Soekarno bukan sekadar pendiri bangsa ini, melainkan juga inspirasi dan penggerak bangsa-bangsa lain, terutama Asia dan Afrika, untuk lepas dari cengkeraman kolonialisme. Nama Soekarno harum di panggung internasional.
Di dalam negeri, ketokohannya tiada tandingan. Sejumlah gelar juga diberikan kepada Soekarno, termasuk gelar Pramuka Agung. Gelar itu diberikan sebagai bentuk penghargaan kepada Soekarno yang mempunyai perhatian besar terhadap Pramuka.
Soekarno, melalui Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, misalnya, menetapkan kelahiran Pramuka pada 14 Agustus 1961. Nama Gerakan Kepanduan yang sudah ada sebelum kemerdekaan Indonesia juga diganti menjadi Gerakan Pramuka atau Praja Muda Karana. Artinya, ’Jiwa Muda yang Suka Berkarya’.
Presiden Soekarno juga menyiapkan Markas Besar Pramuka di Jalan Medan Merdeka Timur Nomor 6 yang cukup megah dan tak jauh dari Istana Kepresidenan. Bahkan, menjelang lima tahun peringatan Gerakan Pramuka, disiapkan 1 juta pakaian seragam untuk dibagikan kepada anggota Pramuka.
Kwartir Nasional Pramuka juga diberi kewenangan mengelola pabrik sepatu Molino Pramuka di Cijantung, Jakarta, dengan produksi 5.000 pasang sepatu berbagai jenis setiap hari (Kompas, 10 Desember 1966). Pramuka juga diberi kewenangan mengelola Bank Pramuka dan peternakan seluas 2,5 hektar di Tebet, Jakarta.
Konflik politik menyebabkan Soekarno jatuh dan tersingkir dari kekuasaan. Pidato pertanggungjawaban Soekarno, Nawaksara, ditolak MPRS pada Juni 1966. Kekuasaan pemerintahan beralih kepada Soeharto.
Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1967 yang ditandatangani Soeharto pada 6 Mei 1967 menetapkan, semua atribut yang melekat pada Soekarno dilucuti.
Soekarno tidak lagi menyandang atribut Kepala Negara, Presiden RI Mandataris MPRS, serta Panglima Besar Revolusi/Panglima ABRI. Sebelumnya, gelar Pramuka Agung juga dicabut dari Soekarno. (THY)