas dan liar. Jika hem dimasukkan, akan disertai sabuk lebar. Model dilengkapi dengan sepatu hak tinggi sampai di atas 10 sentimeter. Untuk perempuan, cutbrai disertai mode kacamata lebar yang lebih sering nangkring di kepala.

Cutbrai atau bell-bottoms mulai menjadi mode di Amerika Serikat jelang akhir era 1960-an. Yang ikut memopulerkan antara lain pasangan penyanyi Cher dan Sonny yang mengenakan cutbrai selebar 60 sentimeter. Itulah mengapa di Indonesia ada yang sinis meledek cutbrai sebagai celana penyapu jalan.

Cutbrai menyurut pada akhir era 1970-an seiring dengan naiknya model musik punk rock. Ketika itu, model celana kembali ke gaya era 1950-an, yaitu skintight, celana ketat seperti pipa, dan pernah dilarang di Indonesia oleh penguasa.

Belakangan, mode cutbrai muncul kembali meski tidak mewabah. Cutbrai hadir hanya sebatas sebagai mode retro. Salah seorang penggunanya adalah gitaris John Paul Ivan. Dia menyebut diri sebagai penggemar ”pecel lele”, singkatan dari penggemar celana lebar-lebar. (XAR)